Berikut ini merupakan
skema pembahasan dari makalah koloid yang akan kelompok kami sajikian :
( Sumber : Buku kimia jilid 2 untuk SMA kelas XI,
penerbit : phiBETA )
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.
Dengan adanya
makalah ini kita diajak memperoleh ilmu pengetahuan secara mandiri, kita harus
menyadari bahwa ilmu pengetahuan tidak hanya diperoleh di kelas, tetapi banyak
sumber yang dapat kita manfaatkan, oleh karena itu disusunlah makalah yang
berjudul SISTEM KOLOID yang tujuannya tidak lain adalah dapat memacu diri kita
dalam memperluas cakrawala Ilmu pengetahuan.
Sistem koloid berhubungan dengan proses-proses di
alam yang mencakup berbagai bidang. Hal tersebut dapat kita perhatikan dalam
tubuh makhluk hidup, yaitu makanan yang kita makan (dalam ukuran besar) sebelum
digunakan oleh tubuh. namun terlebih dahulu diproses sehingga berbentuk koloid.
Protoplasma dalam sel-sel makhluk hidup juga merupakan suatu koloid sehingga
proses-proses dalam sel melibatkan sistem koloid.
Dalam
kehidupan sehari-hari kita sering menjumpai beberapa produk yang merupakan
campuran dari beberapa zat, namun zat tersebut dapat bercampur secara merata /
homogen. Misalnya serbuk susu yang bercampur merata dengan air panas, atau es
krim yang agar tidak mencair harus disimpan di freezer atau lemari pendingin.
Dua contoh di atas merupakan contoh koloid yang ada dalam kehidupan
sehari-hari.
Kita
juga sering menjumpai sistem koloid pada lingkungan di sekitar kita, baik pada
udara, air, maupun tanah. Polutan padat yang tercampur dalam udara (asap dan
debu) merupakan sistem koloid. Air yang terdispersi dalam udara atau yang lebih
dikenal dengan kabut juga merupakan sistem koloid. Mineral-mineral yang
tercampur dalam tanah, yang dibutuhkan oleh tumbuhan untuk pertumbuhannya juga
merupakan sistem koloid.
1.2 Rumusan
Masalah.
Adapun yang menjadi
permasalahan dalam penulisan makalah ini meliputi hal-hal sebagai berikut:
a.
Bagaimana
komponen dan pengelompokkan sistem koloid?
b.
Bagaimana
sifat-sifat koloid?
c.
Bagaimana
cara pembuatan koloid?
1.3 Tujuan Penulisan.
- Menjelaskan komponen dan pengelompokkan koloid!
- Menjelaskan sifat-sifat koloid!
- Menjelaskan cara pembuatan koloid!
1.4 Metode penelitian
Dalam
penyelesaian penyususunan makalah ini penulis melakukan studi kepustakaan, yang diambil dari
beberapa buku dan internet.
1.5 Sistematika
Dalam penyusunan
makalah ini, penulis mencantumkan dalam beberapa bab. Bab 1 berisi tentang
latar belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan, metode penelitian, sistematika penulisan
dan telaa pustaka. Bab 2 berisi
tentang landasan teori dan pembahasan masalah yang diambil yaitu tentang koloid. Bab 3 berisi tentang kesimpulan.
1.6 Telaah pustaka
a.
Istilah
“KOLOID” diusahakan oleh Thomas Graham (1805-1869). Dari Inggris tahun 1861.
b.
Persitiwa
penghamburan cahaya oleh partikel koloid disebut efek Tyndall, sebab hal ini
mula-mula diterangkan oleh Jhon Tyndall (1820-1895) . Ahli Fisika bangsa
Inggris.
c.
Gerakan
acak dari partikel koloid dalam medium pendispersinya ini disebut gerak Brown,
berdasarkan nama ahli Botani bangsa Inggris yang menemukan gerakan ini pada
tahun 1827, yaitu Robert Brown (1773-1858).
d.
Untuk
mengurangi zat pencemar udara yang dikeluarkan dari cerobong asap pabrik.
Metode ini dikembangkan oleh Frederick Cottrell (1877-1948) dari Amerika
Serikat.
BAB II KOLOID
2.1 Pengertian koloid
Pada
kehidupan sehari-hari ini, sering kita temui beberapa produk yang merupakan
campuran dari beberapa zat, tetapi zat tersebut dapat bercampur secara merata/ homogen.
Misalnya saja saat ibu membuatkan susu untuk adik, serbuk/ tepung susu
bercampur secara merata dengan air panas. Produk-produk seperti itu adalah
sistem koloid.
Koloid adalah suatu campuran
zat heterogen (dua fase) antara dua zat atau lebih di
mana partikel-partikel zat yang berukuran koloid (fase terdispersi/yang
dipecah) tersebar secara merata di dalam zat lain (medium
pendispersi/ pemecah). Ukuran partikel koloid berkisar antara 1-100 nm. Ukuran yang dimaksud
dapat berupa diameter, panjang, lebar, maupun tebal dari suatu partikel. Contoh lain dari sistem koloid adalah adalah tinta, yang
terdiri dari serbuk-serbuk warna (padat) dengan cairan (air). Selain tinta,
masih terdapat banyak sistem koloid yang lain, seperti mayones, hairspray,
jelly, dll.
Keadaan koloid atau sistem koloid atau suspensi koloid
atau larutan koloid atau suatu koloid adalah suatu campuran berfasa dua yaitu
fasa terdispersi dan fasa pendispersi dengan ukuran partikel terdispersi
berkisar antara 10-7 sampai dengan 10-4 cm. Besaran partikel yang terdispersi, tidak
menjelaskan keadaan partikel tersebut. Partikel dapat terdiri atas atom,
molekul kecil atau molekul yang sangat besar. Koloid emas terdiri atas
partikel-partikel dengan bebagai ukuran, yang masing-masing mengandung jutaan
atom emas atau lebih. Koloid belerang terdiri atas partikel-partikel yang
mengandung sekitar seribu molekul S8. Suatu contoh molekul yang sangat besar
(disebut juga molekul makro) ialah haemoglobin. Berat molekul dari molekul ini
66800 s.m.a dan mempunyai diameter sekitar 6 x 10-7.
2.2 Jenis-jenis Koloid
Berdasarkan
jenis fase terdispersi dan medium pendispersinya dikenal delapan macam system
koloid, yaitu :
No.
|
Fase
|
Medium
|
Nama Koloid
|
Contoh
|
1.
|
Gas
|
Cair
|
Buih/busa
|
Buih sabun, buih sampho, buih detergen, krim kocok, ombak, dll
|
2.
|
Gas
|
Padat
|
Busa padat
|
Batu
apung, karet busa, lava, biskuit
|
3.
|
Cair
|
Gas
|
Aerosol cair
|
Kabut, awan, pengeras rambut(hair sparay), dan obat semprot
|
4.
|
Cair
|
Cair
|
Emulsi cair
|
Susu,
santan, es krim, minyak ikan, dan mayones
|
5.
|
Cair
|
Padat
|
Emulsi padat
|
Keju, mentega, mutiara,
selai, jeli, nasi, agar-agar, lateks, semir padat, dan lem padat
|
6.
|
Padat
|
Gas
|
Aerosol padat
|
Asap,
debu di udara, dan asap buangan knalpot
|
7.
|
Padat
|
Cair
|
Sol (gel)
|
Sol emas, sol belerang,
cat, tinta, kanji, lotion, putih telur, air Lumpur, semir cair, dan lem cair
|
8.
|
Padat
|
Padat
|
Sol padat
|
Paduan logam (alloy), kaca
berwarna, gelas warna, intan, tanah, permata, perunggu, dan kuningan
|
Berdasarkan
ukuran fase terdispersinya, system dipersi dibedakan menjadi tiga, yaitu :
larutan sejati, koloid dan suspensi. Sifat dari masing masing
system disperse tersebut adalah :
2.3
Sifat – sifat
koloid
2.3.1 Efek Tyndal
Efek Tyndall adalah gejala penghamburan
berkas sinar (cahaya) oleh partikel-partikel koloid. Hal ini disebabkan karena
ukuran molekul koloid yang cukup besar. Efek tyndall ini ditemukan oleh John
Tyndall (1820-1893), seorang ahli fisika Inggris. Oleh karena itu sifat itu
disebut efek tyndall.
Efek tyndall adalah efek yang terjadi jika suatu larutan terkena sinar.
Pada saat larutan sejati (gambar kiri) disinari dengan cahaya, maka larutan
tersebut tidak akan menghamburkan cahaya, sedangkan pada sistem koloid (gambar
kanan), cahaya akan dihamburkan. hal itu terjadi karena partikel-partikel
koloid mempunyai partikel-partikel yang relatif besar untuk dapat menghamburkan
sinar tersebut. Sebaliknya, pada larutan sejati, partikel-partikelnya relatif
kecil sehingga hamburan yang terjadi hanya sedikit dan sangat sulit diamati.
2.3.2
Gerak Brown
Gerak Brown ialah gerakan
partikel-partikel koloid yang senantiasa bergerak lurus tapi tidak menentu
(gerak acak/tidak beraturan). Jika kita amati koloid dibawah mikroskop ultra,
maka kita akan melihat bahwa partikel-partikel tersebut akan bergerak membentuk
zigzag. Pergerakan zigzag ini dinamakan gerak Brown. Partikel-partikel suatu
zat senantiasa bergerak.
Gerakan tersebut dapat bersifat acak seperti pada zat
cair dan gas, atau hanya bervibrasi di tempat seperti pada zat padat. Untuk
koloid dengan medium pendispersi zat cair atau gas, pergerakan
partikel-partikel akan menghasilkan tumbukan dengan partikel-partikel koloid
itu sendiri. Tumbukan tersebut berlangsung dari segala arah. Oleh karena ukuran
partikel cukup kecil, maka tumbukan yang terjadi cenderung tidak seimbang.
Sehingga terdapat suatu resultan tumbukan yang menyebabkan perubahan arah gerak
partikel sehingga terjadi gerak zigzag atau gerak Brown. Semakin kecil ukuran
partikel koloid, semakin cepat gerak Brown terjadi. Demikian pula, semakin
besar ukuran partikel koloid, semakin lambat gerak Brown yang terjadi. Hal ini
menjelaskan mengapa gerak Brown sulit diamati dalam larutan dan tidak ditemukan
dalam zat padat (suspensi). Gerak Brown juga dipengaruhi oleh suhu. Semakin
tinggi suhu system koloid, maka semakin besar energi kinetic yang dimiliki
partikel-partikel medium pendispersinya. Akibatnya, gerak Brown dari
partikel-partikel fase terdispersinya semakin cepat. Demikian pula sebaliknya,
semakin rendah suhu system koloid, maka gerak Brown semakin lambat.
Berikut ini merupakan contoh gambar dari terjadinya gerak brown dan
penampakan gerak brown di bawah mikroskop :
2.3.3
Adsorpsi
Absorpsi ialah peristiwa
penyerapan partikel atau ion atau senyawa lain pada permukaan partikel koloid
yang disebabkan oleh luasnya permukaan partikel. Zat yang diserap
disebut fase terserap dan zat yang menyerap disebut adsorpen. Disebabkan karena
gaya tarik molekul-molekul pada permukaan adsorpen.
(Catatan : Absorpsi
harus dibedakan dengan absorpsi yang artinya penyerapan yang terjadi di dalam
suatu partikel). Contoh : (i) Koloid Fe(OH)3 bermuatan positif karena permukaannya
menyerap ion H+. (ii) Koloid As2S3 bermuatan
negatif karena permukaannya menyerap ion S2.
Pemanfaatan
adsorpsi dalam kehidupan sehari-hari antara lain :
1.
Proses pemutihan gula pasir
2.
Penyembuhan sakit perut dengan serbuk
karbon atau norit
3.
Penjernihan air keruh dengan menggunakan
tawa (Al2(SO4)3)
4.
Penggunaan arang aktif
5.
Penggunaan arang halus pada masker,
berfungsi untuk menyerap gas yang beracun
6.
Filter pada rokok, yang berfungsi untuk
mengikat asap nikotin dan tar
2.3.4
Koagulasi
Koagulasi adalah penggumpalan partikel koloid dan
membentuk endapan. Dengan terjadinya koagulasi, berarti zat terdispersi tidak
lagi membentuk koloid. Koagulasi dapat terjadi secara fisik seperti pemanasan,
pendinginan dan pengadukan atau secara kimia seperti penambahan elektrolit,
pencampuran koloid yang berbeda muatan. Proses kimkia yang dapat menyebabkan terjadinya koagulasi,
misalnya:
1. Pencampuran koloid yang
berbeda muatan
Bila sistem koloid yang
berbeda muatan dicampurkan, akan menyebabkan terjadinya koagulasi dan akhirnya
mengendap. Misalnya, sol Fe(OH)3 yang bermuatan positif akan
mengalami koagulasi bila dicampur sol As2O3. Dengan
adanya peristiwa tersebut, maka bila anda mempunyai tinta dari merk yang
berbeda, yang satu merupakan koloid negatif dan yang lain koloid positif,
jangan sampai dicampurkan karena akan dapat terkoagulasi.
2. Adanya elektrolit
Bila koloid yang bermuatan
positif dicampurkan dengan suatu larutan elektrolit, maka ion-ion negatif dari
larutan elektrolit tersebut akan segera ditarik oleh partikel-partikel koloid
positif tersebut, dan akibatnya ukuran koloid sangat besar dan akan mengalami
koagulasi. Sebaliknya, koloid negatif akan menyerap ion positif dari suatu
llarutan elektrolit.
Proses
Koagulasi dalam kehidupan sehari-hari terjadi pada : perebusan telur, perebusan
Tahu, pembuatan lateks, proses penjernihan air, pembentukan delta di muara
sungai Pengolahan asap atau debu.
2.3.5
Kestabilan
Koloid
Terdapat beberapa gaya
pada sistem koloid yang menentukan kestabilan koloid, yaitu sebagai berikut :
1.
Gaya pertama ialah gaya tarik – menarik
yang dikenaln dengan gaya London – Van der Waals. Gaya ini menyebabkan partikel
– partikel koloid berkumpul membentuk agregat dan akhirnya mengendap.
2.
Gaya kedua ialah gaya tolak menolak.
Gaya ini terjadi karena pertumpangtindihan lapisan ganda listrik yang bermuatan
sama. Gaya tolak – menolak tersebut akan membuat dispersi koloid menjadi
stabil.
3.
Gaya ketiga ialah gaya tarik – menarik
antara partikel koloid dengan medium pendispersinya. Terkadang, gaya ini dapat
menyebabkan terjadinya agregasi partikel koloid dan gaya ini juga dapat
meningkatkan kestabilan sistem koloid secara keseluruhan.
Salah satu faktor yang
mempengaruhi stabilitas koloid ialah muatan permukaan koloid. Besarnya muatan
pada permukaan partikel dipengaruhi oleh konsentrasi elektrolit dalam medium
pendispersi. Penambahan kation pada permukaan partikel koloid yang bermuatan
negatif akan menetralkan muatan tersebut dan menyebabkan koloid menjadi tidak
stabil.
Banyak koloid yang harus dipertahankan dalam bentuk
koloid untuk penggunaannya. Contoh: es krim, tinta, cat. Untuk itu digunakan
koloid lain yang dapat membentuk lapisan di sekeliling koloid tersebut. Koloid
lain ini disebut koloid pelindung. Contoh: gelatin pada sol Fe(OH)3.Untuk
koloid yang berupa emulsi dapat digunakan emulgator yaitu zat yang dapat
tertarik pada kedua cairan yang membentuk emulsi. Contoh: sabun deterjen
sebagai emulgator dari emulsi minyak dan air.
2.3.6
Koloid Liofil
dan Koloid Liofob
Berdasarkan sifat adsorpsi dari partikel koloid
terhadap medium pendispersinya, kita mengenal dua macam koloid :
a.
Koloid liofil yaitu koloid yang ”senang
cairan” (bahasa Yunani : liyo = cairan; philia = senang). Partikel koloid akan
mengadsorpsi molekul cairan, sehingga terbentuk selubung di sekeliling partikel
koloid itu. Contoh koloid liofil adalah kanji, protein, dan agar-agar.
Ciri-ciri
koloid liofil adalah :
1.
Dapat dibuat langsung dengan
mencampurkan fase terdispersi dengan medium terdispersinya
2.
Mempunyai muatan yang kecil atau tidak
bermuatan
3.
Partikel-partikel sol liofil mengadsorpsi
medium pendispersinya.
4.
Terdapat proses solvasi/ hidrasi, yaitu
terbentuknya lapisan medium pendispersi yang teradsorpsi di sekeliling partikel
sehingga menyebabkan partikel sol liofil tidak saling bergabung
5.
Viskositas sol liofil > viskositas
medium pendispersi
6.
Tidak mudah menggumpal dengan penambahan
elektrolit
7.
Reversibel, artinya fase terdispersi sol
liofil dapat dipisahkan dengan koagulasi, kemudian dapat diubah kembali menjadi
sol dengan penambahan medium pendispersinya.
8.
Memberikan efek Tyndall yang lemah
9.
Dapat bermigrasi ke anode, katode, atau
tidak bermigrasi sama sekali.
b.
Koloid liofob yaitu koloid yang benci
cairan (phobia = benci). Partikel koloid tidak mengadsorpsi molekul cairan.
Contoh koloid liofob adalah sol sulfida dan sol logam
Ciri-ciri
dari koloid liofob adalah :
1.
Tidak dapat dibuat hanya dengan
mencampur fase terdispersi dan medium pendisperinya
2.
Memiliki muatan positif atau negative
3.
Partikel-partikel sol liofob tidak
mengadsorpsi medium pendispersinya. Muatan partikel diperoleh dari adsorpsi
partikel-partikel ion yang bermuatan listrik
4.
Viskositas sol hidrofob hampir sama
dengan viskositas medium pendispersi
5.
Mudah menggumpal dengan penambahan
elektrolit karena mempunyai muatan
6.
Irreversibel artinya sol liofob yang
telah menggumpal tidak dapat diubah menjadi sol
7.
Memberikan efek Tyndall yang jelas
8.
Akan bergerak ke anode atau katode,
tergantung jenis muatan partikel
Untuk lebih jelas dapat dilihat pada tabel berikut:
Sifat-Sifat
|
Sol Liofil
|
Sol Liofob
|
Pembuatan
|
Dapat dibuat
langsung dengan mencampurkan fase terdispersi dengan medium terdispersinya
|
Tidak dapat
dibuat hanya dengan mencampur fase terdispersi dan medium pendisperinya
|
Muatan
partikel
|
Mempunyai
muatan yang kecil atau tidak bermuatan
|
Memiliki
muatan positif atau negative
|
Adsorpsi
medium pendispersi
|
Partikel-partikel
sol liofil mengadsorpsi medium pendispersinya. Terdapat proses solvasi/
hidrasi, yaitu terbentuknya lapisan medium pendispersi yang teradsorpsi di
sekeliling partikel sehingga menyebabkan partikel sol liofil tidak saling
bergabung
|
Partikel-partikel
sol liofob tidak mengadsorpsi medium pendispersinya. Muatan partikel
diperoleh dari adsorpsi partikel-partikel ion yang bermuatan listrik
|
Viskositas
(kekentalan)
|
Viskositas sol
liofil > viskositas medium pendispersi
|
Viskositas sol
hidrofob hampir sama dengan viskositas medium pendispersi
|
Penggumpalan
|
Tidak mudah
menggumpal dengan penambahan elektrolit
|
Mudah
menggumpal dengan penambahan elektrolit karena mempunyai muatan
|
Sifat
reversibel
|
Reversibel,
artinya fase terdispersi sol liofil dapat dipisahkan dengan koagulasi,
kemudian dapat diubah kembali menjadi sol dengan penambahan medium
pendispersinya
|
Irreversibel
artinya sol liofob yang telah menggumpal tidak dapat diubah menjadi sol
|
Efek Tyndall
|
Memberikan
efek Tyndall yang lemah
|
Memberikan
efek Tyndall yang jelas
|
Migrasi dalam
medan listrik
|
Dapat
bermigrasi ke anode, katode, atau tidak bermigrasi sama sekali
|
Akan bergerak
ke anode atau katode, tergantung jenis muatan partikel
|
2.4
Pembuatan sistem koloid
Bila
ditinjau dari pengubahan ukuran partikel zat terdispersi, maka cara pembuatan
koloid dapat dibedakan menjadi dua cara, yaitu :
2.4.1
Cara Dispersi
Cara
dispersi dilakukan dengan cara memperkecil ukuran partikel. Cara ini melibatkan
pengubahan ukuran partikel besar (misalnya : suspensi atau padatan) menjadi
ukuran partikel koloid.
2.4.2
Cara Kondensasi
Sebaliknya
dengan cara dispersi, cara kondensasi dilakukan dengan memperbesar ukuran pertikel,
umumnya dari larutan diubah menjadi koloid.
Berikut merupakan contoh-contoh dari
cara kondensasi :
a.
Reaksi dekomposisi rangkap
Misalnya:
- Sol As2S3 dibuat dengan gaya mengalirkan H2S dengan
perlahan-lahan melalui larutan As2O3 dingin sampai terbentuk sol As2S3 yang
berwarna kuning terang;
As2O3 (aq) + 3H2S(g) à As2O3 (koloid) + 3H2O(l)
(Koloid As2S3 bermuatan negatif karena permukaannya menyerap ion S2-)
As2O3 (aq) + 3H2S(g) à As2O3 (koloid) + 3H2O(l)
(Koloid As2S3 bermuatan negatif karena permukaannya menyerap ion S2-)
- Sol AgCl dibuat
dengan mencampurkan larutan AgNO3 encer dan larutan HCl encer;
AgNO3 (ag) + HCl(aq) à AgCl (koloid) + HNO3 (aq)
Berikut ini merupakan contoh gambar dari Sol As2S3 :
b.
Pemanasan nitrat
Jika dipanaskan, kebanyakan nitrat cenderung
mengalami dekomposisi membentuk oksida logam, nitrogen dioksida berupa asap
coklat, dan oksigen.
Sebagai contoh, nitrat
Golongan 2 yang sederhana seperti magnesium nitrat mengalami dekomposisi
dengan reaksi sebagai berikut :
Pada Golongan 1,
ithium nitrat mengalami proses dekomposisi yang sama - menghasilkan lithium
oksida, nitrogen dioksida dan oksigen.
Akan tetapi, nitrat dari unsur selain lithium dalam
Golongan 1 tidak terdekomposisi sempurna (minimal tidak terdekomposisi pada
suhu Bunsen) - menghasilkan logam nitrit dan oksigen, tapi tidak menghasilkan
nitrogen oksida.
Semua nitrat dari natrium sampai cesium terdekomposisi
menurut reaksi di atas, satu-satunya yang membedakan adalah panas yang harus
dialami agar reaksi bisa terjadi. Semakin ke bawah golongan, dekomposisi akan
semakin sulit, dan dibutuhkan suhu yang lebih tinggi.
Pemanasan karbonat
Jika dipanaskan, kebanyakan karbonat cenderung mengalami
dekomposisi membentuk oksida logam dan karbon dioksida.
Sebagai contoh, karbonat Golongan 2 sederhana seperti kalsium karbonat
terdekomposisi sebagai berikut:
Pada Golongan 1, lithium karbonat mengalami proses dekomposisi yang sama -
menghasilkan lithium oksida dan karbon dioksida.
Karbonat dari unsur-unsur selain lithium pada Golongan 1
tidak terdekomposisi pada suhu Bunsen, walaupun pada suhu yang lebih tinggi
mereka akan terdekomposisi. Suhu dekomposisi lagi-lagi meningkat semakin ke
bawah Golongan.
2.5 Kegunaan koloid
Sistem koloid
banyak digunakan pada kehidupan sehari-hari, terutama dalam kehidupan
sehari-hari. Hal ini disebabkan sifat karakteristik koloid yang penting, yaitu
dapat digunakan untuk mencampur zat-zat yang tidak dapat saling melarutkan
secara homogen dan bersifat stabil untuk produksi dalam skala besar.
Berikut ini adalah tabel
aplikasi koloid:
Jenis industry
|
Contoh
aplikasi
|
Industri
makanan
|
Keju, mentega,
susu, saus salad
|
Industri kosmetika dan perawatan
tubuh
|
Krim, pasta gigi, sabun
|
Industri
cat
|
Cat
|
Industri
kebutuhan rumah tangga
|
Sabun, deterjen
|
Industri
pertanian
|
Peptisida dan insektisida
|
Industri
farmasi
|
Minyak ikan, pensilin untuk
suntikan
|
Berikut ini adalah penjelasan
mengenai aplikasi koloid:
2.5.1 Pemutihan Gula
Gula tebu yang masih berwarna dapat
diputihkan. Dengan melarutkan gula ke dalam air, kemudian larutan dialirkan
melalui sistem koloid tanah diatomae atau karbon. Partikel koloid akan
mengadsorpsi zat warna tersebut. Partikel-partikel koloid tersebut mengadsorpsi
zat warna dari gula tebu sehingga gula
dapat berwarna
putih.
2.5.2 Penggumpalan Darah
Darah mengandung
sejumlah koloid protein yang bermuatan negatif. Jika terjadi luka, maka luka
tersebut dapat diobati dengan pensil stiptik atau tawas yang mengandung ion-ion
Al3+ dan Fe3+. Ion-ion tersebut membantu agar
partikel koloid di protein bersifat netral sehingga proses penggumpalan darah
dapat lebih mudah dilakukan.
Berikut ini merupakan contoh gambar proses pencucian darah
:
2.5.3 Penjernihan Air
Air keran (PDAM)
yang ada saat ini mengandung partikel-partikel koloid tanah liat,lumpur, dan
berbagai partikel lainnya yang bermuatan negatif. Oleh karena itu, untuk
menjadikannya layak untuk diminum, harus dilakukan beberapa langkah agar
partikel koloid tersebut dapat dipisahkan. Hal itu dilakukan dengan cara
menambahkan tawas (Al2SO4)3.Ion Al3+ yang terdapat pada tawas tersebut akan
terhidroslisis membentuk partikel koloid Al(OH)3 yang bermuatan positif melalui reaksi:
Al3+ +
3H2O
à Al(OH)3 + 3H+
Setelah itu,
Al(OH)3 menghilangkan muatan-muatan negatif dari
partikel koloid tanah liat/lumpur dan terjadi koagulasi pada lumpur. Lumpur
tersebut kemudian mengendap bersama tawas yang juga mengendap karena pengaruh
gravitasi. Berikut ini adalah skema proses
penjernihan air secara lengkap:
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Partikel koloid dapat menghamburkan cahaya sehingga
berkas cahaya yang melalui sistem koloid. Dapat diamati dari samping sifat
partikel koloid ini disebut efek Tyndall. Jika diamati dengan mikroskop ultra
ternyata partikel koloid senantiasa bergerak dengan gerak patah-patah yang
disebut gerak Brown. Gerak Brown terjadi karena tumbukan tak simetris antara
molekul medium dengan partikel koloid.
Koloid dapat mengadsorpsi ion atau zat lainpada
permukaannya, dan oleh karena luas permukaannya yang relatif besar, maka koloid
mempunyai daya adsorpsi yang besar. Adsorpsi ion-ion oleh partikel koloid
membuat partikel koloid menjadi bermuatan listrik. Muatan koloid menyebabkan
gaya tolak-menolak di antara partikel koloid,sehingga menjadi stabil (tidak mengalami
sedimentasi). Muatan partikel koloid dapat ditunjukkan dengan elektroforesis,
yaitu pergerakan partikel koloid dalam medan listrik.
Penggumpalan partikel koloid disebut koagulasi. Koagulasi
dapat terjadi karena berbagai hal, misalnya pada penambahan elektrolit.
Penambahan elekrolit akan menetralkan muatan koloid, sehingga faktor yang
menstabilkannya hilang. Campuran koloid dapat dipisahkan dari ion-ion atau
partikel terlarut lainnya melalui dialisis.
Koloid yang medium dispersinya berupa cairan dibedakan
atas koloid liofil dan koloid liofob. Koloid liofil mempunyai interaksi yang
kuat dengan mediumnya; sebaliknya, pada koloid liofob interaksinya tersebut
tidak ada atau sangat lemah. Banyak sekali produk industri dalam bentuk koloid,
terutama karena dengan bentuk koloid, maka zat-zat yang tidak saling melarutkan
dapat disajikan homogen secara makroskopis.
Pengolahan air bersih memanfaatkan sifat koloid, yaitu
adsorpsi dan koagulasi. Pada pengolahan air bersih digunakan tawas (alumunium
sulfat), kaporit (klorin) dan kapur.
Koloid dapat dibuat dengan cara dispersi atau kondensasi. Pada cara
dispersi, bahan kasar dihaluskan kemudian didispersikan ke dalam medium
dispersinya. Pada cara kondensasi, koloid dibuat dari larutan di mana atom atau
molekul mengalami agregasi (pengelompokan), sehingga menjadi partikel koloid.
Sabun dan detergen bekerja sebagai bahan aktif permukaan yang fungsinya
mengelmusikan lemak ke dalam air. Asbut adalah suatu bentuk pencemaran yang
merupakan sistem koloid.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar