BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Sungai adalah salah satu sumber daya alam yang
bersifat mengalir, sehingga pemanfaatan air di hulu akan menghilangkan peluang
di hilir. Pencemaran di hulu akan menyebabkan biaya social di hilir (extematily effect) dan pelestarian di
hulu akan bermanfaat di hilir. Sungai sangat bermanfaat bagi manusia dan juga
bermanfaat bagi biota air.
Air merupakan sumber daya alam yang memenuhi hajat
hidup orang banyak sehingga perlu dilindungi agar dapat bermanfaat bagi hidup
dan kehidupan manusia serta makhluk hidup lainnya. Untuk menjaga atau mencapai
kualitas air sehingga dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan sesuai dengan
tingkat mutu air yang diinginkan, maka perlu upaya pelestarian dan
pengendalian. Pelestarian kualitas air merupakan upaya untuk memelihara fungsi
air agar kualitasnya tetap pada kondisi alamiah. Pengelolaan kuaitas air
dilakukan dengan upaya pengendalian pencemaran air, yaitu dengan upaya
memelihara fungsi air sehingga kualitas air memenuhi baku mutu. Air yang relatif bersih sangat
didambakan oleh manusia, baik untuk keperluan hidup sehari-hari, keperluan industri, untuk kebersihan sanitasi kota,
maupun untuk keperluan pertanian dan lain sebagainya.
Dewasa ini air menjadi masalah yang perlu mendapat
perhatian serius. Untuk memperoleh air yang baik sesuai dengan standar
tertentu, saat ini menjadi barang yang mahal, karena air sudah banyak tercemar
oleh limbah-limbah dari berbagai hasil kegiatan manusia. Sehingga secara
kualitas, sumber daya air telah mengalami penurunan. Demikian pula secara
kuantitas, yang sudah tidak dapat memenuhi kebutuhan manusia yang terus
meningkat.
Apabila diperhatikan dari hari ke hari makin banyak
berita-berita mengenai pencemaran sungai. Pencemaran sungai ini terjadi dimana-mana. Krisis air juga
tejadi di hampir seluruh Pulau Jawa dan sebagian Pulau Sumatera, terutama di
kota-kota besar baik akibat pencemaran limbah cair industri, rumah tangga
ataupun pertanian.
Pencemaran sungai di banyak wilayah di Indonesia telah
mengakibatkan terjadinya krisis air bersih. Kurangnya kesadaran warga sekitar
serta lemahnya pengawasan pemerintah dan keengganan mereka untuk melakukan
penegakan hukum yang benar menjadikan masalah pencemaran sungai menjadi hal
yang kronis yang semakin lama semakin parah.
1.2 Rumusan
Masalah
1.1.1
Apa yang dimaksud pencemaran
sungai
1.1.2
Apa saja yang menjadi indikator pencemaran sungai
1.1.3
Apa saja yang menjadi sumber pencemaran sungai
1.1.4
Apa dampak dari pencemaran sungai
1.1.5
Bagaimana mencegah pencemaran sungai
1.1.6
Bagaimana menanggulangi pencemaran sungai
1.3 Tujuan
Penulisan
Berdasarkan latar belakang diatas, maka tulisan ini
bertujuan untuk mengupas mengenai pencemaran sungai. Secara khusus akan dibahas
sumber, dampak dan pencegahan serta penanggualangan pencemaran sungai yang
tentu saja tidak lepas dari pengertian dan perspektif hukum dari
pencemaran sungai serta indikator pencemaran tersebut. Diharapkan dengan adanya
penjelasan mengenai dampak pencemaran sungai beserta cara penanggulangan,
timbul kesadaran dari kita semua akan
betapa pentingnya sungai bagi kehidupan yang pada akhirnya pencemaran
sungai dapat dikurangi sehingga didapat sumber air yang aman dan sesuai baku
mutu.
BAB II
PENCEMARAN SUNGAI
2.1 Pencemaran Sungai
Air merupakan sumber
kehidupan di muka bumi ini, kita semua bergantung pada air. Untuk itu
diperlukan air yang dapat dipergunakan sebagaimana mestinya. Tapi pada
akhir-akhir ini, persoalan penyediaan air yang memenuhi syarat menjadi masalah
seluruh umat manusia. Dari segi kualitas dan kuantitas air telah berkurang yang
disebabkan oleh pencemaran.
Pencemaran air
sungai terjadi apabila dalam air sungai terdapat berbagai macam zat atau
kondisi yang dapat menurunkan standar kualitas air yang telah ditentukan,
sehingga tidak dapat digunakan untuk kebutuhan tertentu. Suatu sumber air
dikatakan tercemar tidak hanya karena tercampur dengan bahan pencemar, akan
tetapi apabila air tersebut tidak sesuai dengan kebutuhan tertentu, sebagai
contoh suatu sungai yang mengandung logam berat atau mengandung bakteri
penyakit masih dapat digunakan untuk kebutuhan industri atau sebagai pembangkit
tenaga listrik, akan tetapi tidak dapat digunakan untuk kebutuhan rumah tangga.
Dalam praktek
operasionalnya, pencemaran lingkungan hidup tidak pernah ditunjukkan secara
utuh, melainkan sebagai pencemaraan dari komponen-komponen lingkungan hidup,
seperti pencemaran air, pencemaran air sungai, pencemaran air laut, pencemaran
air tanah dan pencemaran udara. Dengan demikian, definisi
pencemaran air mengacu pada definisi lingkungan hidup yang ditetapkan dalam UU
tentang lingkungan hidup yaitu UU No. 23/1997.
Menurut UU Republik Indonesia No 23
tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang dimaksud dengan
pencemaran lingkungan hidup yaitu; masuknya
atau dimasukkannya mahluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain ke dalam
lingkungan hidup, oleh kegiatan manusia sehingga kualitasnya turun sampai ke
tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan hidup tidak dapat berfungsi sesuai
dengan peruntukkannya. Demikian pula dengan lingkungan air yang terdapat di
sungai yang dapat tercemar karena masuknya atau dimasukannya mahluk hidup atau
zat yang membahayakan bagi kesehatan. Air sungai dikatakan tercemar apabila
kualitasnya turun sampai ke tingkat yang membahayakan sehingga air tidak bisa
digunakan sesuai peruntukannya.
2.2 Bahan Pencemar Air Sungai
Pada dasarnya bahan
pencemar air dikelompokan menjadi :
a) Sampah yang
dalam proses penguraiannya memerlukan oksigen yaitu sampah yang
mengandung senyawa organik, misalnya sampah industri makanan, sampah
industri gula tebu, sampah rumah tangga (sisa-sisa makanan), kotoran
manusia dan kotoran hewan, serta tumbuh-tumbuhan dan hewan yang mati. Untuk
proses penguraian sampah-sampah tersebut memerlukan banyak oksigen, sehingga
apabila sampah-sampah tersbut terdapat dalam sumber air seperti sungai, maka
sungai tersebut akan kekurangan oksigen, ikan-ikan dan organisme dalam sungai
akan mati kekurangan oksigen. Selain itu proses penguraian sampah yang
mengandung protein (hewani/nabati) akan menghasilkan gas H2S
yang berbau busuk, sehingga air tidak layak untuk diminum atau untuk mandi.
C, H, S, N
(senyawa organik) + O2
à CO2 + H2O + H2S +
NO + NO2
Gambar
2.2.1 Pencemaran sungai oleh sampah
b)
Bahan buangan padat, yang
dimaksud bahan buangan padat adalah adalah bahan buangan yang berbentuk padat,
baik yang kasar atau yang halus, misalnya sampah. Buangan tersebut bila dibuang
ke air menjadi pencemaran dan akan menimbulkan pelarutan, pengendapan ataupun
pembentukan koloidal. Apabila bahan
buangan padat tersebut menimbulkan pelarutan, maka kepekatan atau berat jenis
air akan naik. Kadang-kadang pelarutan ini disertai pula
dengan perubahan warna air. Air yang mengandung larutan pekat dan berwarna
gelap akan mengurangi penetrasi sinar matahari ke dalam air. Sehingga proses
fotosintesa tanaman dalam air akan terganggu. Jumlah oksigen terlarut dalam air
menjadi berkurang, kehidupan organisme dalam air juga terganggu. Terjadinya
endapan di dasar perairan akan sangat mengganggu kehidupan organisme dalam air,
karena endapan akan menutup permukaan dasar air yang mungkin mengandung telur
ikan sehingga tidak dapat menetas. Selain itu, endapan juga dapat menghalangi
sumber makanan ikan dalam air serta menghalangi datangnya sinar matahari.
Pembentukan koloidal terjadi bila buangan tersebut berbentuk halus, sehingga
sebagian ada yang larut dan sebagian lagi ada yang melayang-layang sehingga air
menjadi keruh. Kekeruhan ini juga menghalangi penetrasi sinar matahari,
sehingga menghambat fotosintesa dan berkurangnya kadar oksigen dalam air.
Gambar 2.2.2
Bahan buangan padat yang mencemari sungai
c) Bahan
pencemar penyebab terjadinya penyakit, yaitu bahan pencemar yang mengandung
virus dan bakteri misal bakteri coli
yang dapat menyebabkan penyakit saluran pencernaan (disentri, kolera, diare,
tyfus) atau penyakit kulit. Bahan pencemar ini berasal dari limbah rumah
tangga, limbah rumah sakit atau dari kotoran hewan/manusia.
Gambar 2.2.3 Penyakit akibat pencemaran sungai
d) Bahan pencemar senyawa anorganik/mineral,
Bahan buangan anorganik sukar didegradasi oleh mikroorganisme,
umumnya adalah logam. Apabila masuk ke
perairan, maka akan terjadi peningkatan jumlah ion logam dalam air. Bahan
buangan anorganik ini biasanya berasal dari limbah industri yang melibatkan
penggunaan unsur-unsur logam seperti timbal (Pb), Arsen (As), Cadmium (Cd), air
raksa atau merkuri (Hg), Nikel (Ni), Calsium (Ca), Magnesium (Mg) dll.
Kandungan ion Mg dan Ca dalam air akan menyebabkan air bersifat
sadah. Kesadahan air yang
tinggi dapat merugikan karena dapat merusak peralatan yang terbuat dari besi
melalui proses pengkaratan (korosi). Juga dapat menimbulkan endapan atau kerak
pada peralatan. Apabila ion-ion logam berasal dari logam berat maupun yang
bersifat racun seperti Pb, Cd ataupun Hg, maka air yang mengandung ion-ion
logam tersebut sangat berbahaya bagi tubuh manusia, air tersebut tidak layak
minum. Bahan pencemar
berupa logam-logam berat yang
masuk ke dalam tubuh biasanya melalui makanan dan dapat tertimbun dalam
organ-organ tubuh seperti ginjal, hati, limpa saluran pencernaan lainnya
sehingga mengganggu fungsi organ tubuh tersebut.
Gambar 2.2.4 Pencemaran sungai
oleh limbah logam
e) Bahan pencemar organik yang tidak dapat diuraikan oleh mikroorganisme yaitu senyawa organik berasal dari pestisida, herbisida, polimer seperti
plastik, deterjen, serat sintetis, limbah industri dan limbah minyak.
Adanya bahan buangan zat kimia yang berupa sabun
(deterjen, sampo dan bahan pembersih lainnya yang berlebihan di dalam air ditandai
dengan timbulnya buih-buih sabun pada permukaan air. Sebenarnya ada perbedaan
antara sabun dan deterjen serta bahan pembersih lainnya. Sabun berasal dari
asam lemak (stearat, palmitat atau oleat) yang direaksikan dengan basa Na(OH)
atau K(OH), berdasarkan reaksi kimia berikut ini :
C17H35COOH +
Na(OH) → C17H35COONa
+ H2O
Asam stearat basa sabun
Sebagian dari bahan
pencemar ini tidak dapat dimusnahkan oleh mikroorganisme, sehingga akan
menggunung dimana-mana serta larutan sabun akan menaikkan pH air
hingga 10,5-11 sehingga dapat mengganggu kehidupan organisme di dalam air.
Deterjen yang menggunakan bahan non-fosfat
dapat mengganggu kehidupan dan kesejahteraan makhluk hidup.
Gambar
2.2.5 Bahan organik
yang tidak dapat diuraikan oleh mikroorganisme
f) Bahan
pencemar berupa makanan tumbuh-tumbuhan seperti senyawa nitrat, senyawa
fosfat dapat menyebabkan tumbuhnya alga (ganggang) dengan pesat sehingga
menutupi permukaan air sungai. Selain itu akan mengganggu ekosistem air, mematikan ikan dan organisme
dalam air, karena kadar oksigen dan sinar matahari berkurang. Hal ini
disebabkan oksigen dan sinar matahari yang diperlukan organisme dalam air
(kehidupan akuatik) terhalangi dan tidak dapat masuk ke dalam air.
Gambar 2.2.6 Sungai yang dicemari oleh tumbuhan alga
hijau
g) Bahan pencemar berupa zat radioaktif, pembuangan sisa zat radioaktif ke air lingkungan secara
langsung yang berasal dari aplikasi teknologi nuklir yang menggunakan zat
radioaktif, sebagai contoh adalah aplikasi teknologi nuklir pada bidang
pertanian, kedokteran, farmasi dan lain-lain. Adanya zat
radioaktif dalam air lingkungan jelas sangat membahayakan bagi lingkungan dan
manusia. Zat radioaktif dapat menimbulkan kerusakan biologis baik melalui efek
langsung atau efek tertunda. Zat
radioaktif dapat
menyebabkan penyakit kanker, merusak sel dan jaringan tubuh lainnya. Bahan
pencemar ini berasal dari limbah PLTN dan dari percobaan-percobaan nuklir
lainnya.
Gambar 2.2.7 Pencemaran sungai akibat limbah nuklir
h) Bahan pencemar berupa endapan/sedimen seperti tanah dan lumpur
akibat erosi pada tepi sungai atau partikulat-partikulat padat/lahar yang
disemburkan oleh gunung berapi yang meletus, lalu menyebabkan air menjadi
keruh, masuknya sinar matahari berkurang, dan air kurang mampu mengasimilasi
sampah.
Gambar 2.2.8 Gunung merapi meletus
i) Bahan
pencemar berupa kondisi, berasal dari limbah pembangkit tenaga listrik atau
limbah industri yang menggunakan air sebagai pendingin. Bahan pencemar panas
ini menyebabkan suhu air sungai meningkat tidak sesuai untuk kehidupan akuatik
(organisme, ikan dan tanaman dalam sungai). Tanaman, ikan dan organisme yang mati ini akan terurai
menjadi senyawa-senyawa organik. Untuk proses penguraian senyawa organik ini
memerlukan oksigen, sehingga terjadi penurunan kadar oksigen dalam sungai.
Gambar 2.2.9 Bahan pencemar sungai berupa kondisi panas
2.3 Indikator Pencemaran Air Sungai
Indikator atau tanda bahwa air lingkungan telah tercemar
adalah adanya perubahan atau tanda yang dapat diamati yang dapat digolongkan
menjadi :
a.
Pengamatan
secara fisis, yaitu pengamatan pencemaran air berdasarkan tingkat kejernihan air
(kekeruhan), perubahan suhu, warna dan adanya perubahan warna, bau dan
rasa,
b.
Pengamatan
secara kimiawi, yaitu pengamatan pencemaran air berdasarkan zat kimia yang
terlarut dan perubahan pH,
c.
Pengamatan
secara biologis, yaitu pengamatan pencemaran air berdasarkan mikroorganisme yang ada dalam air, terutama
ada tidaknya bakteri pathogen.
Indikator yang umum diketahui
pada pemeriksaan pencemaran air sungai terbagi dua jenis, yaitu parameter kimia
dan parameter fisika. Parameter
kimia antara lain derajat keasaman (pH), Biologycal
Oxygen Demand
(BOD), Chemical Oxygen Demand
(COD), Dissolved Oxygen (DO), lemak dan minyak, serta Nitrogen
amoniak (NH3 – N), Sedangkan parameter fisika
antara lain suhu, Total Suspended Solid
(TSS) dan Total Dissolved Solid
(TDS).
2.3.1 Parameter
Kimia
a) Derajar Keasaman (pH), Derajat keasaman adalah ukuran untuk menentukan sifat asam
dan basa. Perubahan pH di suatu
air sangat berpengaruh terhadap proses fisika, kimia, maupun biologi dari organisme yang hidup di dalamnya. Derajat
keasaman diduga sangat
berpengaruh terhadap daya racun bahan pencemaran dan kelarutan beberapa gas, serta menentukan bentuk
zat didalam air. Nilai pH air
digunakan untuk mengekpresikan kondisi keasaman (kosentrasi ion hidrogen) air limbah. Skala pH
berkisar antara 1-14. Kisaran nilai pH 1-7 termasuk kondisi asam, pH 7-14 termasuk kondisi basa, dan pH 7
adalah kondisi netral. Air
limbah dan buangan industri akan mengubah pH air yang akhirnya akan mengganggu kehidupan
biota akuatik.
b) Biologycal Oxygen Demand (BOD), Kebutuhan oksigen Biokimia atau BOD adalah banyaknya
oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme untuk menguraikan bahan
organiknya yang mudah terurai. Bahan organik yang tidak mudah terurai umumnya
berasal dari limbah pertanian, pertambangan dan industri. Parameter BOD
ini merupakan salah satu parameter yang di lakukan dalam pemantauan
parameter air, khusunya pencemaran bahan organik yang
tidak mudah terurai. BOD menunjukkan jumlah oksigen yang dikosumsi oleh
respirasi mikro aerob yang terdapat dalam botol BOD yang diinkubasi
pada suhu sekitar 20 0C selama lima hari, dalam keadaan tanpa
cahaya. Kadar maksimum BOD5 yang
diperkenankan untuk kepentingan air minum dan menopang kehidupan organisme
akuatik adalah 3,0-6,0 mg/L berdasarkan UNESCO/WHO/UNEP, 1992. Sedangkan berdasarkan kep.51/MENKLH/10/1995 nilai BOD5
untuk baku mutu limbah cair bagi kegiatan industri golongan I adalah 50 mg/L
dan golongan II adalah 150 mg/L.
c) Chemical Oxygen Demand
(COD), Kebutuhan
oksigen kimiawi atau COD menggambarkan jumlah total oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan organik
secara kimiawi, baik yang
dapat didegradasi secara biologis maupun yang sukar didegradasi secara biologis
menjadi CO2 dan H2O.
Keberadaan bahan organik dapat berasal dari alam ataupun dari aktivitas rumah
tangga dan industri. Perairan yang memiliki nilai COD tinggi tidak
diinginkan bagi kepentingan perikanan dan petanian. Nilai COD pada perairan
yang tidak tercemar biasanya kurang dari 29 mg/liter. Sedangkan pada perairan
yang tercemar dapat lebih dari 200 mg/liter pada limbah industri dapat mencapai
60.000 mg/liter.
d) Dissolved Oxygen (DO), oksigen
terlarut atau DO adalah jumlah oksigen
yang diperlukan untuk proses
degradasi senyawa organik dalam air. Oksigen dapat dihasilkan dari
atmosfir atau dari hasil fotosintesis. Kelarutan oksigen dalam air bergantung
pada temperature dan tekanan atmosfir. Berdasarkan
data-data temperatur dan tekanan, maka kelarutan oksigen jenuh dalam air pada 25oC dan tekanan 1 atm adalah 8,32 mg/L
(Warlina, 1985).
e) Lemak dan
Minyak, Merupakan zat pencemar yang sering dimasukkan kedalam kelompok padatan,
yaitu padatan yang mengapung di atas permukaan air. Menurut Sugiharto (1987),
bahwa lemak tergolong benda organik yang relatif tidak mudah teruraikan oleh
bakteri. Terbentuknya emulsi air dalam minyak akan membuat lapisan yang menutup
permukaan air dan dapat merugikan, karena penetrasi sinar matahari ke dalam air
berkurang serta lapisan minyak menghambat pegambilan oksigen dari udara
sehingga oksigen terlarut menurun. Untuk air sungai kadar maksimum lemak dan minyak 1 mg/l.
f) Nitrogen Amoniak(NH3-N), Merupakan salah satu parameter dalam
menentukan kualitas air, baik air minum maupun air sungai. Amoniak
berupa gas yang berbau tidak enak sehingga 20 kadarnya harus rendah, pada
air minum kadarnya harus nol sedangkan air surgai kadarnya 0.5 mg/l.
2.3.2 Parameter Fisika
a) Suhu, Menurut Effendi (2003), suhu dari suatu badan air dipengaruhi oleh musim,
lintang (latitute), ketinggian dari permukaan laut, waktu
dalam hari, sirkulasi udara, penutupan awan, dan aliran serta kedalaman
badan air,
adalah salah satu faktor yang sangat penting bagi kehidupan organisme,
karena suhu mempengaruhi baik aktivitas metabolisme maupun
pengembangbiakan dari organisme-organisme tersebut.
b) Total Suspended Solid (TSS), Total Suspended Solid atau padatan tersuspensi adalah
padatan yang menyebabkan kekeruhan air, tidak terlarut, dan tidak dapat
mengendap. Padatan tersuspensi terdiri dan partikel-partikel yang ukuran
maupun beratnya lebih kecil dari pada sedimen, seperti bahan-bahan
Organik tertentu, tanah liat dan lainnya. Partikel menurunkan intensitas
cahaya yang tersuspensi dalam air umumnya terdiri dari fitoplankton,
zooplankton, kotoran hewan, sisa tanaman dan hewan, kotoran manusia dan
limbah industri.
c) Total Dissolved Solid (TDS), Total Dissolved Solid atau padatan terlarut adalah
padatan-padatan yang mempunyai ukuran lebih kecil dari padatan
tersuspensi. Bahan-bahan terlarut pada perairan alami tidak bersifat
toksik, akan tetapi jika berlebihan dapat meningkatkan nilai kekeruhan
yang selanjutnya akan menghambat penetrasi 21 cahaya matahari ke
kolom air dan akhirnya berpengaruh terhadap proses fotosintesis
diperairan.
2.4 Penyebab Terjadinya Pencemaran Sungai
Pencemaran
air sungai dapat disebabkan oleh dua faktor, yaitu pencemaran sungai yang
disebabkan oleh alam dan pencemaran sungai yang disebabkan oleh ulah manusia.
Pencemaran sungai yang disebabkan oleh alam antara lain akibat desposisi asam,
kebakaran hutan, meletusnya gunung berapi, serta endapan hasil erosi. Sementara
pencemaran sungai yang disebabkan oleh ulah manusia terbagi menjadi beberapa
sumber pencemaran, antara lain limbah industri, limbah pemukiman, limbah
pertanian, limbah rumah sakit, dan limbah pertambangan.
2.4.1 Pencemaran Sungai yang Disebabkan oleh Alam
a) Desposisi Asam, Kelebihan zat asam pada sungai akan mengakibatkan sedikitnya spesies yang bertahan. Jenis plankton dan
invertebrata merupakan mahkluk yang paling pertama mati akibat pengaruh
pengasaman. Jika sungai memiliki pH dibawah 5, lebih dari 75 % dari spesies ikan akan hilang (Anonim,
2002). Ini disebabkan oleh pengaruh rantai makanan, yang secara signifikan
berdampak pada keberlangsungan suatu ekosistem. Tidak semua sungai yang terkena hujan asam akan menjadi
pengasaman, dimana telah ditemukan jenis batuan dan tanah yang dapat membantu
menetralkan keasaman.
Gambar 1.1 Hujan Asam
Gambar 2.4.1(a) proses desposisi asam
b)
Kebakaran Hutan, Kebakaran
hutan memang tidak secara signifikan menyebabkan perubahan kualitas air di sungai, namun kebakaran hutan bisa menyebabkan
terganggunya ekosistem makhkluk hidup yang ada di sungai yang disebabkan
faktor asap. Tebalnya asap menyebabkan matahari sulit untuk menembus dalamnya
lautan. Pada akhirnya hal ini akan membuat beberapa spesies tumbuhan yang hidup di sungai
menjadi sedikit terhalang untuk melakukan fotosintesa dan ikan-ikan sulit bernafas karena kandungan CO2 yang
berlebih.
Gambar 2.4.1(b) Kebakaran hutan
c) Letusan
Gunung Berapi, letusan gunung berapi menyebabkan sungai atau
danau tercemar karena bebatuan serta materi-materi yang terbawa dari
gunung mengendap di sungai. Jika materi yang mengendap bervolume besar, maka
hal ini menyebabkan ikan-ikan mati bila tertumpuk oleh bebatuan tersebut.
Selain itu, materi-materi yang bervolume kecil menyebabkan sungai keruh dan
mempengaruhi ekosistem di sungai.
Gambar 2.4.1(c)
Gunung merapi meletus
d) Endapan Hasil Erosi, Tebalnya lumpur yang terbawa erosi akan mengalami pengendapan di bagian
hilir sungai. Ancaman yang muncul adalah meluapnya sungai bersangkutan
akibat erosi yang terus menerus. Ketika air hujan tidak lagi memiliki
penghalang dalam menahan lajunya maka ia akan membawa seluruh butir tanah yang
ada di atasnya untuk masuk kedalam sungai-sungai yang ada. Akibatnya adalah
sungai menjadi sedikit keruh. Hal ini akan terus berulang apabila ada hujan di
atas gunung ataupun di hulu sungai sana.
Gambar 2.4.1 Pencemaran sungai akibat erosi
2.4.2 Pencemaran Sungai yang Disebabkan oleh Ulah
Manusia
a) Limbah Industri, Limbah
industri sangat potensial sebagai penyebab terjadinya pencemaran air sungai.
Pada umumnya limbah industri mengandung limbah B3, yaitu bahan berbahaya dan
beracun. Menurut PP 18 tahun 99 pasal 1,
“limbah B3 adalah sisa suatu usaha atau kegiatan yang mengandung bahan
berbahaya dan beracun yang dapat mencemarkan atau merusak lingkungan hidup
sehingga membahayakan kesehatan serta kelangsungan hidup manusia dan mahluk
lainnya.”. Karakteristik limbah B3 adalah korosif/ menyebabkan karat, mudah
terbakar dan meledak, bersifat toksik/ beracun dan menyebabkan infeksi/
penyakit. Limbah industri yang berbahaya antara lain yang mengandung logam dan
cairan asam. Misalnya limbah yang dihasilkan industri pelapisan logam, yang
mengandung tembaga dan nikel serta cairan asam sianida, asam borat, asam
kromat, asam nitrat dan asam fosfat. Limbah ini bersifat korosif, dapat
mematikan tumbuhan dan hewan air. Pada manusia menyebabkan iritasi pada kulit
dan mata, mengganggu pernafasan dan menyebabkan kanker.
Gambar 2.4.2(a) Limbah industri
Logam yang
paling berbahaya dari limbah industri adalah merkuri atau yang dikenal juga
sebagai air raksa (Hg) atau air perak. Limbah yang mengandung merkuri selain
berasal dari industri logam juga berasal dari industri kosmetik, batu baterai,
plastik dan sebagainya. Di Jepang antara tahun 1953- 1960, lebih dari 100 orang
meninggal atau cacat karena mengkonsumsi ikan yang berasal dari Teluk Minamata.
Teluk ini tercemar merkuri yang bearasal dari sebuah pabrik plastik. Senyawa
merkuri yang terlarut dalam air masuk melalui rantai makanan, yaitu mula-mula
masuk ke dalam tubuh mikroorganisme yang kemudian dimakan yang dikonsumsi
manusia. Bila merkuri masuk ke dalam tubuh manusia melalui saluran pencernaan,
dapat menyebabkan kerusakan akut pada ginjal sedangkan pada anak-anak dapat
menyebabkan Pink Disease/ acrodynia,
alergi kulit dan disease/ mucocutaneous lymph node syndrome.
b) Limbah Pemukiman,
Limbah pemukiman mengandung limbah domestik berupa sampah organik dan sampah
anorganik serta deterjen. Sampah organik adalah sampah yang dapat diuraikan
atau dibusukkan oleh bakteri. Contohnya sisa-sisa sayuran, buah-buahan, dan
daun-daunan. Sedangkan sampah anorganik seperti kertas, plastik, gelas atau
kaca, kain, kayu-kayuan, logam, karet, dan kulit. Sampah-sampah ini tidak dapat
diuraikan oleh bakteri (non biodegrable).
Sampah organik yang dibuang ke sungai menyebabkan berkurangnya jumlah oksigen
terlarut, karena sebagian besar digunakan bakteri untuk proses pembusukannya.
Gambar 2.4 Limbah Deterjen
Gambar 2.4.2(b) Sampah organik,
anorganik, dan limbah deterjen
Apabila sampah anorganik yang dibuang
ke sungai, cahaya matahari dapat terhalang dan menghambat proses fotosintesis
dari tumbuhan air dan alga, yang menghasilkan oksigen. Tentunya anda pernah
melihat permukaan air sungai atau danau yang ditutupi buih deterjen. Deterjen
merupakan limbah pemukiman yang paling potensial mencemari air. Pada saat ini
hampir setiap rumah tangga menggunakan deterjen, padahal limbah deterjen sangat
sukar diuraikan oleh bakteri sehingga tetap aktif untuk jangka waktu yang lama.
Penggunaan deterjen secara besar-besaran juga meningkatkan senyawa fosfat pada
air sungai atau danau. Fosfat ini merangsang pertumbuhan ganggang dan eceng
gondok. Pertumbuhan ganggang dan eceng gondok yang tidak terkendali menyebabkan
permukaan air danau atau sungai tertutup sehingga menghalangi masuknya cahaya
matahari dan mengakibatkan terhambatnya proses fotosintesis. Jika tumbuhan air
ini mati, akan terjadi proses pembusukan yang menghabiskan persediaan oksigen
dan pengendapan bahan-bahan yang menyebabkan pendangkalan.
c) Limbah Pertanian, Pupuk dan pestisida biasa digunakan para petani
untuk merawat tanamannya. Namun pemakaian pupuk dan pestisida yang berlebihan
dapat mencemari air. Limbah pupuk mengandung fosfat yang dapat merangsang
pertumbuhan gulma air seperti ganggang dan eceng gondok. Pertumbuhan gulma air
yang tidak terkendali ini menimbulkan dampak seperti yang diakibatkan
pencemaran oleh deterjen.
Gambar 2.4.2(c) Limbah pupuk dan
pestisida
Limbah pertanian dapat mengandung polutan
insektisida atau pupuk organik. Insektisida dapat mematikan biota sungai. Jika
biota sungai tidak mati kemudian dimakan hewan atau manusia orang yang
memakannya akan keracunan. Untuk mencegahnya, upayakan agar memilih insektisida
yang berspektrum sempit (khusus membunuh hewan sasaran) serta bersifat
biodegradabel (dapat terurai oleh mikroba) dan melakukan penyemprotan sesuai
dengan aturan. Jangan membuang sisa obet ke sungai. Sedangkan pupuk organik yang
larut dalam air dapat menyuburkan lingkungan air (eutrofikasi). Karena air kaya nutrisi, ganggang dan tumbuhan air
tumbuh subur (blooming). Hal yang demikian akan mengancam kelestarian
bendungan. bemdungan akan cepat dangkal dan biota air akan mati karenanya.
Selain itu penggunaan pupuk yang terus menerus
dalam pertanian akan merusak struktur tanah, yang menyebabkan kesuburan tanah
berkurang dan tidak dapat ditanami jenis tanaman tertentu karena hara tanah semakin berkurang.
Penggunaan pestisida bukan saja mematikan hama tanaman tetapi juga
mikroorga-nisme yang berguna di dalam tanah. Padahal kesuburan tanah tergantung
pada jumlah organisme di dalamnya. Sedangkan penggunaan pestisida yang terus
menerus akan mengakibatkan hama tanaman kebal terhadap pestisida tersebut.
d) Limbah Rumah Sakit, limbah rumah sakit adalah semua limbah yang dihasilkan oleh kegiatan rumah
sakit dan kegiatan penunjang lainnya.
Limbah rumah sakit
bisa mengandung bermacam-macam mikroorganisme bergantung pada jenis rumah
sakit, tingkat pengolahan yang dilakukan sebelum dibuang. Limbah cair rumah sakit
dapat mengandung bahan organik dan anorganik yang umumnya diukur dan parameter
BOD, COD, TSS, dan lain-lain. Sedangkan limbah padat rumah sakit terdiri atas
sampah mudah membusuk, sampah mudah terbakar, dan lain-lain. Limbah- limbah
tersebut kemungkinan besar mengandung mikroorganisme patogen atau bahan kimia
beracun berbahaya yang menyebabkan penyakit infeksi dan dapat tersebar ke
lingkungan rumah sakit yang disebabkan oleh teknik pelayanan kesehatan yang
kurang memadai, kesalahan penanganan bahan-bahan terkontaminasi dan peralatan,
serta penyediaan dan pemeliharaan sarana sanitasi yang masib buruk (Said,
1999).
Pembuangan limbah yang berjumlah cukup besar ini paling baik jika dilakukan dengan memilah-milah limbah ke dalam berbagai kategori. Untuk masing-masing jenis kategori diterapkan cara pembuangan limbah yang berbeda. Prinsip umum pembuangan limbah rumah sakit adalah sejauh mungkin menghindari resiko kontaminsai dan trauma (injury).
Pembuangan limbah yang berjumlah cukup besar ini paling baik jika dilakukan dengan memilah-milah limbah ke dalam berbagai kategori. Untuk masing-masing jenis kategori diterapkan cara pembuangan limbah yang berbeda. Prinsip umum pembuangan limbah rumah sakit adalah sejauh mungkin menghindari resiko kontaminsai dan trauma (injury).
e) Limbah Pertambangan, Limbah pertambangan seperti batubara biasanya
tercemar asam sulfat dan senyawa besi, yang dapat mengalir ke luar daerah
pertambangan. Air yang
mengandung kedua senyawa ini dapat berubah menjadi asam. Bila air yang bersifat
asam ini melewati daerah batuan karang/ kapur akan melarutkan senyawa Ca dan Mg
dari batuan tersebut. Selanjutnya senyawa Ca dan Mg yang larut terbawa air akan
memberi efek terjadinya air sadah, yang tidak bisa digunakan untuk mencuci karena sabun
tidak bisa berbuih. Bila dipaksakan akan memboroskan sabun, karena sabun tidak
akan berbuih sebelum semua ion Ca dan Mg mengendap. Limbah pertambangan yang
bersifat asam bisa menyebabkan korosi dan melarutkan logam-logam sehingga air
yang dicemari bersifat racun dan dapat memusnahkan kehidupan akuatik.
Gambar 2.4.2(e) Limbah pertambangan
Selain
pertambangan batubara, pertambangan lain yang menghasilkan limbah berbahaya
adalah pertambangan emas. Pertambangan emas menghasilkan limbah yang mengandung
merkuri, yang banyak digunakan penambang emas tradisional atau penambang emas
tanpa izin, untuk memproses bijih emas. Para
penambang ini umumnya kurang mempedulikan dampak limbah yang mengandung merkuri
karena kurangnya pengetahuan yang dimiliki.
Biasanya
mereka membuang dan mengalirkan limbah bekas proses pengolahan pengolahan ke
selokan, parit, kolam atau sungai. Merkuri tersebut selanjutnya berubah menjadi
metil merkuri karena proses alamiah. Bila senyawa metil merkuri masuk ke dalam
tubuh manusia melalui media air, akan menyebabkan keracunan
seperti yang dialami para korban Tragedi Minamata.
Pencemaran sungai dapat berdampak sangat luas, misalnya dapat meracuni air
minum. Pencemaran sungai menjadi penyebab ketidakseimbangan ekosistem sungai,
pengrusakan hutan akibat hujan asam, dsb.
Di badan air, seperti
sungai dan danau, nitrogen dan fosfat dari kegiatan pertanian telah menyebabkan
pertumbuhan tanaman air yang di luar kendali yang disebut eutrofikasi (eutrofication).
Ledakan pertumbuhan tersebut menyebabkan oksigen yang seharusnya digunakan
bersama oleh seluruh hewan/tumbuhan air, menjadi berkurang. Ketika tanaman air
tersebut mati, dekomposisinya menyedot lebih banyak oksigen. Akibatnya ikan
akan mati dan aktivitas bakteri akan menurun.
Dampak pencemaran air
pada umumnya dibagi dalam 4 kategori (KLH, 2004), antara lain dampak terhadap kehidupan biota ait,
kualitas air, kesehatan, sektor pertanian dan perkebunan, serta dampak terhadap
estetika lingkungan.
2.5.1 Dampak Terhadap Kehidupan Biota Air
Banyaknya zat pencemar pada air limbah akan menyebabkan
menurunnya kadar oksigen terlarut dalam air tersebut. Sehingga akan
mengakibatkan kehidupan dalam air yang membutuhkan oksigen terganggu serta
mengurangi perkembangannya. Selain itu kematian dapat pula disebabkan adanya
zat beracun yang juga menyebabkan kerusakan pada tanaman dan tumbuhan air.
Akibat matinya bakteri-bakteri, maka proses penjernihan air secara alamiah yang
seharusnya terjadi pada air limbah juga terhambat. Dengan air limbah menjadi
sulit terurai. Panas dari industri juaga akan membawa dampak bagi kematian
organisme, apabila air limbah tidak didinginkan dahulu.
Gambar 2.5.1 Ikan mati akibat perncemaran sungai
2.5.2 Dampak Terhadap Kualitas Air
Pencemaran sungai
dapat menyebabkan penurunan kualitas air. Sungai yang belum tercemar memiliki
air yang jernih, pH netral, tidak berbau dan bisa diminum lansung. Di pedesaan
pada umumnya masyarakat mempergunakan sungai tersebut untuk mandi, tetapi pada
masa sekarang sudah jarang dijumpai fenomena tersebut. Hal ini disebabkan
banyaknya sungai-sungai yang sudah tercemar sehingga sungai sulit dimanfaatkan
untuk kebutuhan sehari-hari. Sungai yang tercemar biasanya dilihat dari
warnanya sudah tidak jernih (keruh) dan pH-nya sudah tidak netral lagi,
akibatnya air sungai sudah tidak layak dikonsumsi karena kualitas airnya yang
menurun. Salah satunya pencemaran sungai yang disebabkan oleh tinja dan sampah. Hal ini menyebabkan terhambatnya pertumbuhan
tumbuhan air karena sampah dapat menghalangi sinar matahari yang masuk ke dalam
air, sedangkan tinja dapat menyebabkan tumbuhan kekurangan oksigen, akibatnya
tumbuhan air tersebut sulit untuk berfotosintesis.
Gambar 2.5.2 Sungai keruh
2.5.3 Dampak Terhadap Kesehatan
Pencemaran sungai
dapat menjadi media hidup suatu vektor penyakit. Ada beberapa penyakit yang
masuk dalam katagori water-borne diseases, atau penyakit-penyakit yang
dibawa oleh air, yang masih banyak terdapat di daerah-daerah. Penyakit-penyakit
ini dapat menyebar bila mikroba penyebabnya dapat masuk ke dalam sumber air
yang dipakai masyarakat untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Sedangkan jenis
mikroba yang dapat menyebar lewat air antara lain, bakteri, protozoa dan
metazoa.
Gambar 2.5.3
Penyakit Acrodynia akibat kandungan
merkuri pada sungai
2.5.4 Dampak Terhadap Estetika Lingkungan
Pencemaran
sungai dapat mengurangi estetika lingkungan karena dilihat dari fisiknya sungai
yang berisi sampah-sampah dan warna yang keruh mngurangi keindahan sungai
tersebut saat sebelum sungai tersebut tercemar. Jika semakin banyaknya zat organik yang dibuang ke lingkungan perairan seperti sungai, maka perairan tersebut akan semakin
tercemar yang biasanya ditandai dengan bau yang menyengat dan warna yang tidak jernih lagi.
Selain bau, limbah tersebut juga menyebabkan tempat sekitarnya menjadi licin.
Sedangkan limbah detergen atau sabun akan menyebabkan penumpukan busa yang
sangat banyak dan menyebabkan air
tersebut bersifat sadah.
Gambar
2.5.4 Dampak terhadap estetika lingkungan
BAB III
PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR SUNGAI
3.1 Pencegahan
Pencemaran Sungai
Berikut ini adalah
beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mencegah pencemaran sungai :
1.
Penggunaan
detergen secukupnya,
2.
Tidak mebuang sampah ke sungai
3.
Penggunaan
pupuk dan pestisida secukupnya,
4.
Setiap
industri atau pabrik menyediakan Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL),
5.
Reboisasi
6.
Pengomposan
sampah organik,
7.
Pendaurulangan
sampah anorganik.
3.2 Penanggulangan
Pencemaran Air Sungai
Pengendalian/penanggulangan
pencemaran air di Indonesia telah diatur melalui Peraturan Pemerintah Nomor 82
tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas dan Pengendalian Pencemaran Air. Secara
umum hal ini meliputi pencemaran air baik oleh instansi ataupun non-instansi.
Salah satu upaya serius yang telah dilakukan Pemerintah dalam pengendalian
pencemaran air adalah melalui Program Kali Bersih (PROKASIH). Program ini
merupakan upaya untuk menurunkan beban limbah cair khususnya yang berasal dari
kegiatan usaha skala menengah dan besar, serta dilakukan secara bertahap untuk
mengendalikan beban pencemaran dari sumber-sumber lainnya. Program ini juga berusaha untuk menata pemukiman di
bantaran sungai dengan melibatkan masyarakat setempat (KLH, 2004).
Pada prinsipnya ada 2
(dua) usaha untuk menanggulangi pencemaran, yaitu penanggulangan secara
non-teknis dan secara teknis. Penanggulangan secara non-teknis yaitu suatu
usaha untuk mengurangi pencemaran lingkungan dengan cara menciptakan peraturan
perundangan yang dapat merencanakan, mengatur dan mengawasi segala macam bentuk
kegiatan industri dan teknologi sehingga tidak terjadi pencemaran. Peraturan
perundangan ini hendaknya dapat memberikan gambaran secara jelas tentang
kegiatan industri yang akan dilaksanakan, misalnya meliputi AMDAL, pengaturan
dan pengawasan kegiatan dan menanamkan perilaku disiplin. Sedangkan
penanggulangan secara teknis bersumber pada perlakuan industri terhadap
perlakuan buangannya, misalnya dengan mengubah proses, mengelola limbah atau
menambah alat bantu yang dapat mengurangi pencemaran. Sebenarnya
penanggulangan pencemaran air dapat dimulai dari diri kita sendiri. Dalam
keseharian, kita dapat mengurangi pencemaran air dengan cara mengurangi
produksi sampah (minimize) yang kita hasilkan setiap hari. Selain itu,
kita dapat pula mendaur ulang (recycle) dan mendaur pakai (reuse)
sampah tersebut. Kitapun perlu memperhatikan bahan kimia yang kita buang dari
rumah kita. Karena saat ini kita telah menjadi masyarakat kimia, yang menggunakan
ratusan jenis zat kimia dalam keseharian kita, seperti mencuci, memasak,
membersihkan rumah, memupuk tanaman, dan sebagainya. Kita harus bertanggung
jawab terhadap berbagai sampah seperti makanan dalam kemasan kaleng, minuman
dalam botol dan sebagainya, yang memuat unsur pewarna pada kemasannya dan
kemudian terserap oleh air tanah pada tempat pembuangan akhir. Bahkan pilihan
kita untuk bermobil atau berjalan kaki, turut menyumbangkan emisi asam atu
hidrokarbon ke dalam atmosfir yang akhirnya berdampak pada siklus air alam.
Menjadi konsumen yang bertanggung jawab merupakan tindakan yang
bijaksana. Sebagai contoh, kritis terhadap barang yang dikonsumsi, apakah
nantinya akan menjadi sumber bencana yang persisten, eksplosif, korosif dan
beracun atau degradable (dapat didegradasi alam)? Apakah barang yang
kita konsumsi nantinya dapat meracuni manusia, hewan, dan tumbuhan aman bagi
makhluk hidup dan lingkungan ? Teknologi dapat kita gunakan untuk mengatasi
pencemaran air. Instalasi pengolahan air bersih, instalasi pengolahan air
limbah, yang dioperasikan dan dipelihara baik, mampu menghilangkan substansi
beracun dari air yang tercemar. Dari
segi kebijakan atau peraturanpun mengenai pencemaran air ini telah ada. Bila
kita ingin benar-benar hal tersebut dapat dilaksanakan, maka penegakan hukumnya
harus dilaksanakan pula. Pada akhirnya, banyak pilihan baik secara pribadi
ataupun social (kolektif) yang harus ditetapkan, secara sadar maupun tidak,
yang akan mempengaruhi tingkat pencemaran dimanapun kita berada. Walaupun
demikian, langkah pencegahan lebih efektif dan bijaksana.
Melalui penanggulangan
pencemaran ini diharapkan bahwa pencemaran akan berkurang dan kualitas hidup
manusia akan lebih ditingkatkan, sehingga akan didapat sumber air yang aman,
bersih dan sehat.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Simpulan
1. Pencemaran
air sungai adalah
peristiwa masuknya zat, energi, unsur, atau komponen lainnya kedalam air sungai
sehingga menyebabkan turunnya kualitas air sungai yang terganggu ditandai
dengan perubahan bau yang menyengat, rasa, dan warna yang keruh.
2. Bahan pencemaran sungai dapat
dikelompokkan menjadi sampah, bahan buangan padat, bahan pencemar penyebab penyakit, bahan pencemar senyawa anorganik/mineral, bahan pencemar oganik, bahan pencemar zat radioaktif, bahan pencemar endapan/sedimen, bahan pencemar berupa kondisi.
3. Secara
umum penyebab pencemaran sungai dikelompokkan menjadi limbah industri, limbah
pemukiman, limbah pertanian, limbah pertambangan, dan limbah rumah sakit.
4. Pencegahan
pencemaran sungai antara lain tidak membuang sampah penggunaan detergen secukupnya, penggunaan pupuk dan pestisida secukupnya,
setiap industri atau
pabrik menyediakan Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL),
reboisasi, pengomposan sampah
organik, dan pendaurulangan sampah
anorganik.
5. Penanggulangan
pencemaran sungai antara lain melakukan pengelolaan sampah seperti melakukan
pengomposan sampah organik dan mendaur ulang sampah anorganik dan limbah
industri. Selain itu kita bisa melakukan program kali bersih (PROKASIH) untuk
menanggulangi sungai-sungai yang tercemar.
4.2 Saran
Kesadaran akan pentingnya memelihara
kelestarian sungai sangat penting. Melakukan segala pencegahan dan
penanggulangan tidak akan berjalan apabila tidak adanya kesadaran masyarakat
akan pentingnya sungai. Untuk itu marilah kita jaga dan lestarikan sungai kita
dari hal terkecil seperti tidak membuang sampah ke sungai. Dengan begitu kita
ikut membantu pemerintah untuk menanggulangi sungai-sungai kita yang tercemar.
Melestarikan alam adalah kewajiban kita sebagai pelajar dan generasi penerus.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar