Rabu, 12 Desember 2012

kinetika pertumbuhan jamur


BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Mikroorganisme yang ditumbuhkan dalam media yang mengandung nutrient essensial kemudia di tempatkan pada kondisi lingkungan seperti suhu dan PH yang tepat akan segera berkembang biak. Pertumbuhan mikroba dapat diamati dari kenaikan konsentrasi mikroba. Melalui serangkaian proses enzimatis, mikroba melakukan biosintesis molekul-molekul penyusun sel dan menggandakan selnya. Kecepatan pertumbuhan mikroba merupakan respon terhadap substrat (media pertumbuhan) yang disediakan dan kondisi lingkungannya.
1.2  Tujuan Percobaan

·         Menguasai tahapan-tahapan pengembangbiakan jamur.
·         Menguasai dan terampil membuat media padat, inokulum/starter, dan media pertumbuhan jamur.
·         Menguasai dan terampil memilih metode yang tepat untuk menetukan konsentrasi biomassa jamur.
·         Memahai pola pertumbuhan jamur melalui grafik konsentrasi mikroba (X) terhadap waktu (t).
·         Menguasai dan dapat menetukan fasa-fasa pertumbuhan jamur.
·         Dapat menghitung dan mengevaluasi nilai laju pertumbuhan spesifik (µ) jamur.





BAB II
LANDASAN TEORI

2.1       Pengertian Kinetika Pertumbuhan
Pertumbuhan merupakan faktor yang sangat penting bagi suatu makhluk hidup. Pada dasarnya pertumbuhan yaitu penambahan massa, ukuran, dan jumlah sel. Pada mikroorganisme pertumbuhan sel dapat berubah langsung menjadi pertumbuhan populasi, jumlah sel bertambah sangat cepat dengan waktu yang cepat pula. Mikroorganisme dapat tumbuh dibawah pengaruh fisik, kimia, dan kondisi nutrient. Pada nutrient yang cocok mikroorganisme menguraikan nutrient dari media dan mengubahnya dalam komposisi-komposisi biologi. Sebagian dari nutrient-nutrient digunakan untuk memproduksi energi dan sebagian lagi digunakan untuk biosintesis dan pembentukkan produk. Pertambahan massa sel seiring dengan waktu dapat digambarkan sebagai berikut:
Substrat + Sel/mikroorganisme à Mikroorganisme + Produk
Pertumbuhan mikroorganisme merupakan contoh yang baik pada suatu reaksi autokatalis. Pertumbuan mikrobial biasanya dicirikan dengan waktu yang dibutuhkan untuk menggandakan massa atau jumlah sel. Waktu ganda massa dapat berbeda dengan waktu ganda sel, karena massa sel dapat meningkat tanpa peningkatan jumlah sel. Laju pertumbuhan ditunjukkan langsung oleh konsentrasi sel dan penambahan jumlah sel (biomassa) yang merupakan keluaran yang normal dari reaksi tersebut. Namun demikian, bila pada suatu lingkungan tertentu interval antara massa sel atau penggandaan jumlah konstan dengan waktu, maka organisme itu tumbuh pada kecepatan eksponensial. Laju pertumbuhan mikroorganisme dicirikan dengan laju pertumbuhan spesifik (specific growth rate) dinyatakan sebagai berikut: dCx/dT     =    µ Cx
dimana: Cx = Konsentrasi sel dalam gram/liter
`           t    = waktu
                       µ  = laju pertumbuhan spesifik dalam jam-1

Dengan membuat grafik In Cx terhadap t, maka didapat tg α = µ
Metode-metode yang digunakan untuk evaluasi populasi mikroorganisme yaitu:
a.  Metode langsung : (menggunakan mikroskop) perhitungan jumlah sel, dan counting
     chamber, selain itu dengan penetapan bahan kering seluler.
b. Metode tidak langsung : turbidimetri, spektrofotometri, dan pengenceran.
Metode-metode tersebut digunakan untuk memantau dan mengkaji fenomena pertumbuhan mikroorganisme. Untuk lebih jelasnya dapat diamati dengan kurva pertumbuhan yaitu sebagai berikut :
KURVA PERTUMBUHAN MIKROORGANISME
Aspergillus adalah suatu mikroba ang ditemukan hampir di seluruh dunia. Aspergillus pertama kali ditemukan pada tahun 1729 oleh ilmuwan biologi bernama  Pietro Antonio Micheli. Aspergillus merupakan jenis mikroba yang bersifat aerob dan ditemukan hampir disemua lingkungan yang kaya akan oksigen, dimana biasanya mereka tumbuh membentuk suatu permukaan di suatu subtrat sebagai hasil dari pada tekanan oksigen yang tinggi. Banyak jenis Aspergillus mempertunjukan olygotropi dimana ada suatu ketidaklengkapan baik gizi ataupun nutriennya.
Beberapa jenis Aspergillus ada yang bersifat merusak yaitu menyebabkan peradangan ataupun infeksi baik pada manusia maupun pada hewan sekalipun. Jenis dari pada aspergillus yang dapat menyebabkan penyakit serius adalah Aspergillus Fumigatus dan Aspergillus Flavus. Aspergillus Fumigatus dapat membentuk aflatoksin yang dapat menyebabkan kanker dan dapat mencemari makanan, sedangkan Aspergillus Fumigatus dapat menyebabkan alergi umum  Sedangkan ada pula Aspergillus yang menguntungkan bagi dunia industry bioproses seperti pembuatan sake yang dikembangkan oleh Negara Jepang. Aspergillus Oryzae digunakan untuk mengkonversi tajin dalam beras (glukosa) menjadi gula sederhana  yang difermentasikan oleh
Description: H:\bioproses urg\gambar\asp3u.gifJasad renik lain, seperti ragi dan asam laktat. Sedangkan Aspergillus Niger digunakan dalam pembuatan cuka dari jeruk.








Gambar 2.1 Beberapa jenis Aspergillus



2.2                    FASA-FASA PADA KINETIKA PERTUMBUHAN
Description: kurva pertumbuhan
2.2.1        Fase Lag
            Fase awal adalah fase sejak inokulasi sel pada medium dan merupakan suatu periode adaptasi. Pada fasa ini sebagian besar mikroba menyesuaikan diri (adaptasi) dengan lingkungan barunya dan belum mengadakan perbanyakan sel, bahkan sebagian selnya mati, hanya sel yang kuat saja yang bertahan hidup. Dan sintesis enzim sudah terjadi. Selama fase ini massa sel dapat berubah tanpa adanya suatu perubahan jumlah sel. Dapat juga terjadi fase awal yang palsu bilamana inokulum yang diberikan  terlalu sedikit atau mempunyai viabilitas yang rendah. Suatu saat bila perubahan-perubahan telah terjadi, maka sel-sel bergerak kearah fase tumbuh. Fase ini biasanya merupakan fase eksponensial atau fase logaritmik. Ciri daripada fasa ini adalah Tidak ada pertumbuhan populasi karena sel mengalami perubahan komposisi kimiawi dan ukuran serta bertambahnya substansi intraseluler sehingga siap untuk membelah diri.
Faktor penentu fase lag:
a.          Medium dan lingkungan pertumbuhan; jika medium sama dengan medium sebelumnya, waktu adaptasi pendek atau tidak ada, jika sangat berbeda pelu waktu untuk sintesis enzim yang dibutuhkan untuk metabolisme (pembentukan enzim induktif).
b.         Kondisi starter/inokulum
- Jumlah inokulum; jumlah sel awal yang semakin tinggi mempercepat fase adaptasi
- Germinasi spora; bila mikroba yang ditanam pada medium ada dalam bentuk spora dan bukan sel vegetatif maka bila ia ditanam dalam medium dengan kondisi lingkngan yang baik , ia akan berubah menjadi bentuk sel vegetatif dan ini memerlukan sedikit waktu
-  Mutan yag baru terbentuk perlu waktu untuk adaptasi dengan lingkngan yang baru.
2.2.2        Fasa Petumbuhan Dipercepat (Decelerated Growth Phase)
   Pada fasa ini mikroba telah dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya, sel mulai membelah diri dengan kecepatan rendah, ukuran sel dapat mencapai maksimum serta mulai adanya aktivitas metabolisme.
2.2.3        Fasa Eksponensial (Exponential/ Logarithmic Growth Phase )
            Pada fasa ini pembelahan mikroba sangat cepat dan konstan mengikuti kurva logaritmik. Dalam kondisi kultur yang optimum, sel mikroba mengalami reaksi metabolisme yang maksimum. Selama fase logaritma, konsentrasi nutrient esensial ada dalam keadaan cukup jenuh untuk menunjang reaksi-reaksi metabolisme utama dari pertumbuhan. Pada saat ini paling sensitif terhadap lingkungan
            Fase logaritmik dicirikan oleh suatu garis lurus pada plot semilog antara In x melawan waktu. Periode ini adalah keadaan pertumbuhan yang seimbang atau mantap, dengan laju pertumbuhan spesifik. µ konstan dan selnya membelah diri dengan laju yang konstan, massa menjadi dua kali lipat, keadaan pertumbuhan seimbang.
Kekhususan fase logaritmik             
a.      Bila populasi sel yang sedang mengalami fasa ini dipindahkan ke dalam medium baru dengan komposisi nutrient dan kondisi lingkungan yang sama maka di dalam medium baru populasi sel ini akan langsung mengalami fasa logaritma tanpa mengawali pertumbuhan dengan fasa pertumbuhan awal/pertumbuhan diercepat.
b.     Ditinjau dari sel bakteri secara individual, pada fase ini ukuran sel minimum dengan dinding sel yang tipis, karena sel membelah diri dengan sangat aktif, sintesa makrmolekul dari komponen sel berlomba dengan waktu.
2.2.4        Fasa Pertumbuhan Diperlambat (Negative Decelerated Growth Phase)
            Pada fasa ini laju pertumbuhan diperlambat, karena nutrisi dalam medium sudah sangat berkurang, dan adanya hasil-hasil metabolisme yan mungkin beracun atau menhambat pertumbuhan mikroba. Pada fase ini pertumbuhan sel tidak stabil, api jumlah populasi masih naik karena jumla sel yang tumbuh masih lebih banyak daripada jumlah sel yang mati.
2.2.5        Fasa Stationer (Stationary Phase)
            Pada fasa ini kecepatan pertumbuhan adalah nol. Jumlah sel baru sebagai hasil reproduksi, seimbang dengan jumlah sel yang mati. Ini menyebabkan grafiknya linier dan sejajar dengan absisnya. Reproduksi sel masih terjadi selama fasa ini menggunakan cadangan makanan yang ada dalam protoplast sebagai building blocks pembangun sel yang baru. Karena kekurangan nutrisi, sel kemungkinan mempunyai komposisi yang berbeda dengan sel yang tumbuh pada fasa logaritmik. Pada fasa ini lebih tahan terhadap keadaan ekstrim, seperti panas, dingin, radiasi, dan bahan kimia. Muncul modifikasi struktur biokimiawi sel.
            Bila dilanjutkan, beberapa kejadian masih mungkin timbul meskipun pertumbuhan telah terhenti, metabolisme dan akumulasi produk masih terjadi di dalam sel atau di dalam cairan. Massa sel total dapat tetap konstan, tetapi jumlah sel hidup cenderung menurun. Pada saat ketahanan hidup menurun, lisis sel mungkin terjadi dan massa sel akan menurun
            Lisis sel akan menyebabkan terjadinya suatu medium yang kompleks dari produk-produk hasil lisis, oleh karena itu suatu pertumbuhan yang sekunder, disebut pertumuhan kriptik akan erjadi. Sering juga terjadi metabolik sekunder yang kurang penting terbentuk oleh enzim-enzim yang sebelumnya tidak terdapat atau tidak berfungsi dalam sel. Selain itu  terjadinya penumpukan racun akibat metabolisme sel dan kandungan nutrien mulai habis, akibatnya terjadi kompetisi nutrisi sehingga beberapa sel mati dan lainnya tetap tumbuh sehingga jumlah sel menjadi konstan.
2.2.6        Fasa Kematian Dipercepat
                        Pada fasa ini jumlah kematian sel mulai dipercepat.

2.2.7        Fasa Kematian (Death Pahse)
               Pada fasa ini jumlah sel yang hidup makin lama makin menurun, sedangkan jumlah kematian (mortalitas) sel semakin banyak. Kematian ini desebabkan oleh kondisi lingkungan yang makin memburuk, terutama oleh makin banyaknya akumulasi hasil metabolisme yang toksik terhadap sel (metabolit sekunder). Pada fase ini  nutrisi dalam medium sudah habis, energi cadangan dalam sel habis. Sel menjadi mati akibat penumpukan racun dan habisnya nutrisi, menyebabkan jumlah sel yang mati lebih banyak sehingga mengalami penurunan jumlah sel secara eksponensial. Lamanya fasa ini tergantung pada species dari mikrobanya dan kondisi lingkungannya sendiri.

2.3              FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERTUMBUHAN MIKROBA

Kemampuan mikroorganisme untuk tumbuh dan tetap hidup merupakan suatu hal yang penting untuk diketahui. Pengetahuan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroba sangat penting di dalam mengendalikan mikroba. Berikut ini faktor-faktor penting yang mempengaruhi pertumbuhan mikroba:
a)      Suplai Nutrisi
Mikroba sama dengan makhluk hidup lainnya, memerlukan suplai nutrisi sebagai sumber energi dan pertumbuhan selnya. Unsur-unsur dasar tersebut adalah : karbon, nitrogen, hidrogen, oksigen, sulfur, fosfor, zat besi dan sejumlah kecil logam lainnya. Ketiadaan atau kekurangan sumber-sumber nutrisi ini dapat mempengaruhi pertumbuhan mikroba hingga pada akhirnya dapat menyebabkan kematian.Kondisi tidak bersih dan higinis pada lingkungan adalah kondisi yang menyediakan sumber nutrisi bagi pertumbuhan mikroba sehingga mikroba dapat tumbuh berkembang di lingkungan seperti ini. Oleh karena itu, prinsip daripada menciptakan lingkungan bersih dan higinis adalah untuk mengeliminir dan meminimalisir sumber nutrisi bagi mikroba agar pertumbuhannya terkendali.
b)     Suhu/Temperatur
            Suhu merupakan salah satu faktor penting di dalam mempengaruhi dan pertumbuhan mikroorganisme.Suhu dapat mempengaruhi mikroba dalam dua cara yang berlawanan:
1)  Apabila suhu naik maka kecepatan metabolisme naik dan pertumbuhan dipercepat. Sebaliknya apabila suhu turun, maka kecepatan metabolism akan menurun dan pertumbuhan diperlambat.
2)  Apabila suhu naik atau turun secara drastis, tingkat pertumbuhan akan terhenti, kompenen sel menjadi tidak aktif dan rusak, sehingga sel-sel menjadi mati.
Berdasarkan hal di atas, maka suhu yang berkaitan dengan pertumbuhan mikroorganisme digolongkan menjadi tiga,yaitu:
  a)   Suhu minimum yaitu suhu yang apabila berada di bawahnya maka pertumbuhan terhenti.
 b)  Suhu optimum yaitu suhu dimana pertumbuhan berlangsung paling cepat dan optimum (disebut juga suhu inkubasi)
 c)  Suhu maksimum yaitu suhu yang apabila berada diatasnya maka pertumbuhan tidak terjadi. Sehubungan dengan penggolongan suhu di atas, maka mikroba digolongkan menjadi:
Tabel 1 : Penggolongan Bakteri menurut suhu
Kelompok
Suhu Minimum
Suhu Optimum
Suhu Maksimum
Psikrofil
- 15o C.
10o C.
20o C.
Psikrotrof
- 1o C.
25o C.
35o C.
Mesofil
5 – 10o C.
30 – 37o C.
40o C.
Thermofil
40o C.
45 – 55o C.
60 – 80o C.
Thermotrof
15o C.
42 – 46o C.
50o C.

Berdasarkan ketahanan panas, mikroba dikelompokkan menjadi tiga macam, yaitu
a.       Peka terhadap panas, apabila semua sel rusak apabila dipanaskan pada suhu 60oC   selama 10-20 menit.
b.      Tahan terhadap panas, apabila dibutuhkan suhu 100oC selama 10 menit untuk mematikan sel.
c.       Thermodurik, dimana dibutuhkan suhu lebih dari 60oC selama 10-20 menit tapi kurang dari 100oC selama 10 menit untuk mematikan sel.
c)      Keasaman atau Kebasaan (pH)
Setiap organisme memiliki kisaran pH masing-masing dan memiliki pH optimum yang berbeda-beda. Kebanyakan mikroorganisme dapat tumbuh pada kisaran ph 8,0 – 8,0 dan nilai pH di luar kisaran 2,0 sampai 10,0 biasanya bersifat merusak.
d)     Ketersediaan Oksigen
Mikroorganisme memiliki karakteristik sendiri-sendiri di dalam kebutuhannya akan oksigen. Mikroorganisme dalam hal ini digolongkan menjadi:
*         Aerobik : hanya dapat tumbuh apabila ada oksigen bebas.
*         Anaerob : hanya dapat tumbuh apabila tidak ada oksigen bebas.
*         Anaerob fakultatif : dapat tumbuh baik dengan atau tanpa oksigen bebas.
*         Mikroaerofilik : dapat tumbuh apabila ada oksigen dalam jumlah kecil.
e)      Kadar Air
Air sangat diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan mikroba, air tidak hanya komponen utama dari pada plasma sel mikroba, namun air penting bagi pelarutan makanan sebelum makanan tersebut dapat diserap oleh sel. Selain itu juga kekurangan air dapat menyebabkan kekeringan sel sehingga dapat mematikan mikroba
f)       Cahaya
Kebanyakan mikroba dapat dirusak oleh cahaya tak langsung dari matahari dan dalam waktu beberapa jam saja dapat dapat dimatikan oleh cahaya yang langsung mengenainya. Sinar violet, ultraviolet, dan biru sangat kuat untuk mematikan pertumbuhan mikroba.
g)      Tekanan Osmosa
Sel-sel mikroba dibalut oleh suatu membran yang semifermiabel. Membran ini dapat melewatkan air masuk ke dalam sel begitu pula sebaliknya membrane ini mampu menahan zat-zat yang larut di dalam cairan dimana sel-sel itu berada. Untuk tidak masuk ke dalam sel atau menahan zat terlarut dalam sitoplasma untuk keluar dari sel. Sel-sel merupakan suatu unit osmosis yang kecil yang responsive terhadap perubahan-perubahan pada cairan dalam lingkungan.
2.5              Aspergillus niger
Description: H:\bioproses urg\gambar\A_niger_1.jpg
Description: images_011
 






Gambar 2.2 Aspergillus niger
Aspergillus niger merupakan salah satu spesies yang paling umum dan mudah diidentifikasi dari genus Aspergillus, famili Moniliaceae, ordo Monoliales dan kelas Fungi imperfecti. Aspergillus niger dapat tumbuh dengan cepat, diantaranya digunakan secara komersial dalam produksi asam sitrat, asam glukonat dan pembuatan berapa enzim seperti amilase, pektinase, amiloglukosidase dan sellulase. Aspergillus niger dapat tumbuh pada suhu 35ºC-37ºC (optimum), 6ºC-8ºC (minimum), 45ºC-47ºC (maksimum) dan memerlukan oksigen yang cukup (aerobik). Aspergillus niger memiliki bulu dasar berwarna putih atau kuning dengan lapisan konidiospora tebal berwarna coklat gelap sampai hitam. Kepala konidia berwarna hitam, bulat, cenderung memisah menjadi bagian-bagian yang lebih longgar dengan bertambahnya umur. Konidiospora memiliki dinding yang halus, hialin tetapi juga berwarna coklat.
Aspergillus niger memerlukan mineral (NH4)2SO4, KH2PO4, MgSO4, urea, CaCl2.7H2O, FeSO4, MnSO4.H2O untuk menghasilkan enzim sellulase. Sedangkan untuk enzim amilase khususnya amiglukosa diperlukan (NH4)2SO4, KH2PO4 .7H2O, Zn SO4, 7H2O. Bahan organik dengan kandungan nitrogen tinggi dapat dikomposisi lebih cepat dari pada bahan organik yang rendah kandungan nitrogennya pada tahap awal dekomposisi. Tahap selanjutnya bahan organik yang rendah kandungan nitrogennya dapat dikomposisi lebih cepat daripada bahan organik dengan kandungan nitrogen tinggi. Penurunan bahan organik sebagai sumber karbon dan nitrogen disebabkan oleh Aspergillus niger sebagai sumber energinya untuk bahan penunjang pertumbuhan atau Growth factor. Aspergillus niger dalam pertumbuhannya berhubungan langsung dengan zat makanan yang terdapat dalam substrat, molekul sederhana yang terdapat disekeliling hifa dapat langsung diserap sedangkan molekul yang lebih kompleks harus dipecah dahulu sebelum diserap ke dalam sel, dengan menghasilkan beberapa enzim ekstra seluler. Bahan organik dari substrat digunakan oleh Aspergillus niger untuk aktivitas transport molekul, pemeliharaan struktur sel dan mobilitas sel







BAB III
PERCOBAAN

Bahan yang digunakan:
a.       Kultur murni jamur Aspergillus niger dalam agar miring (Potato Dextrose Agar)
b.      100 ml media cair steril untuk starter/inokulum dengan komposisi:
Nutrient
Konsentrasi (gr)
Glukosa
142
(NH4)CO3
2,0
KH2PO4
1,4
MgSO4.7H2O
1,0
FeCl3
0,5
ZnSO4
-
Aquadest
1 liter







c.       12 buah erlenmeyer 100 ml yang berisi 50 ml media cair steril sebagai media pertumbuhan dengan komposisi yang sama dengan media untuk starter.
d.      Kertas saring 12 lembar.

Alat yang digunakan:
1.      Erlenmeyer 100 ml
2.      Corong gelas
3.      Neraca analitik
4.      Oven
5.      Sentrifuge
6.      Tabung sentrifuge plastik 10 ml
7.      pipet steril 10 ml 12 buah







Pembuatan Inokulum Dan Media Pertumbuhan
 

        






                                                                                         





                                                                                                                   

Pembuatan Kurva Pertumbuhan Dengan Metoda Berat Sel Kering
 









BAB IV
DATA PENGAMATAN

4.1 Pengolahan Data
Tabel 4.1 Pengamatan Pertumbuhan Jamur

T

Waktu (jam)


Berat kertas + Biomassa
(gr)

Berat kertas kosong
(gr)

Berat Biomassa
t0
2
0,84
0,54
0,3
t1
2
0,84
0,54
0,3
t2
7
0,86
0,54
0,32
t3
22
1,06
0,54
0,52
t4
31
0,84
0,54
0,30
t5
94
1,08
0,54
0,54
t6
103
0,87
0,54
0,33
t7
118
0,91
0,54
0,37
t8
127
1,14
0,53
0,71
t9
142
1,73
0,53
1,20
t10
151
0,97
0,54
0,43


Grafik 4.1 Grafik Laju Pertumbuhan Aspergillus Niger

Tabel 4.2  Pengamatan Laju Pertumbuhan Spesifik  Aspergillus niger  
No
Waktu (t)
Ln X
1
31
1.791759
2
94
2.379546
3
103
2.653242
4
118
3.178054

Grafik 4.3  Laju Pertumbuhan Spesifik
jadi nilai µ dari kinetika pertumbuhan Aspergillus Niger diambil dari linieritas grafik t terhadap ln x sebesar :
y = 0.0116x + 1.3909
µ = 0.0116 jam-1







BAB V
PEMBAHASAN
5.1 Pembahasan
Percobaan yang kami lakukan adalah kinetika pertumbuhan jamur dengan menggunakan jamur Aspergillus Niger. Ada banyak metode yang dapat digunakan dalam percobaan kinetika pertumbuhan suatu organisme, misalnya metode gravimetri, metode counting chamber, metode platting koloni, metode spektrofotometri, dan sebagainya. Metode yang kami gunakan dalam percobaan ini adalah metode gravimetri, yakni dengan menghitung berat sel kering. Metode yang dipilih dan digunakan dalam analisis kuantitatif harus tepat agar data yang diperoleh sesuai dengan yang kita harapkan. Dalam percobaan kinetika pertumbuhan jamur, metode gravimetri dilakukan dengan menyaring media berisi biakan dengan menggunakan kertas saring kemudian, kemudian dioven selama kurang lebih 12 jam dan ditimbang beratnya. Berat biomassa adalah berat kertas saring setelah penyaringan dikurangi berat kertas saring kosong sebelum penyaringan.
Media yang digunakan adalah media cair. Komposisi media cair steril yang digunakan terdiri dari glukosa, (NH4)CO3, KH2PO4, Mg2SO4.7H2O, FeCl3, ZnSO4, dan aquadest. Media yang digunakan untuk biakan harus mengandung substrat dan nutrisi yang dibutuhkan oleh jamur selama pengembang biakan. Berdasarkan  komposisinya, sumber sumber nutrisi seperti sumber C (karbon) diperoleh dari glukosa, sumber nitrogen diperoleh dari (NH4)CO3, sumber Posfat diperoleh dari KH2PO4, sumber Fe diperoleh dari FeCl3, dan sumber Zn diperoleh dari ZnSO4. Terdapat perbedaan komposisi antara media inokulum (starter) dengan media pertumbuhan, yakni pada media inokulum digunakan sukrosa sedangkan pada media pertumbuhan digunakan media glukosa. Glukosa merupakan monosakarida yang mudah terurai atau terhidrolisis sehingga kandungan glukosa pada media akan mempercepat fase lag. Berbeda dengan komposisi media pada media pertumbuhan bakteri yang terdiri dari glukosa, peptom, beef extract, yeast extract, KH2PO4, Mg2SO4.7H2O. Bila dibandingkan kedua media tersebut, media pertumbuhan bakteri lebih kompleks dibandingkan dengan media pertumbuhan jamur. Hal ini disesuaikan dengan sifat jamur dan bakteri. Jamur mudah beradaptasi dengan lingkungannya dibandingkan dengan bakteri sehingga komposisi untuk media jamur tidak terlalu kompleks dibandingkan dengan komposisi media pertumbuhan bakteri.
Berdasarkan pengolahan data dengan menggunakan metode gravimetri, dapat dibuat kurva pertumbuhan jamur dengan membuat kurva waktu (t) terhadap konsentrasi biomassa x dalam berat kering. Melalui kurva tersebut dapat diketahui waktu saat fase adaptasi hingga fase kematian dan dapat ditentukan pula laju pertumbuhan maksimal. Berdasarkan kurva pertumbuhan tersebut, diperoleh fasa-fasa pertumbuhan jamur yakni:
·         Fase lag, segera terjadi setelah inokulasi. Pada fase ini, jamur beradaptasi dengan lingkungannya. Namun, kami tidak mengambil data ketika fase lag terjadi. Fase lag terjadi saat t0.
·         Fase eksponensial atau fase percepatan pertumbuhan. Fase ini merupakan fase penting dalam pertumbuhan mikroba. Fase eksponensial terjadi pada t2 (hari kedua) yakni pada rentang waktu 10 jam hingga t7 (hari ke keempat) yakni pada rentang waktu 79,5 jam. Dari fasa eksponensial tersebut diperoleh laju pertumbuhan maksimum karena terjadi penambahan jumlah sel yang sangat besar pada waktu tersebut ditandai dengan peningkatan kurva yang sangat tajam (menanjak).
·         Fase perlambatan pertumbuhan, terjadi pada t8 yakni pada rentang waktu 93,5 jam.  Pada fase ini, mikroorganisme mulai kehabisan nutrisinya dan lingkungannya yang mulai tidak sesuai sehingga konsentrasi biomassanya pun menjadi berkurang.
·         Fase stasioner, terjadi pada t9 dan t10, yakni terjadi pada rentang waktu 102,5 hingga 116,5 jam. Pada fase ini, jumlah sel hidup sama dengan jumlah sel yang mati (jumlah sel konstan), karena nutrien sudah berkurang, sehingga kurva yang dihasilkan mendatar.
·         Fase kematian, terjadi pada t11 hingga t12 yakni pada rentang waktu 125, 5 jam hingga 139, 5 jam. Pada fase ini terjadi penurunan jumlah sel.
Kemudian dibuat grafik antara ln X (ln dari berat sel kering) terhadap t (waktu)(jam). Berdasarkan kurva yang telah dibuat didapatkan nilai laju pertumbuhan spesifik sebesar 0 jam-1.  Apabila dibandingkan dengan laju pertumbuhan spesifik bakteri, nilai laju pertumbuhan spesifik bakteri (µ) pada kelompok lain adalah sebesar 0,0002. Sehingga dapat dikatakan laju pertumbuan spesifik jamur lebih kecil dibandingkan dengan laju pertumbuhan spesifik bakteri.
Adapun pada tahap awal inkubasi, pH awal media berisi biakan adalah 6. Sedangkan setelah beberapa hari diinkubasi, pH menjadi 3. Hal ini menunjukkan bahwa mikroba menghasilkan produk berupa asam, yakni asam sitrat.
Dalam proses pertumbuhan, ada beberapa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan diantaranya adalah jenis nutrisi, temperatur, pengadukan, pH, kadar air, oksigen, tekanan osmosis, dan cahaya.
















BAB VI
PENUTUP

6.1 Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang telah kami lakukan, dapat disimpulkan beberapa hal, diantaranya sebagai berikut:
·         Percobaan yang kami lakukan menggunakan jamur Aspergillus Niger. Aspergillus niger adalah sejenis jamur atau mikroorganisme yang berasal dari keluarga fungi yang dapat tumbuh dalam media cair dengan kandungan nutrisi ekstrak kentang dan dextrose pada kondisi asam.
·         Laju pertumbuhan maksimum dari Aspergillus Niger berlangsung pada t2 hingga t7.
·         Fase pertumbuhan Aspergillus Niger :
1.      Fase lag atau fase adaptasi berlangsung pada t0, segera setelah inokulasi.
2.      Fase eksponensial terjadi pada t2 (hari kedua) yakni pada rentang waktu 10 jam hingga t7 (hari ke keempat) yakni pada rentang waktu 79,5 jam.
3.      Fase perlambatan pertumbuhan, terjadi pada t8 yakni pada rentang waktu 93,5 jam.
4.      Fase stasioner, terjadi pada t9 dan t10, yakni terjadi pada rentang waktu 102,5 hingga 116,5 jam.
5.      Fase kematian, terjadi pada t11 hingga t12 yakni pada rentang waktu 125, 5 jam hingga 139, 5 jam.

·         Berdasarkan kurva antara ln X (ln dari berat sel kering) terhadap t (waktu)(jam) yang telah dibuat diperoleh nilai laju pertumbuhan spesifik sebesar 0 jam-1
·         Pada tahap awal inkubasi, pH awal media berisi biakan adalah 6. Sedangkan setelah beberapa hari diinkubasi, pH menjadi 3.
·         Produk yang dihasilkan oleh jamur atau mikroba berupa asam sitrat.

6.2 Saran
Dalam praktikum kinetika pertumbuhan jamur ini, perlu diperhatikan temperatur. Jika inokulum dimasukkan ke dalam lemari pendingin, sebelum diinkubator inokulum tersebut harus didiamkan terlebih dahulu hingga mencapai suhu kamar agar inokulum kembali aktif. Selain itu, kertas saring yang digunakan unuk menyaring jamur, tidak boleh terlalu tebal karena akan menyebabkan proses penyaringan berlangsung lama.


















DAFTAR PUSTAKA
Djumali M & Ani Suryani, “Teknologi Bioproses”, Penebar Swadaya, 1994
E. Gumbira Sa’id, “Bioindustri Penerapan Teknologi Fermentasi”, PAU Bioteknologi IPB, 1987
Manfaati, Rintis. 2011. “Jobsheet Praktikum Bioproses”, Teknik Kimia POLBAN
MW, Emmanuela, dkk. “Buku Petunjuk Praktikum Dasar Bioproses”, Jurusan Teknik Kimia: Politeknik Negeri Bandung.
P.F. Stanbury & A. Whitaker. 1984. “Principles of Fermentation technology”, Pergamon Press.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar