KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan karena
berkat rahmat dan petunjuk-Nya juga penulis dapat menyelesaikan penulisan dan
penyusunan makalah ini.
Penulisan makalah ini dilakukan untuk mengetahui
penyebab-penyebab dan dampak dari kerusakan hutan di Indonesia. Adapun tujuan
lain dari penyusunan makalah ini adalah untuk memenuhi salah satu tugtas mata
kuliah Pengantar Ilmu Lingkungan semester satu program studi Teknik Kimia
Politeknik Negeri Bandung.
Dalam penulisan makalah ini penulis mengalami beberapa
kesulitan seperti dalam mendapatkan informasi mengenai kerusakan yang terjadi
di seluruh Indonesia.
Penulis berharap makalah ini dapat memberikan sumbangsih
dalam dunia pendidikan dan berharap pula ada penulis yang mengapresiasi karya
ini, baik berupa saran maupun kritik. Untuk
itu penulis mengucapkan terima kasih.
Bandung,
Desember 2010
Penulis
DAFTAR
ISI
KATA
PENGANTAR........................................................................................................ i
DAFTAR
ISI...................................................................................................................... ii
BAB
I.
PENDAHULUAN................................................................................................. 1
1.1.
Latar Belakang....................................................................................................... 1
1.2.
Identifikasi Masalah Yang
Terjadi........................................................................ 2
BAB
II. KERUSAKAN
HUTAN....................................................................................... 4
2.1.
Hutan............................................................................................................................ 4
2.1.1.
Pengertian
Hutan................................................................................................ 4
2.1.2.
Fungsi
Hutan...................................................................................................... 5
2.1.3.
Bagian-bagian
Hutan.......................................................................................... 8
2.1.4.
Macam-macam
Hutan........................................................................................ 9
2.2.
Ancaman Kerusakan
Hutan......................................................................................... 14
2.2.1.
Kondisi Hutan Saat
ini....................................................................................... 14
2.2.2.
Faktor Penyebab Deforestasi di
Indonesia........................................................ 16
2.3.
Dampak Kerusakan Hutan.......................................................................................... 22
BAB
III. PENCEGAHAN DAN
PENANGGULANGAN............................................... 25
3.1.
Pencegahan Kerusakan Hutan.................................................................................... 25
3.2.
Penanggulangan Kerusakan
Hutan............................................................................. 28
BAB
IV.
PENUTUP......................................................................................................... 29
4.1.
Kesimpulan................................................................................................................. 29
4.2.
Saran........................................................................................................................... 29
DAFTAR
PUSTAKA....................................................................................................... 30
BAB I
LATAR
BELAKANG
1.1.
Latar
Belakang
Isu
global telah membawa bangsa Indonesia harus dan mau untuk bisa melakukan upaya
yang maksimal dalam mencegah dan menjaga hingga pada upaya penindakan yang
berskala besar. Salah satu isu global yang paling diperhatikan oleh di
pergaulan dunia internasional adalah masalah lingkungan hidup. Salah satu
komponen yang termasuk di dalamnya adalah hutan. Alasan isu ini menjadi begitu
penting dan segera harus ditangani dengan serius terutama oleh Negara – Negara
yang masih memiliki sumber data hutan yang luas adalah dampak yang ditimbulkan
terhadap umat manusia seluruh dunia. Dampaknya, ada yang terasa secara langsung juga
secara tidak langsung.
Seperti telah kita ketahui bersama,
bahwa hutan merupakan paru-paru bumi tempat berbagai satwa hidup, pohon-pohon,
hasil tambang dan berbagai sumberdaya lainnya yang bisa kita dapatkan dari
hutan yang tak ternilai harganya bagi manusia. Hutan juga merupakan sumberdaya
alam yang memberikan manfaat besar bagi kesejahteraan manusia, baik manfaat tangible yang dirasakan secara langsung,
maupun intangible yang dirasakan
secara tidak langsung. Manfaat langsung seperti penyediaan kayu, satwa, dan
hasil tambang. Sedangkan manfaat tidak langsung seperti manfaat rekreasi,
perlindungan dan pengaturan tata air, pencegahan erosi.
Hutan merupakan sumber daya alam yang
tidak ternilai karena didalamnya terkandung keanekaragaman hayati sebagai
sumber plasma nutfah, sumber hasil hutan kayu dan non-kayu, pengatur tata air,
pencegah banjir dan erosi serta kesuburan tanah, perlindungan alam hayati untuk
kepentingan ilmu pengetahuan, kebudayaan, rekreasi, pariwisata dan sebagainya.
Karena itu pemanfaatan hutan dan perlindungannya telah diatur dalam UUD 45, UU
No. 5 tahun 1990, UU No 23 tahun 1997, UU No. 41 tahun 1999, PP No 28 tahun
1985 dan beberapa keputusan Menteri Kehutanan serta beberapa keputusan Dirjen
PHPA dan Dirjen Pengusahaan Hutan.
Keberadaan hutan, dalam hal ini daya
dukung hutan terhadap segala aspek kehidupan manusia, satwa dan tumbuhan sangat
ditentukan pada tinggi rendahnya kesadaran manusia akan arti penting hutan di
dalam pemanfaatan dan pengelolaan hutan. Hutan menjadi media hubungan timbal
balik antara manusia dan makhluk hidup lainnya dengan faktor-faktor alam yang
terdiri dari proses ekologi dan merupakan suatu kesatuan siklus yang dapat
mendukung kehidupan (Reksohadiprojo, 2000).
Mengingat pentingnya arti hutan bagi
masyarakat, maka peranan dan fungsi hutan tersebut perlu dikaji lebih lanjut.
Pemanfaatan sumberdaya alam hutan apabila dilakukan sesuai dengan fungsi yang
terkandung di dalamnya, seperti adanya fungsi lindung, fungsi suaka, fungsi
produksi, fungsi wisata dengan dukungan kemampuan pengembangan sumberdaya
manusia, ilmu pengetahuan dan teknologi, akan sesuai dengan hasil yang ingin
dicapai.
Namun gangguan terhadap sumber daya
hutan terus berlangsung bahkan intensitasnya makin meningkat. Kerusakan hutan
yang meliputi : kebakaran hutan, penebangan liar dan lainnya merupakan salah
satu bentuk gangguan yang makin sering terjadi. Dampak negatif yang ditimbulkan
oleh kerusakan hutan cukup besar mencakup kerusakan ekologis, menurunnya
keanekaragaman hayati, merosotnya nilai ekonomi hutan dan produktivitas tanah,
perubahan iklim mikro maupun global, dan asap dari kebakaran hutan
mengganggu kesehatan masyarakat serta mengganggu transportasi baik darat,
sungai, danau, laut dan udara. Dan
juga gangguan asap karena kebakaran hutan Indonesia akhir-akhir ini telah
melintasi batas negara.
Berbagai upaya
pencegahan dan perlindungan kebakaran hutan dan penebangan liar telah dilakukan
termasuk mengefektifkan perangkat hukum (undang-undang, PP, dan SK Menteri
sampai Dirjen), namun belum memberikan hasil yang optimal. Sejak kebakaran
hutan yang cukup besar tahun 1982/83 di Kalimantan Timur, intensitas kebakaran
hutan makin sering terjadi dan sebarannya makin meluas. Tercatat beberapa
kebakaran cukup besar berikutnya yaitu tahun 1987, 1991, 1994 dan 1997 hingga
2003. Oleh karena itu perlu pengkajian yang mendalam untuk mencegah dan
menanggulangi kebakaran hutan.
Penebangan liar juga dapat
berdampak negatif antara lain dapan menyababkan tanah longsor dan banjir. Oleh
karena itu hutan kita perlu adanya penjagaan supaya tidak terjadi kebakaran dan
penebangan liar dan yang tidak kita inginkan.
1. 2 Identifikasi Permasalahan Yang
Terjadi
Dalam
konteks penyelamatan hutan nasional, diperlukan kepedulian berbagai stakeholders
(pihak-pihak terkait), untuk duduk bersama dan mempertimbangkan nasib masa
depan hutan yang tersisa saat ini karena permasalahan utama dari kerusakan
hutan di Indonesia
sangat kompleks, dengan rinciannya sebagai berikut:
1. Rendahnya
kesadaran masyarakat umum akan pentingnya arti hutan bagi
kehidupan sehari-hari. Hutan tidak hanya menghasilkan oksigen yang penting bagi
manusia, tapi juga menguraikan CO2 di udara untuk mencegah pemanasan suhu bumi
yang dapat mengancam kehidupan manusia, menjaga keseimbangan air tanah,
memberikan kehidupan bagi fauna di dalamnya, dan memberikan manfaat ekonomi
bagi manusia itu sendiri.
2. Terlalu
tingginya permintaan pasar akan pasokan kayu untuk
industri kertas, tisu toilet, dan bahan-bahan material lainnya. Padahal, hutan
tidak bisa dibuat seperti halnya zat kimia sintesis butuh waktu dan proses yang
lama untuk membentuk suatu kawasan hutan.
3. Lemahnya
regulasi dan aparat yang mengawalnya, dengan kata lain hutan menjadi objek
yang dapat dijual-belikan dengan mudah, tanpa menghiraukan prosedur
perlindungan hutan.
Keseluruhan
permasalahan yang ada melibatkan seluruh stakeholders yang terlibat dalam
proses kerusakan hutan nasional. Oleh karena itu, diperlukan suatu metode yang
mampu memberikan solusi yang menguntungkan semua pihak, tapi tetap memberikan
proteksi pada hutan yang ada saat ini.
Perladangan berpindah merupakan upaya pertanian tradisional di kawasan hutan
dimana pembukaan lahannya selalu dilakukan dengan cara pembakaran karena cepat,
murah dan praktis. Namun pembukaan lahan untuk perladangan tersebut umumnya
sangat terbatas dan terkendali karena telah mengikuti aturan turun temurun
(Dove, 1988). Kebakaran liar mungkin terjadi karena kegiatan perladangan hanya
sebagai kamuflasa dari penebang liar yang memanfaatkan jalan HPH dan berada di
kawasan HPH.
Pembukaan hutan
oleh pemegang HPH dan perusahaan perkebunan untuk pengembangan tanaman industri
dan perkebunan umumnya mencakup areal yang cukup luas. Metoda pembukaan lahan
dengan cara tebang habis dan pembakaran merupakan alternatif pembukaan lahan
yang paling murah, mudah dan cepat. Namun metoda ini sering berakibat kebakaran
tidak hanya terbatas pada areal yang disiapkan untuk pengembangan tanaman
industri atau perkebunan, tetapi meluas ke hutan lindung, hutan produksi dan
lahan lainnya.
Sedangkan penyebab
struktural, umumnya berawal dari suatu konflik antara para pemilik modal
industri perkayuan maupun pertambangan, dengan penduduk asli yang merasa
kepemilikan tradisional (adat) mereka atas lahan, hutan dan tanah dikuasai oleh
para investor yang diberi pengesahan melalui hukum positif negara. Akibatnya
kekesalan masyarakat dilampiaskan dengan melakukan pembakaran demi
mempertahankan lahan yang telah mereka miliki secara turun temurun. Disini
kemiskinan dan ketidak adilan menjadi pemicu kebakaran hutan dan masyarakat
tidak akan mau berpartisipasi untuk memadamkannya.
Sedangkan
penebangan liar merupakan suatu kondisi yang sudah tidak asing lagi banyak
masyarakat yang tinggal di daerah dekat pegunungan memanfaatkan hutan untuk
diambil kayunya,tetapi tanpa meminta izin terlebih dahulu. Dan Akibat
Penebangan Hutan, 2.100 Mata Air Mengering
Kelangkaan minyak
tanah yang kerap mendera penduduk di berbagai daerah di Banyumas, Jawa Tengah,
akhir-akhir ini dikhawatirkan memacu penduduk kembali menggunakan kayu bakar
dan menebang pohon tanaman keras. Jika itu terjadi, kerusakan sumber air (mata
air) akan semakin cepat. Di Banyumas saat ini tinggal 900 mata air, padahal
tahun 2001 masih tercatat 3.000 mata air.
Setiap tahun
rata-rata sekitar 300 mata air mati akibat penebangan terprogram (hutan
produksi) maupun penebangan tanaman keras milik penduduk, Akan tetapi akibat
berbagai tekanan baik kebutuhan hidup maupun perkembangan penduduk,
perlindungan terhadap sumber air maupun tanaman keras atau hutan rakyat semakin
berat.
Di lain pihak,
penduduk yang di lahannya terdapat sumber air tidak pernah memperoleh
kompensasi sebagai ganti atas kesediaannya untuk tidak menebangi pohonnya.
Kesulitan penduduk memperoleh minyak tanah berdampak pada peningkatan
penggunaan kayu bakar. Penduduk di daerah pedesaan yang jauh dari pangkalan
minyak tanah memilih menebang pohon untuk kayu bakar.
BAB II
KERUSAKAN HUTAN
2.1. Hutan
2.1.1. Pengertian Hutan
Hutan
merupakan sebuah wilayah atau kawasan yang ditumbuhi aneka pepohonan dan
tumbuhan lainnya. Kawasan hutan tersebar luas di penjuru dunia, baik di daerah
tropis maupun daerah dengan iklim yang dingin di dataran rendah maupun di pegunungan,
di pulau
kecil maupun di benua
besar.
Hutan
merupakan suatu kumpulan tetumbuhan, terutama pepohonan atau tumbuhan berkayu
lain, yang menempati daerah yang cukup luas. Pohon sendiri adalah
tumbuhan cukup tinggi dengan masa hidup bertahun-tahun. Jadi, tentu berbeda
dengan sayur-sayuran atau padi-padian yang hidup semusim saja. Pohon juga
berbeda karena secara mencolok memiliki sebatang pokok tegak berkayu yang cukup
panjang dan bentuk tajuk (mahkota daun) yang jelas.
Suatu
kumpulan pepohonan dianggap hutan jika mampu menciptakan iklim dan kondisi
lingkungan yang khas setempat, yang berbeda daripada daerah di luarnya. Jika
kita berada di hutan hujan tropis, rasanya seperti masuk ke dalam ruang sauna yang hangat dan
lembab, yang berbeda daripada daerah perladangan sekitarnya. Pemandangannya pun
berlainan. Ini berarti segala tumbuhan lain dan hewan (hingga yang
sekecil-kecilnya), serta beraneka unsur tak hidup lain termasuk bagian-bagian
penyusun yang tidak terpisahkan dari hutan.
Hutan
sebagai suatu ekosistem tidak hanya menyimpan sumberdaya alam berupa kayu,
tetapi masih banyak potensi non kayu yang dapat diambil manfaatnya oleh
masyarakat melalui budidaya tanaman pertanian pada lahan hutan. Sebagai fungsi
ekosistem hutan sangat berperan dalam berbagai hal seperti penyedia sumber air,
penghasil oksigen, tempat hidup berjuta flora dan fauna, dan peran penyeimbang
lingkungan, serta mencegah timbulnya pemanasan global. Sebagai fungsi penyedia
air bagi kehidupan hutan merupakan salah satu kawasan yang sangat penting, hal
ini dikarenakan hutan adalah tempat bertumbuhnya berjuta tanaman.
Sebagai
bagian dari cagar lapisan biosfer, hutan memiliki banyak
fungsi yang sangat bermanfaat bagi kehidupan makhluk di muka bumi. Tak hanya
manusia, hewan dan tumbuhan pun sangat memerlukan hutan untuk kelangsungan
hidupnya. Kawasan yang ditumbuhi pepohonan tersebut akan dikatakan hutan
apabila kawasan ini mampu menciptakan sebuah iklim dan kondisi yang khas di
daerah itu. Sebagai contoh saat kita memasuki hutan tropis,
maka kita akan merasa memasuki daerah dengan suasana hangat dan lembab. Suasana
ini tentu akan berbeda dengan suasana di kawasan luar hutan tersebut.
2.1.2. Fungsi Hutan
Hutan
bagi manusia mempunyai dua fungsi pokok, yaitu fungsi ekologis dan fungsi
ekonomis. yaitu sebagai berikut :
1.
Sebagai
fungsi ekologis
Allah menciptakan hutan bukan
sekedar melengkapi keindahan bumi-Nya, namun di sini lah kita akan menemukan fungsi hutan
yang sangat penting bagi kehidupan makhluk di muka bumi. Ada beberapa
fungsi hutan yang sangat vital bagi kehidupan makhluk di bumi, diantaranya
adalah sebagai berikut
1) Menghasilkan
Oksigen bagi Kehidupan dan Menyerap
Karbon Dioksida
Hutan menghisap
karbon dari udara dan mengembalikan oksigen (O2) kepada manusia. Hutan
adalah kumpulan pepohonan yang berperan sebagai produsen oksigen. Tumbuhan
hijau akan menghasilkan oksigen dari hasil proses
fotosintesis yang berlangsung di daun tumbuhan tersebut. Dengan jumlah
pepohonan yang cukup luas, tentunya hutan akan memberikan suplay kebutuhan
oksigen yang cukup besar bagi kehidupan di muka bumi ini.
Hutan melakukan
penyaringan udara yang kotor akibat pencemaran kendaraan bermotor,
pabrik-pabrik, usaha-usaha pertambangan, aktivitas rumah tangga masyarakat,
maka hilangnya hutan berarti bumi tidak memiliki keseimbangan untuk
mempertahankan keseimbangan atas tersedianya oksigen yang sangat dibutuhkan
oleh mahluk hidup dalam melaksanakan proses respirasi (pernapasan). Hal ini
juga dapat mengakibatkan udara di bumi menjadi semakin panas karena begitu
banyaknya bahan pencemar yang menyelimuti bumi dan mengurung hawa panas bumi
untuk dipantulkan lagi ke bumi (efek rumah kaca). hutan sebagai tempat hidup
berbagai macam tumbuh-tumbuhan, hewan dan jasad renik lainnya. semua bahan yang
dimakan berasal dari flora dan fauna yang plasma nutfahnya berkembang di hutan.
Semua obat yang menyembuhkan penyakit berasal dari bahan hasil plasma nutfah
hutan.
Bisa dibayangkan
bagaimana bumi ini tanpa hutan. Sebagai contoh saat kita berada di kawasan padang tandus yang tidak ditumbuhi
pepohonan hijau. Bandingkan ketika kita bisa berteduh di bawah sebuah pohon
yang rindang. Tentu akan terasa jelas perbedaan suasana yang kita rasakan.
Begitulah fungsi hutan sebagai penyedia oksigen kehidupan.
Selain itu, karbon
dioksida (CO2) dibutuhkan oleh tumbuhan untuk proses fotosintesis.
Sebuah keseimbangan alam yang luar biasa telah Allah ciptakan untuk kehidupan
manusia. Karbon dioksida adalah gas berbahaya apabila dihirup secara berlebih
oleh manusia. Sebagai contoh Anda menghirup asap kendaraan
bermotor, ini jelas akan sangat membahayakan manusia.
Namun ternyata
di sisi lain tumbuhan memerlukan gas tersebut untuk
menghasilkan oksigen yang sangat dibutuhkan makhluk bumi. Keberadaan hutan yang
luas di muka bumi, akan memberikan peluang penyerapan karbon dioksida yang
lebih besar. Akibatnya udara di muka bumi akan bersih dan jumlah oksigen yang
dihasilkan hutan pun akan semakin besar.
Inilah fungsi
hutan yang luar biasa Allah ciptakan untuk manusia. karbon dioksida (CO2)
adalah gas penyebab efek rumah kaca.
2)
Penahan dan Penyaring
Partikel Padat dari Udara
Udara alami yang
bersih sering dikotori oleh debu, baik yang dihasilkan oleh kegiatan alami
maupun kegiatan manusia. Dengan adanya hutan, partikel padat yang tersuspensi
pada lapisan biosfer bumi akan dapat dibersihkan oleh tajuk pohon melalui
proses jerapan dan serapan. Partikel yang melayang-layang di permukaan bumi
sebagian akan terjerap pada permukaan daun, khususnya daun yang berbulu dan
yang mempunyai permukaan yang kasar dan sebagian lagi terserap masuk ke dalam
ruang stomata daun. Ada juga partikel yang menempel pada kulit pohon, cabang
dan ranting. Dengan demikian hutan menyaring udara menjadi lebih bersih dan
sehat.
3)
Peredam
Kebisingan
Pohon dapat
meredam suara dan menyerap kebisingan sampai 95% dengan cara mengabsorpsi
gelombang suara oleh daun, cabang dan ranting. Jenis tumbuhan yang paling
efektif untuk meredam suara ialah yang mempunyai tajuk yang tebal dengan daun
yang rindang. Berbagai jenis tanaman dengan berbagai strata yang cukup rapat
dan tinggi akan dapat mengurangi kebisingan, khususnya dari kebisingan yang
sumbernya berasal dari bawah.
4)
Penyerap
Partikel Timbal dan Debu Semen
Kendaraan
bermotor merupakan sumber utama timbal yang mencemari udara di daerah
perkotaan. Diperkirakan sekitar 60-70% dari
partikel timbal di udara perkotaan berasal dari kendaraan bermotor. Hutan
dengan kanekaragaman tumbuhan yang terkandung di dalamnya mempunyai kemampuan
menurunkan kandungan timbal dari udara.
Debu semen merupakan debu yang sangat berbahaya bagi kesehatan, karena
dapat mengakibatkan penyakit sementosis. Oleh karena itu debu semen yang
terdapat di udara bebas harus diturunkan kadarnya.
5)
Mencegah Erosi
Keberadaan
kawasan hutan yang luas juga akan membantu mencegah erosi atau pengikisan
tanah. Pengikisan tanah dapat disebabkan oleh air. Hutan yang luas akan
menyerap dan menampung sejumlah air yang besar. Akibatnya banjir dan tanah longsor dapat dikembalikan.
Kawasan yang
tandus dan gersang biasanya akan rawan dengan bencana
longsor. Inilah fungsi hutan yang lain dan kerap kita lupakan. Para
penebang hutan secara liar melakukan penggundulan hutan tanpa rasa tanggung
jawab terhadap keselamatan bumi. Mereka sebenarnya tak hanya berkhianat kepada
banyak orang, tapi juga kepada bumi sebagai tempat tinggal mereka.
6)
Mengatasi
Intrusi Air Laut dan Abrasi
Kota-kota yang terletak di tepi pantai seperti DKI Jakarta pada beberapa
tahun terakhir ini dihantui oleh intrusi air laut. Pemilihan jenis tanaman
dalam pembangunan hutan kota pada kota yang mempunyai masalah intrusi air laut
harus betul-betul diperhatikan. Upaya untuk mengatasi masalah ini yakni
membangun hutan lindung kota pada daerah resapan air dengan tanaman yang
mempunyai daya evapotranspirasi yang rendah.
Hutan berupa formasi hutan mangrove dapat bekerja meredam gempuran ombak
dan dapat membantu proses pengendapan lumpur di pantai. Dengan demikian hutan
selain dapat mengurangi bahaya abrasi pantai, juga dapat berperan dalam proses
pembentukan daratan.
7)
Mengurangi Bahaya Hujan
Asam
Pohon dapat membantu dalam mengatasi dampak negatif hujan asam melalui
proses fisiologis tanaman yang disebut proses gutasi. Proses gutasi akan
memberikan beberapa unsur diantaranya ialah : Ca, Na, Mg, K dan bahan organik
seperti glumatin dan gula. Bahan an-organik yang diturunkan ke lantai hutan
dari tajuk melalui proses through fall dengan urutan K>Ca> Mg>Na baik
untuk tajuk dari tegakan daun lebar maupun dari daun jarum.
Hujan yang mengandung H2SO4 atau HNO3
apabila tiba di permukaan daun akan mengalami reaksi. Pada saat permukaan daun
mulai dibasahi, maka asam seperti H2SO4 akan bereaksi
dengan Ca yang terdapat pada daun membentuk garam CaSO4 yang
bersifat netral. Dengan demikian adanya proses intersepsi dan gutasi oleh
permukaan daun akan sangat membantu dalam menaikkan pH, sehingga air hujan
menjadi tidak begitu berbahaya lagi bagi lingkungan. pH air hujan yang telah
melewati tajuk pohon lebih tinggi, jika dibandingkan dengan pH air hujan yang
tidak melewati tajuk pohon.
8)
Ameliorasi Iklim
Salah satu
masalah penting yang cukup merisaukan penduduk perkotaan adalah berkurangnya
rasa kenyamanan sebagai akibat meningkatnya suhu udara di perkotaan. Hutan kota
dapat dibangun untuk mengelola lingkungan perkotaan agar pada saat siang hari
tidak terlalu panas, sebagai akibat banyaknya jalan aspal, gedung bertingkat,
jembatan layang, papan reklame, menara, antene pemancar radio, televisi dan
lain-lain. sebaliknya pada malam hari dapat lebih hangat karena tajuk pepohonan
dapat menahan radiasi balik (reradiasi) dari bumi.
Keefektifan
pohon dalam meredam dan melunakkan cahaya tersebut bergantung pada ukuran dan
kerapatannya.
9)
Penyerap dan Penapis Bau
Daerah yang
merupakan tempat penimbunan sampah sementara atau permanen mempunyai bau yang
tidak sedap. Tanaman dapat menyerap bau secara langsung, atau tanaman akan
menahan gerakan angin yang bergerak dari sumber bau.
10)
Kawasan Lindung dan
Pariwisata
Hutan juga
berfungsi sebagai tempat untuk melindungi aneka hewan dan tumbuhan langka.
Habitat mereka dilestarikan di kawasan hutan khusus. Di samping itu hutan juga
dapat berfungsi sebagai objek penelitian, tempat wisata dan berpetualang.
2.
Sebagai
fungsi ekonomis
Manusia
telah memanfaatkan hutan dari generasi ke generasi. Pemanfaatan yang dikenal
manusia dari hutan adalah pengambilan hasil hutan, terutama kayu. Kayu tersebut
dapat dijual secara langsung ataupun diproduksi menjadi barang lain, seperti
alat furnitur. Pengambilan mulai dari kayu ramin, meranti, ulin sampai dengan
kayu bakar dimanfaatkan manusia baik untuk keperluan sendiri ataupun sebagai
penghasil devisa negara. Bahkan bagi masyarakat tertentu hutan adalah seluruh
kehidupannya sebagai tempat tinggal dan tempat mencari nafkah. Sebagai contoh, pohon
mahoni di hutan kota Sukabumi sebanyak 490 pohon telah dilelang dengan harga
Rp. 74 juta. Penanaman dengan tanaman yang menghasilkan biji atau buah yang
dapat dipergunakan untuk berbagai macam keperluan warga masyarakat dapat
meningkatkan taraf gizi dan penghasilan masyarakat.
2.1.3. Bagian-bagian
hutan
Bayangkan
mengiris sebuah hutan secara melintang. Hutan seakan-akan terdiri dari tiga
bagian, yaitu bagian di atas tanah, bagian di permukaan tanah, dan bagian di
bawah tanah. Jika kita menelusuri bagian di atas tanah hutan, maka akan
terlihat tajuk (mahkota) pepohonan, batang kekayuan, dan tumbuhan bawah seperti
perdu
dan semak belukar. Di hutan alam, tajuk pepohonan biasanya tampak berlapis
karena ada berbagai jenis pohon yang mulai tumbuh pada saat yang berlainan.
Di bagian permukaan tanah, tampaklah
berbagai macam semak belukar, rerumputan, dan serasah. Serasah disebut pula 'lantai hutan',
meskipun lebih mirip dengan permadani. Serasah adalah guguran segala batang,
cabang, daun, ranting, bunga, dan buah. Serasah memiliki peran penting karena
merupakan sumber humus, yaitu lapisan tanah teratas yang subur. Serasah juga
menjadi rumah dari serangga dan berbagai mikro
organisme lain. Uniknya, para penghuni justru memakan serasah, rumah
mereka itu; menghancurkannya dengan bantuan air dan suhu udara sehingga tanah humus terbentuk.
Di
bawah lantai hutan, kita dapat melihat akar semua tetumbuhan, baik besar maupun
kecil, dalam berbagai bentuk. Sampai kedalaman tertentu, kita juga dapat
menemukan tempat tinggal beberapa jenis binatang, seperti serangga,
ular, kelinci,
dan binatang pengerat lain.
2.1.4. Macam-macam
Hutan
Ada
berbagai jenis hutan. Pembedaan jenis-jenis hutan ini pun bermacam-macam pula. Dalam kenyataannya, seringkali beberapa
faktor pembeda itu bergabung, dan membangun sifat-sifat hutan yang khas.
Misalnya, hutan hujan tropika dataran rendah (lowland tropical rainforest), atau hutan dipterokarpa perbukitan (hilly dipterocarp forest). Hutan-hutan
rakyat, kerap dibangun dalam bentuk campuran antara tanaman-tanaman kehutanan
dengan tanaman pertanian jangka pendek, sehingga disebut dengan istilah
wanatani atau agroforest. Misalnya:
Jenis-jenis
hutan di Indonesia
a.
Berdasarkan tujuan
pengelolaannya:
1) Hutan
produksi, yang dikelola untuk menghasilkan kayu ataupun hasil hutan bukan kayu
(non-timber forest product)
2) Hutan lindung,
dikelola untuk melindungi tanah dan tata air
3) Hutan suaka
alam, dikelola untuk melindungi kekayaan keanekaragaman hayati atau keindahan alam.
4) Hutan
konversi, yakni hutan yang dicadangkan untuk penggunaan lain, dapat dikonversi
untuk pengelolaan non-kehutanan.
b.
Berdasarkan iklim
Berdasarkan
perbedaan iklim ini, Indonesia memiliki hutan gambut, hutan hujan tropis, dan
hutan muson.
·
Daerah tipe iklim A (sangat basah) yang
puncak musim hujannya jatuh antara Oktober
dan Januari,
kadang hingga Februari.
Daerah ini mencakup Pulau Sumatera; Kalimantan; bagian barat dan tengah Pulau Jawa;
sisi barat Pulau Sulawesi.
·
Daerah tipe iklim B (basah) yang
puncak musim hujannya jatuh antara Mei dan Juli, serta Agustus atau September sebagai bulan
terkering. Daerah ini mencakup bagian timur Pulau Sulawesi; Maluku; sebagian
besar Papua.
·
Daerah tipe iklim C (agak kering) yang
lebih sedikit jumlah curah hujannya, sedangkan bulan terkeringnya lebih
panjang. Daerah ini mencakup Jawa Timur; sebagian Pulau Madura;
Pulau Bali; Nusa Tenggara; bagian paling ujung selatan Papua.
1)
Hutan gambut
ada di daerah tipe iklim A atau B, yaitu di pantai timur Sumatera, sepanjang
pantai dan sungai besar Kalimantan, dan sebagian besar pantai selatan Papua.
Hutan
gambut di Kalimantan Tengah
2)
Hutan hujan tropis
adalah hutan lebat / hutan rimba belantara yang tumbuh di sekitar garis
khatulistiwa / ukuator yang memiliki curah turun hujan yang sangat tinggi.
Hutan jenis yang satu ini memiliki tingkat kelembapan yang tinggi, bertanah
subur, humus tinggi dan basah serta sulit untuk dimasuki oleh manusia. Hutan
ini sangat disukai pembalak hutan liar dan juga pembalak legal jahat yang
senang merusak hutan dan merugikan negara trilyunan rupiah. Hutan ini menempati
daerah tipe iklim A dan B. Jenis hutan ini menutupi sebagian besar Pulau
Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Maluku Utara, dan Papua. Di bagian barat
Indonesia, lapisan tajuk tertinggi hutan dipenuhi famili Dipterocarpaceae (terutama genus Shorea, Dipterocarpus, Dryobalanops, dan Hopea). Lapisan tajuk di bawahnya ditempati oleh famili Lauraceae, Myristicaceae, Myrtaceae, dan
Guttiferaceae. Di bagian timur, genus
utamanya adalah Pometia, Instia,
Palaquium, Parinari, Agathis, dan Kalappia.
Hutan
Hujan Tropis di Sumatera
3)
Hutan muson
tumbuh di daerah tipe iklim C atau D, yaitu di Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa
Timur, Bali, NTB, sebagian NTT, bagian tenggara Maluku, dan sebagian pantai
selatan Irian Jaya. Spesies pohon di hutan ini seperti jati (Tectona grandis),
walikukun (Actinophora fragrans), ekaliptus (Eucalyptus alba),
cendana (Santalum album), dan kayuputih (Melaleuca leucadendron).
c.
Berdasarkan sifat
tanahnya
Berdasarkan
sifat tanah, jenis hutan di Indonesia mencakup hutan pantai, hutan mangrove,
dan hutan rawa.
·
Hutan pantai
terdapat sepanjang pantai yang kering, berpasir, dan tidak landai, seperti di
pantai selatan Jawa. Spesies pohonnya seperti ketapang (Terminalia catappa),
waru (Hibiscus tiliaceus), cemara laut (Casuarina equisetifolia),
dan pandan (Pandanus tectorius).
Hutan Pantai di
Pantai Nglinyep, Malang
·
Hutan mangrove
adalah hutan
yang tumbuh di daerah pantai berlumpur. Hutan mangrove Indonesia
mencapai 776.000 ha dan tersebar di sepanjang pantai utara Jawa, pantai timur
Sumatera, sepanjang pantai Kalimantan, dan pantai selatan Papua. Jenis-jenis
pohon utamanya berasal dari genus Avicennia, Sonneratia, dan Rhizopheria.
Hutan
Mangrove di Cirebon
·
Hutan rawa adalah hutan yang berada
di daerah berawa dengan tumbuhan nipah tumbuh di hutan rawa.
Hutan ini terdapat di hampir semua pulau, terutama Sumatera, Kalimantan, dan
Papua. Spesies pohon rawa misalnya adalah nyatoh (Palaquium leiocarpum),
kempas (Koompassia spp), dan ramin (Gonystylus spp).
Hutan
Rawa di Sumatera
d. Berdasarkan fungsinya, yaitu :
1. Hutan
Wisata adalah hutan yang
digunakan untuk rekreasi oleh masyarakat umum.
Hutan
Wisata Punti Kayu di Palembang
2. Hutan
Cadangan adalah hutan yang
menyediakan berbagai plasma nutfah berupa flora dan fauna yang merupakan
kekayaan alam Indonesia untuk menjadi kelestarian beberapa spesies yang
tergolong langka agar habitatnya tetap tersedia di dunia.
3. Hutan
Lindung adalah hutan yang
difungsikan sebagai penjaga ketaraturan air dalam tanah (fungsi hidrolisis),
menjaga tanah agar tidak terjadi erosi serta untuk mengatur iklim (fungsi
klimatologis) sebagai penanggulang pencematan udara seperti C02
(karbon dioksida) dan C0 (karbon monoksida). Hutan lindung sangat dilindungi
dari perusakan penebangan hutan membabibuta yang umumnya terdapat di sekitar
lereng dan bibir pantai.
Hutan
Lindung di Sumatera
4. Hutan
Produksi / Hutan Industri yaitu adalah hutan yang dapat dikelola untuk
menghasilkan sesuatu yang bernilai ekonomi. Hutan produksi dapat dikategorikan
menjadi dua golongan yakni hutan rimba dan hutan budidaya. Hutan rimba adalah
hutan yang alami sedangkan hutan budidaya adalah hutan yang sengaja dikelola
manusia yang biasanya terdiri dari satu jenis tanaman saja. Hutan rimba yang
diusahakan manusia harus menebang pohon denga sistem tebang pilih dengan
memilih pohon yang cukup umur dan ukuran saja agar yang masih kecil tidak ikut
rusak.
d.
Berdasarkan pemanfaatan
lahan
Luas
hutan Indonesia terus menciut, sebagaimana diperlihatkan oleh tabel berikut:
Luas Penetapan Kawasan Hutan oleh Departemen Kehutanan Tahun Luas (Hektar) 1950
162,0 juta 1992 118,7 juta 2003 110,0 juta 2005 93,92 juta
Berdasarkan
hasil penafsiran citra satelit, kawasan hutan Indonesia yang mencapai 93,92
juta hektar
pada 2005
itu dapat dirinci pemanfaatannya sebagai berikut:
1.
Hutan tetap :
88,27 juta ha
2.
Hutan konservasi
: 15,37 juta ha
3.
Hutan lindung :
22,10 juta ha
4.
Hutan produksi terbatas
: 18,18 juta ha
5.
Hutan produksi tetap :
20,62 juta ha
6.
Hutan produksi yang
dapat dikonversi : 10,69 juta ha.
7.
Areal Penggunaan Lain
(non-kawasan hutan) : 7,96 juta ha.
Lahan hutan terluas ada
di Papua (32,36 juta ha), diikuti berturut-turut oleh Kalimantan (28,23 juta
ha), Sumatera (14,65 juta ha), Sulawesi (8,87 juta ha), Maluku dan Maluku Utara
(4,02 juta ha), Jawa (3,09 juta ha), serta Bali dan Nusa Tenggara (2,7 juta
ha).
2.2.
Ancaman
Kerusakan Hutan
2.2.1.
Kondisi Hutan Kita Saat Ini
Berdasarkan
data tahun 1985, Indonesia bersama - sama dengan Brasil dan Zaire mempunyai
luas hutan tropis sebesar 53 % dari luas total hutan dunia. Indonesia sendiri
mempunyai 10 % yang merupakan kekayaan hutan tropika terbesar di asia dan nomor
tiga di dunia. ( Kantor Men. KLH, 1990 : 25-27 ).
Hutan Indonesia
terancam semakin berkurang seiring dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah
(PP) No 2 dan 3 tahun 2008. Peraturan ini mengatur tentang Penerimaan
Negara Bukan Pajak (PNBP) yang berasal dari penggunaan kawasan hutan untuk
kepentingan pembangunan diluar kegiatan kehutanan (Liem dalam Wajah
Hutan Indonesia). PP tersebut akan menjadi landasan hukum bagi investor
untuk membuka hutan-hutan produksi baru atau kegiatan budidaya hutan di
berbagai wilayah di Nusantara.
Keberadaan aspek legal yang
mendukung aktivitas budidaya untuk kawasan perhutanan menjadi bagian dari
kondisi hutan kita saat ini. Bentuk peruntukan kawasan hutan dengan alih fungsi
lahan menjadi wilayah pertambangan (budidaya) atau hutan produksi menyebabkan
kerusakan hutan menjadi hal biasa dan terjadi begitu saja.
Aktivitas
seperti penambangan di Hutan dapat menyebabkan kerusakan permanen. Aktivitas
penambangan dapat menimbulkan dampak yang besar, tidak hanya pada kawasan
penambangan tapi juga wilayah disekitarnya, termasuk wilayah hilir dan pesisir
dimana limbah penambangan dialirkan. Tidak hanya itu, sisa-sisa hasil
penambangan dapat merusak ekosistem di dalam hutan dan merusak keseimbangan
alam. Selain penambangan, hutan kita saat ini juga dihiasi dengan
aktivitas illegal logging yang masih terus berlangsung
disejumlah tempat di Indonesia. Penangkapan ribuan log kayu di Kalimantan Barat
dan di Riau baru-baru ini makin memperjelas status kehutanan Indonesia yang
lebih besar pasak dari pada tiang.
Menurut data
yang diperoleh dari WALHI, dalam periode 2000-2005, hutan Indonesia telah
hilang seluas 5,4 juta hektar. Deforestasi
ini terjadi akibat pembangunan ekonomi yang dilangsungkan tak lagi menempatkan
pertimbangan ekologis sebagai rujukan utama. Alih fungsi hutan lindung yang
sedang berlangsung di Kabupaten Bintan, Kepulauan Riau dan Banyuasin, Sumatera
Selatan, adalah ukuran paling mencolok. Selain itu, proses deforestasi terjadi besar-besaran di tujuh pulau besar di
Indonesia, terbesar di Pulau Sumatera dan Kalimantan.
Saat ini
Indonesia adalah pemilik 126,8 juta hektar hutan. Hutan seluas ini merupakan
tempat tinggal dan pendukung kehidupan 46 juta penduduk lingkar hutan. Namun,
seiring dengan tingginya tingkat permintaan pasar pada industri pengolahan
kayu, laju pertumbuhan pengurangan hutan dapat menyebabkan hilangnya asset
bangsa dan dunia ini dalam waktu yang cepat (Berry dalam Tenggelamnya
Indonesiaku!).
Kerusakan
hutan (deforestasi) masih tetap
menjadi ancaman di Indonesia. Menurut data laju deforestasi (kerusakan hutan)
periode 2003-2006 yang dikeluarkan oleh Departemen Kehutanan, laju deforestasi di Indonesia mencapai 1,17
juta hektar pertahun.
Bahkan jika menilik data yang
dikeluarkan oleh State of the World’s
Forests 2007 yang dikeluarkan The UN
Food & Agriculture Organization (FAO), angka deforestasi Indonesia pada periode 2000-2005 1,8 juta hektar/tahun.
Laju deforestasi hutan di Indonesia ini membuat Guiness Book of The Record memberikan ‘gelar kehormatan’ bagi
Indonesia sebagai negara dengan daya rusak hutan tercepat di dunia.
Dari total luas hutan di Indonesia
yang mencapai 180 juta hektar, menurut Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan
(Menteri Kehutanan sebelumnya menyebutkan angka 135 juta hektar) sebanyak 21
persen atau setara dengan 26 juta hektar telah dijarah total sehingga tidak
memiliki tegakan pohon lagi. Artinya, 26 juta hektar hutan di Indonesia telah
musnah.
Selain itu, 25% lainnya atau setara
dengan 48 juta hektar juga mengalami deforestasi dan dalam kondisi rusak akibat
bekas area HPH (hak penguasaan hutan). Dari total luas htan di Indonesia hanya
sekitar 23 persen atau setara dengan 43 juta hektar saja yang masih terbebas
dari deforestasi (kerusakan hutan)
sehingga masih terjaga dan berupa hutan primer.
Deforestasi dekat Taman
Nasional Bukit Tiga Puluh
Indonesia memiliki 10% hutan tropis
dunia yang masih tersisa. Hutan Indonesia memiliki 12% dari jumlah spesies
binatang menyusui atau mamalia, pemilik 16% spesies binatang reptil dan
amphibi, 1.519 spesies burung dan 25% dari spesies ikan dunia. Sebagian
diantaranya adalah endemik atau hanya
dapat ditemui di daerah tersebut. Luas hutan alam asli Indonesia menyusut
dengan kecepatan yang sangat mengkhawatirkan. Hingga saat ini, Indonesia telah
kehilangan hutan aslinya sebesar 72%. Penebangan hutan Indonesia yang tidak
terkendali selama puluhan tahun dan menyebabkan terjadinya penyusutan hutan
tropis secara besar-besaran. Laju kerusakan hutan periode 1985-1997 tercatat
1,6 juta hektare per tahun, sedangkan pada periode 1997-2000 menjadi 3,8 juta
hektare per tahun. Ini menjadikan Indonesia merupakan salah satu tempat dengan
tingkat kerusakan hutan tertinggi di dunia. Di Indonesia berdasarkan hasil
penafsiran citra landsat tahun 2000 terdapat 101,73 juta hektare hutan dan
lahan rusak, diantaranya seluas 59,62 juta hektare berada dalam kawasan hutan.
Pada abad ke-16 sampai pertengahan
abad ke-18, hutan alam di Jawa diperkirakan masih sekitar 9 juta hektare. Pada
akhir tahun 1980-an, tutupan hutan alam di Jawa hanya tinggal 0,97 juta hektare
atau 7 persen dari luas total Pulau Jawa. Saat ini, penutupan lahan di pulau
Jawa oleh pohon tinggal 4 %. Pulau Jawa sejak tahun 1995 telah mengalami
defisit air sebanyak 32,3 miliar meter kubik setiap tahunnya. Fungsi hutan
sebagai penyimpan air tanah juga akan terganggu akibat terjadinya pengrusakan
hutan yang terus-menerus. Hal ini akan berdampak pada semakin seringnya terjadi
kekeringan di musim kemarau dan banjir serta tanah longsor di musim penghujan.
Pada akhirnya, hal ini akan berdampak serius terhadap kondisi perekonomian
masyarakat. Industri perkayuan di Indonesia memiliki kapasitas produksi sangat
tinggi dibanding ketersediaan kayu. Pengusaha kayu melakukan penebangan tak
terkendali dan merusak, pengusaha perkebunan membuka perkebunan yang sangat
luas, serta pengusaha pertambangan membuka kawasan-kawasan hutan. Sementara itu
rakyat digusur dan dipinggirkan dalam pengelolaan hutan yang mengakibatkan
rakyat tak lagi punya akses terhadap hutan mereka. Dan hal ini juga diperparah
dengan kondisi pemerintahan yang korup, dimana hutan dianggap sebagai sumber
uang dan dapat dikuras habis untuk kepentingan pribadi dan kelompok. Penebangan
hutan di Indonesia yang tak terkendali telah dimulai sejak akhirtahun 1960-an,
yang dikenal dengan banjir-kap, dimana orang melakukan kayu secara manual.
Penebangan hutan skala besar dimulai pada tahun 1970. Dan dilanjutkan dengan
dikeluarkannya izin-izin pengusahaan hutan tanaman industri di tahun 1990, yang
melakukan tebang habis (land clearing).
Selain itu, areal hutan juga dialihkan fungsinya menjadi kawasan perkebunan
skala besar yang juga melakukan pembabatan hutan secara menyeluruh, menjadi
kawasan transmigrasi dan juga menjadi kawasan pengembangan perkotaan.
Di tahun 1999, setelah otonomi
dimulai, pemerintah daerah membagi-bagikan kawasan hutannya kepada pengusaha
daerah dalam bentuk hak pengusahaan skala kecil. Di saat yang sama juga terjadi
peningkatan aktivitas penebangan hutan tanpa izin yang tak terkendali oleh
kelompok masyarakat yang dibiayai pemodal (cukong) yang dilindungi oleh aparat
pemerintah dan keamanan.
2.2.2. Faktor penyebab deforestasi di Indonesia
Laju deforestasi hutan di Indonesia
paling besar disumbang oleh kegiatan industri, terutama industri kayu, yang
telah menyalahgunakan HPH yang diberikan sehingga mengarah pada pembalakan
liar. Penebangan hutan di Indonesia mencapai 40 juta meter kubik setahun,
sedangkan laju penebangan yang sustainable
(lestari berkelanjutan) sebagaimana direkomendasikan oleh Departemen Kehutanan
menurut World Bank adalah 22 juta kubik meter setahun.
Penyebab deforestasi terbesar kedua di Indonesia, disumbang oleh pengalihan
fungsi hutan (konversi hutan) menjadi perkebunan. Konversi hutan menjadi area perkebunan
(seperti kelapa sawit), telah merusak lebih dari 7 juta ha hutan sampai akhir
1997. Deforestasi di Indonesia
sebagian besar merupakan akibat dari suatu sistem politik dan ekonomi yang
korup, yang menganggap sumber daya alam, khususnya hutan, sebagai sumber
pendapatan yang bisa dieksploitasi untuk kepentingan politik dan keuntungan
pribadi. Pertumbuhan industri pengolahan kayu dan perkebunan di Indonesia
terbukti sangat menguntungkan selama bertahun-tahun, dan keuntungannya
digunakan oleh rejim Soeharto sebagai alat untuk memberikan penghargaan dan
mengontrol teman-teman, keluarga dan mitra potensialnya. Selama lebih dari 30
tahun terakhir, negara ini secara dramatis meningkatkan produksi hasil hutan
dan hasil perkebunan yang ditanam di lahan yang sebelumnya berupa hutan. Dewasa
ini Indonesia adalah produsen utama kayu bulat, kayu gergajian, kayu lapis, pulp dan kertas, disamping beberapa
hasil perkebunan, misalnya kelapa sawit, karet dan coklat Pertumbuhan ekonomi
ini dicapai tanpa memperhatikan pengelolaan hutan secara berkelanjutan atau
hak-hak penduduk lokal.
Untuk saat ini, penyebab deforestasi hutan semakin kompleks.
Kurangnya penegakan hukum yang terjadi saat ini memperparah kerusakan hutan dan
berdampak langsung pada semakin berkurangnya habitat orangutan secara
signifikan.
Penyebab deforestasi
di Indonesia, yaitu :
1)
Hak Penguasaan Hutan
Lebih dari setengah kawasan hutan
Indonesia dialokasikan untuk produksi kayu berdasarkan sistem tebang pilih.
Banyak perusahaan HPH yang melanggar pola-pola tradisional hak kepemilikan atau
hak penggunaan lahan. Kurangnya pengawasan dan akuntabilitas perusahaan berarti
pengawasan terhadap pengelolaan hutan sangat lemah dan, lama kelamaan, banyak
hutan produksi yang telah dieksploitasi secara berlebihan. Menurut klasifikasi
pemerintah, pada saat ini hampir 30 persen dari konsesi HPH yang telah
disurvei, masuk dalam kategori "sudah terdegradasi". Areal konsesi
HPH yang mengalami degradasi memudahkan penurunan kualitasnya menjadi di bawah
batas ambang produktivitas, yang memungkinkan para pengusaha perkebunan untuk
mengajukan permohonan izin konversi hutan. Jika permohonan ini disetujui, maka
hutan tersebut akan ditebang habis dan diubah menjadi hutan tanaman industri
atau perkebunan.
2)
Hutan tanaman industri
Hutan tanaman industri telah
dipromosikan secara besar-besaran dan diberi subsidi sebagai suatu cara untuk
menyediakan pasokan kayu bagi industri pulp
yang berkembang pesat di Indonesia, tetapi cara ini mendatangkan tekanan
terhadap hutan alam. Hampir 9 juta ha lahan, sebagian besar adalah hutan alam,
telah dialokasikan untuk pembangunan hutan tanaman industri. Lahan ini
kemungkinan telah ditebang habis atau dalam waktu dekat akan ditebang habis.
Namun hanya sekitar 2 juta ha yang telah ditanami, sedangkan sisanya seluas 7
juta ha menjadi lahan terbuka yang terlantar dan tidak produktif.
3)
Perkebunan
Lonjakan pembangunan perkebunan,
terutama perkebunan kelapa sawit, merupakan penyebab lain dari deforestasi.
Hampir 7 juta ha hutan sudah disetujui untuk dikonversi menjadi perkebunan
sampai akhir tahun 1997 dan hutan ini hampir dapat dipastikan telah ditebang
habis. Tetapi lahan yang benar-benar dikonversi menjadi perkebunan kelapa sawit
sejak tahun 1985 hanya 2,6 juta ha, sementara perkebunan baru untuk tanaman
keras lainnya kemungkinan luasnya mencapai 1-1,5 juta ha. Sisanya seluas 3 juta
ha lahan yang sebelumnya hutan sekarang dalam keadaan terlantar. Banyak
perusahaan yang sama, yang mengoperasikan konsesi HPH, juga memiliki
perkebunan. Dan hubungan yang korup berkembang, dimana para pengusaha
mengajukan permohonan izin membangun perkebunan, menebang habis hutan dan
menggunakan kayu yang dihasilkan utamanya untuk pembuatan pulp, kemudian pindah
lagi, sementara lahan yang sudah dibuka ditelantarkan.
4)
llegal
logging
Illegal
Logging di Riau
Illegal
logging adalah merupakan praktek langsung pada penebangan
pohon di kawasan hutan negara secara illegal. Dilihat dari jenis kegiatannya,
ruang lingkup illegal logging terdiri dari :
·
Rencana penebangan, meliputi semua atau
sebagian kegiatan dari pembukaan akses ke dalam hutan negara, membawa alat-alat
sarana dan prasarana untuk melakukan penebangan pohon dengan tujuan eksploitasi
kayu secara illegal.
·
Penebangan pohon dalam makna sesunguhnya
untuk tujuan eksploitasi kayu secara illegal. Produksi kayu yang berasal dari
konsesi HPH, hutan tanaman industri dan konversi hutan secara keseluruhan
menyediakan kurang dari setengah bahan baku kayu yang diperlukan oleh industri
pengolahan kayu di Indonesia. Kayu yang diimpor relatif kecil, dan
kekurangannya dipenuhi dari pembalaka ilegal. Pencurian kayu dalam skala yang
sangat besar dan yang terorganisasi sekarang merajalela di Indonesia; setiap
tahun antara 50-70 persen pasokan kayu untuk industri hasil hutan ditebang secara
ilegal. Luas total hutan yang hilang karena pembalakan ilegal tidak diketahui,
tetapi seorang mantan Direktur Jenderal Pengusahaan Hutan, Departemen
Kehutanan, Titus Sarijanto, baru-baru ini menyatakan bahwa pencurian kayu dan
pembalakan ilegal telah menghancurkan sekitar 10 juta ha hutan Indonesia.
5)
Konversi
Lahan
Koversi
hutan menjadi lahan pertanian di Agrabinta,Cianjur
Peran pertanian tradisional skala
kecil, dibandingkan dengan penyebab deforestasi yang lainnya, merupakan subyek
kontroversi yang besar. Tidak ada perkiraan akurat yang tersedia mengenai luas
hutan yang dibuka oleh para petani skala kecil sejak tahun 1985, tetapi suatu
perkiraan yang dapat dipercaya pada tahun 1990 menyatakan bahwa para peladang
berpindah mungkin bertanggung jawab atas sekitar 20 persen hilangnya hutan.
Data ini dapat diterjemahkan sebagai pembukaan lahan sekitar 4 juta ha antara
tahun 1985 sampai 1997.
6)
Program Transmigrasi
Transmigrasi yang berlangsung dari
tahun 1960-an sampai 1999, yaitu memindahkan penduduk dari Pulau Jawa yang
berpenduduk padat ke pulau-pulau lainnya. Program ini diperkirakan oleh
Departemen Kehutanan membuka lahan hutan hampir 2 juta ha selama keseluruhan
periode tersebut. Di samping itu, para petani kecil dan para penanam modal skala
kecil yang oportunis juga ikut andil sebagai penyebab deforestasi karena mereka membangun lahan tanaman perkebunan,
khususnya kelapa sawit dan coklat, di hutan yang dibuka dengan operasi
pembalakan dan perkebunan yang skalanya lebih besar. Belakangan ini,
transmigrasi "spontan" meningkat, karena penduduk pindah ke tempat
yang baru untuk mencari peluang ekonomi yang lebih besar, atau untuk
menghindari gangguan sosial dan kekerasan etnis. Estimasi yang dapat dipercaya
mengenai luas lahan hutan yang dibuka oleh para migran dalam skala nasional
belum pernah dibuat.
7)
Kebakaran
Hutan
Kebakaran
Hutan di Kalimantan Tengah
Pembakaran secara sengaja oleh
pemilik perkebunan skala besar untuk membuka lahan, dan oleh masyarakat lokal
untuk memprotes perkebunan atau kegiatan operasi HPH mengakibatkan kebakaran
besar yang tidak terkendali, yang luas dan intensitasnyan belum pernah terjadi
sebelumnya. Lebih dari 5 juta ha hutan terbakar pada tahun 1994 dan 4,6 juta ha
hutan lainnya terbakar pada tahun 1997-98. Sebagian dari lahan ini tumbuh
kembali menjadi semak belukar, sebagian digunakan oleh para petani skala kecil,
tetapi sedikit sekali usaha sistematis yang dilakukan untuk memulihkan tutupan
hutan atau mengembangkan pertanian yang produktif.
Pada kondisi alami, lahan gambut
tidak mudah terbakar karena sifatnya yang menyerupai spons, yakni menyerap dan
menahan air secara maksimal sehingga pada musim hujan dan musim kemarau tidak
ada perbedaan kondisi yang ekstrim. Namun, apabila kondisi lahan gambut tersebut
sudah mulai tergangggu akibatnya adanya konversi lahan atau pembuatan kanal,
maka keseimbangan ekologisnya akan terganggu. Pada musim kemarau, lahan gambut
akan sangat kering sampai kedalaman tertentu dan mudah terbakar. Gambut
mengandung bahan bakar (sisa tumbuhan) sampai di bawah permukaan, sehingga api
di lahan gambut menjalar di bawah permukaan tanah secara lambat dan dan sulit
dideteksi, dan menimbulkan asap tebal. Api di lahan gambut sulit dipadamkan
sehingga bisa berlangsung lama (berbulan-bulan). Dan baru bisa mati total
setelah adanya hujan yang intensif.
Selain penyebab di atas kerusakan hutan di Indonesia
juga disebabkan oleh beberapa faktor yaitu:
a)
Kepentingan Ekonomi
Dalam mengelola
hutan kepentingan ekonomi kelihatannya masih lebih dominan daripada memikirkan
kepentingan kelestarian ekologi. Akibatnya agenda yang berdimensi jangka
panjang yaitu kelestarian ekologi menjadi terabaikan. Proses ini berjalan
linear dengan akselerasi perekonomian global dan pasar bebas. Pasar bebas pada
umumnya mendorong setiap negara mencari komposisi sumberdaya yang paling
optimal dan suatu spesialisasi produk ekspor. Negara yang kapabilitas
teknologinya rendah seperti Indonesia cenderung akan membasiskan industrinya
pada bidang yang padat yaitu sumber daya alam. Hal ini ditambah dengan adanya
pemahaman bahwa mengexploitasi sumber daya alam termasuk hutan adalah cara yang
paling mudah dan murah untuk mendapatkan devisa ekspor. Industrialisasi di
Indonesia yang belum mencapai taraf kematangan juga telah membuat tidak mungkin
ditinggalkannya industri padat seperti itu. Kemudian beban hutang luar negeri
yang berat juga telah ikut membuat Indonesia terpaksa mengexploitasi sumber
daya alamnya dengan berlebihan untuk dapat membayar hutang negara. Inilah yang membuat ekspor non- migas Indonesia masih didominasi dan
bertumpu pada produk-produk yang padat seperti hasil-hasil sumber daya alam. Ekspor kayu, bahan tambang dan eksplorasi hasil hutan lainnya terjadi dalam
kerangka seperti ini. Ironisnya kegiatan-kegiatan ini sering dilakukan dengan
cara yang exploitative dan disertai
oleh aktivitas-aktivitas illegal yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan
besar atau kecil bahkan masyarakat yang akhirnya memperparah dan mempercepat
terjadinya kerusakan hutan.
b)
Penegakan Hukum yang Lemah
Menteri Kehutanan Republik Indonesia
M.S.Kaban SE.MSi menyebutkan bahwa lemahnya penegakan hukum di Indonesia telah
turut memperparah kerusakan hutan Indonesia. Menurut Kaban penegakan hukum barulah menjangkau para pelaku di lapangan
saja. Biasanya mereka hanya orang-orang upahan yang bekerja untuk mencukupi
kebutuhan hidup mereka sehari-harinya. Mereka hanyalah suruhan dan bukan orang
yang paling bertanggungjawab. Orang yang menyuruh mereka dan paling
bertanggungjawab sering belum disentuh hukum. Mereka biasanya mempunyai modal
yang besar dan memiliki jaringan kepada penguasa. Kejahatan seperti ini sering
juga melibatkan aparat pemerintahan yang berwenang dan seharusnya menjadi
benteng pertahanan untuk menjaga kelestarian hutan seperti polisi kehutanan dan
dinas kehutanan. Keadaan ini sering menimbulkan tidak adanya koordinasi yang
maksimal baik diantara kepolisian, kejaksaan dan pengadilan sehingga banyak
kasus yang tidak dapat diungkap dan penegakan hukum menjadi sangat lemah.
c)
Mentalitas Manusia.
Manusia sering memposisikan dirinya
sebagai pihak yang memiliki otonomi untuk menyusun blue print dalam perencanaan dan pengelolaan hutan, baik untuk
kepentingan generasi sekarang maupun untuk anak cucunya. Hal ini kemungkinan
disebabkan karena manusia sering menganggap dirinya sebagai ciptaan yang lebih
sempurna dari yang lainnya. Pemikiran antrhroposentris seperti ini menjadikan
manusia sebagai pusat. Bahkan posisi seperti ini sering ditafsirkan memberi
lisensi kepada manusia untuk “menguasai” hutan. Karena manusia memposisikan
dirinya sebagai pihak yang dominan, maka keputusan dan tindakan yang
dilaksanakanpun sering lebih banyak di dominasi untuk kepentingan manusia dan
sering hanya memikirkan kepentingan sekarang daripada masa yang akan datang.
Akhirnya hutanpun dianggap hanya sebagai sumber penghasilan yang dapat
dimanfaatkan dengan sesuka hati. Masyarakat biasa melakukan pembukaan hutan
dengan berpindah-pindah dengan alasan akan dijadikan sebagai lahan pertanian.
Kalangan pengusaha menjadikan hutan sebagai lahan perkebunan atau penambangan
dengan alasan untuk pembangunan serta menampung tenaga kerja yang akan
mengurangi jumlah pengangguran. Tetapi semua itu dilaksanakan dengan cara
pengelolaan yang exploitative yang
akhirnya menimbulkan kerusakan hutan. Dalam struktur birokrasi pemerintahan
mentalitas demikian juga seakan-akan telah membuat aparat tidak serius untuk
menegakkan hukum dalam mengatasi kerusakan hutan bahkan terlibat di dalamnya.
2.3.
Dampak Kerusakan Hutan
Dampak
dari Deforestasi hutan (kerusakan hutan) secara langsung adalah : memberikan dampak yang signifikan
bagi masyarakat dan lingkungan alam di Indonesia. Kegiatan penebangan yang
mengesampingkan konversi hutan mengakibatkan penurunan kualitas lingkungan yang
pada akhirnya meningkatkan peristiwa bencana alam, seperti tanah longsor dan
banjir, terjadinya longsor tanah di beberapa
daerah di Indonesia karena berkurang daya tahan terhadap air hujan karena
berkurangnya pondasi yang memperkuat sruktur tanah berupa pohon dan humus,
terjadinya banjir dibeberapa daerah sebagai akibat berkurangnya kemampuan tanah
dalam melakukan penyerapan terhadap air, dan sebagainya. Selain itu, meningkatnya
panas bumi akibat kurangnya jumlah O2 yang tersedia di alam
digantikan oleh asap dan kabut tebal pada pagi hari. Dampak buruk lain akibat kerusakan
hutan adalah terancamnya kelestarian satwa dan flora di Indonesia utamanya
flora dan fauna endemik. Satwa-satwa endemik yang semakin terancam kepunahan
akibat deforestasi hutan misalnya lutung jawa (Trachypithecus auratus), dan merak (Pavo muticus), owa jawa (Hylobates
moloch), macan tutul (Panthera pardus),
elang jawa (Spizaetus bartelsi),
merpati hutan perak (Columba argentina),
dan gajah sumatera (Elephant maximus
sumatranus).
Dampak
yang tidak langsung yang dirasakan oleh umat manusia adalah adanya kanker kulit
sebagai akibat dari mengurangnya kemampuan atmosfer dalam melakukan
perlindungan terhadap unsur sinar matahari yang berbahaya, meningkatnya
permukaan air laut yang mengakibatkan tenggelamnya beberapa pulau kecil yang
berada di beberapa daerah di wilayah bumi, dan sebagainya. Jadi bisa kita lihat
dampak kerusakan hutan tidak hanya akan dialami oleh bangsa Indonesia saja
tetapi juga oleh umat manusia di seluruh dunia.
Kebakaran hutan yang cukup besar
seperti yang terjadi pada tahun 1997/98 menimbulkan dampak yang sangat luas
disamping kerugian material kayu, non kayu dan hewan. Dampak negatif yang
sampai menjadi isu global adalah asap dari hasil pembakaran yang telah
melintasi batas negara. Sisa pembakaran selain menimbulkan kabut juga mencemari
udara dan meningkatkan gas rumah kaca.
Asap tebal dari kebakaran hutan
berdampak negatif karena dapat mengganggu kesehatan masyarakat terutama
gangguan saluran pernapasan. Selain itu asap tebal juga mengganggu transportasi
khususnya tranportasi udara disamping transportasi darat, sungai, danau, dan
laut. Pada saat kebakaran hutan yang cukup besar banyak kasus penerbangan
terpaksa ditunda atau dibatalkan. Sementara pada transportasi darat, sungai,
danau dan laut terjadi beberapa kasus tabrakan atau kecelakaan yang menyebabkan
hilangnya nyawa dan harta benda.
Kerugian karena terganggunya
kesehatan masyarakat, penundaan atau pembatalan penerbangan, dan kecelakaan
transportasi di darat, dan di air memang tidak bisa diperhitungkan secara
tepat, tetapi dapat dipastikan cukup besar membebani masyarakat dan pelaku
bisnis. Dampak kebakaran hutan Indonesia berupa asap tersebut telah melintasi
batas negara terutama Singapura, Brunai Darussalam, Malaysia dan
Thailand.
Dampak lainnya adalah kerusakan
hutan setelah terjadi kebakaran dan hilangnya margasatwa. Hutan yang terbakar
berat akan sulit dipulihkan, karena struktur tanahnya mengalami kerusakan.
Hilangnya tumbuh-tumbuhan menyebabkan lahan terbuka, sehingga mudah tererosi,
dan tidak dapat lagi menahan banjir. Karena itu setelah hutan terbakar, sering
muncul bencana banjir pada musim hujan di berbagai daerah yang hutannya
terbakar. Kerugian akibat banjir tersebut juga sulit diperhitungkan.
Analisis dampak kebakaran hutan
masih dalam tahap pengembangan awal, pengetahuan tentang ekosistem yang
rumit belum berkembang dengan baik dan informasi berupa ambang kritis perubahan
ekologis berkaitan dengan kebakaran sangat terbatas, sehingga dampak kebakaran
hutan sulit diperhitungkan secara tepat. Meskipun demikian, berdasarkan
perhitungan kasar yang telah diuraikan diatas dapat disimpulkan bahwa kebakaran
hutan menimbulkan dampak yang cukup besar bagi masyarakat sekitarnya, bahkan
dampak tersebut sampai ke negara tetangga.
Sejak kebakaran hutan yang cukup
besar yang terjadi pada tahun 1982/83 yang kemudian diikuti rentetan kebakaran
hutan beberapa tahun berikutnya dan juga penebangan liar yang terjadi di
indonesia ini sebenarnya telah dilaksanakan beberapa langkah, baik bersifat
antisipatif (pencegahan) maupun penanggulangannya.
Bencana yang dapat ditimbulkan jika terjadi
perusakan hutan, antara lain:
1.
Longsor
Longsor
di Pasir Jambu Ciwidey, Bandung
Tanah longsor sering terjadi di Indonesia, diakibatkan
penggundulan hutan bertahun-tahun. Longsor dipengaruhi oleh keberadaan hutan
sangat signifikan. Artinya keberadaan hutan sangat penting dalam mencegah
longsor. Pengaruh hutan dalam mudah-tidaknya terjadi longsor ada dua hal.
Pertama, melalui penguapan air oleh hutan. Fakta membuktikan bahwa tanah
longsor terjadi pada tanah miring dan hujan, karena terjadi akumulasi air di
dalam tanah sehingga daya beratnya bertambah. Dalam hal ini hutan berpengaruh
mengurangi kelembaban tanah melalui penguapan. Kedua, perakarannya mampu
menahan tanah pada tempatnya. Ketika tanaman hutan diganti dengan tanaman
pertanian, maka tanah di daerah tersebut menjadi rentan terhadap longsor.
Bencana Tanah longsor terjadi disebabkan tak ada lagi unsur yang menahan
lapisan tanah pada tempatnya sehingga menimbulkan kerusakan.
2. Banjir dan
kekeringan
Kalau
sudah tanah gundul, hutan tidak lagi menyerap air, tidak ada pengikat air pada
tanah, apalagi kalau tidak terjadi bencana banjir? Air hujan yang turun akan
langsung mengalir menuju anak sungai sambil membawa kikisan tanah sehingga bisa
mengakibatkan pendangkalan sungai. Banjir akan datang tanpa diundang..
Banjir di Tanggamus, Lampung
Demikian
sebaliknya karena tidak adanya penyerapan sehingga tidak ada tampungan air,
begitu kemarau datang yang terjadi sumber mata air mati, hulu sungai kering,
pada akhirnya terjadilah kekeringan.
Jika Penggundulan
Hutan dibiarkan terus berlangsung, Longsor dan
banjir akan datang silih berganti, bukan mustahil akhirnya lingkungan berubah
menjadi padang tandus, pada akhirnya kekeringan tak dapat di elakan. Kekeringan
akan terjadi sebab pasokan air hujan ke dalam tanah (water saving) rendah dan cadangan air di musim kemarau berkurang
ini yang menyebabkan terjadi kekeringan berkepanjangan dan hilangnya mata
air. Penggundulan hutan semena-mena mengubah fungsi
hutan yang seharusnya menyerap air dan memberikan cadangan air ketika musim
kemarau tiba, justru ditebangi dan dijual kayunya. Akibatnya di musim kemarau
akan terjadi kekeringan atau kekurangan air. Siapa yang menanggung akibatnya?
Jelas masyarakat sekitar yang menanggung akibatnya dan Negara yang dirugikan.
Kekeringan di Kabupaten Banyuwangi
BAB III
PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN
KERUSAKAN HUTAN
3.1.
Pencegahan Kerusakan Hutan
Metode Jeda Penebangan Hutan (Moratorium Logging) Sebagai Langkah Awal Bersama
Berangkat dari kompleksnya faktor penyebab kerusakan hutan di Indonesia dibutuhkan solusi yang cepat dan tepat, untuk menyatukan visi dan misi seluruh stakeholders dalam menjaga eksistensi hutan di Negara ini. Jeda Penebangan Hutan atau Moratorium Logging adalah suatu metode pembekuan atau penghentian sementara seluruh aktifitas penebangan kayu skala besar (skala industri) untuk sementara waktu tertentu sampai sebuah kondisi yang diinginkan tercapai. Lama atau masa diberlakukannya moratorium biasanya ditentukan oleh berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk mencapai kondisi tersebut (Hardiman dalam Hutan Hancur, Moratorium Manjur).
Sebagai
langkah awal dalam pencegahan kerusakan hutan nasional, metode ini dapat
dilaksanakan oleh berbagai pihak. Bentuknya dapat berupa reformasi hutan yang
dilaksanakan oleh semua pihak sebgai bentuk partisipasi pemerintah, privat, dan
masyarakat dalam melindungi hutan dari kerusakan.
Moratorium
Logging dapat
memberikan manfaat bagi semua pihak, berikut adalah gambaran manfaat yang dapat
diterima oleh stakeholder bila jeda penebangan hutan dilaksanakan saat ini:
·
Pemerintah mendapatkan manfaat berupa jangka waktu dalam
melakukan restrukturisasi dan renasionalisasi industri olahan kayu nasional,
mengkoreksi over kapasitas yang dihasilkan oleh indsutri kayu, serta mengatur
hak-hak pemberdayaan sumber daya hutan, dan melakukan pengawasan illegal
logging bersama sector private dan masyarakat.
·
Private/investor mendapatkan keuntungan dengan meningkatnya harga kayu
di pasaran, sumber daya (kayu) kembali terjamin keberadaannya, serta
meningkatkan efisiensi pemakaian bahan kayu dan membangun hutan-hutan
tanamannya sendiri.
·
Masyarakat mendapatkan keuntungan dengan kembali hijaunya hutan
disekeliling lingkungan tinggal mereka, serta dapat terhindar dari potensi
bencana akibat kerusakan hutan.
Selain dari keuntungan bagi
stakeholders terkait jeda penebangan hutan juga bermanfaat dari segi ekologi,
proses pembekuan sementara ini dapat menahan laju kerusakan hutan di Indonesia,
serta dapat meningkatkan kapasitas oksigen di udara untuk mengurangi dampak
dari pemanasan global.
Langkah Penerapan Moratorium Logging
Perlu diketahui bahwa jeda
pembalakan kayu (Moratorium Logging)
adalah langkah awal yang dapat diterapkan sejak saat ini untuk menanggulangi
kerusakan hutan nasional. Adapun beberapa langkah yang dapat dilakukan dalam
menerapkan metode ini dengan cepat adalah sebagai berikut (diadaptasi dari Liem
dalam Jeda Penebangan Hutan):
1. Penghentian
pengeluaran ijin baru
Sebagai kebijakan awal yang dapat
dilakukan adalah dengan penghentian pengeluaran ijin-ijin HPH (Hak Pengusahaan
Hutan). Hal ini diharapkan dapat menjadi upaya pencegahan awal, dengan
ditutupnya ‘keran’ ijin-ijin baru dapat mengurangi risiko bertambahnya areal
hutan yang rusak, selain itu juga dapat dijadikan metode evaluasi terhadap HPH
yang ada sebelumnya dalam mengelola kawasan hutan produksi.
2. Penyelamatan hutan-hutan yang peling terancam
kelestariannya
Penebangan
hutan untuk industri (industrial logging)
yang tidak terkontrol selama puluhan tahun telah menyebabkan terjadinya
deforestasi dan degradasi hutan tropis dalam skala masif. Kecepatan penyusutan
hutan alam antara tahun 1984 dan 1998 adalah sebesar 1,6 juta hektar per tahun,
dan saat ini telah melampaui 2,4 juta hektar per tahun, salah satu angka
kerusakan hutan tertinggi di dunia (Hardiman dalam Hutan Hancur, Moratorium
Manjur). Di antara hutan-hutan tersebut terdapat hutan yang benar-benar
terancam kelestariannya, diantaranya hutan di Kalimantan dan Sumatera yang
mencapai 1.345, 5 Ha per tahun tingkat deforestasinya. Oleh karena itu, dalam
metode ini diperlukan langkah yang tegas dalam penyelamatan hutan-hutan yang
sangat terancam, baik oleh pemerintah, swasta, maupun masyarakat umum.
3. Penyelesaian konflik soial dalam pengelolaan
hutan
Proses
penghentian sementara memberikan kesempatan bagi pemerintah, swasta, dan
masyarakat yang berada di wilayah-wilayah konflik, untuk duduk bersama dan
membicarakan solusi dalam penyelenggaraan pengelolaan hutan yang bermasalah. Konflik
sosial yang berkepanjangan akan dapat mudah diselesaikan ketika pihak-pihak
yang terlibat berada dalam kondisi yang sama dan menghadapi persoalan yang sama
(one goal) dalam hal ini krisis kerusakan hutan.
4. Regulasi Larangan sementara penebangan hutan
di seluruh Indonesia
Langkah
terakhir yang dapat ditempuh oleh permintah adalah penghentian seluruh
penebangan kayu di hutan alam untuk jangka waktu yang ditentukan di seluruh
Indonesia. Pada masa ini, penebangan kayu hanya diijinkan di hutan-hutan
tanaman atau hutan yang dikelola berbasiskan masyarakat local. Selama
moratorium dijalankan, industri-industri kayu tetap dapat jalan dengan cara
mengimpor bahan baku
kayu. Dengan jangka waktu yang ditentukan, ketika hutan-hutan nasional kembali
pulih indsutri tersebut dapat kembali melakukan pengelolaan hutan dengan
pengawasan dan metode yang berkelanjutan.
5. Melibatkan masyarakat dalam proses evaluasi
Sudah saatnya bottom up
planning atau perencanaan pembangunan yang dimulai dari penjajakan
pendapat dari masyarakat dilakukan. Dalam proses ini evaluasi tentang kondisi
hutan nasional dapat menghasilkan suatu upaya yang komprehensif dalam mencegah
kehancuran hutan. Masyarakat adalah sosok yang berada di dalam siklus
pengelolaan hutan dan sudah selayaknya pemerintah memberikan ruang yang lebih
banyak dalam mendengarkan apresiasi masyarakat.
Hutan merupakan salah satu
sumberdaya alam yang mampu menyediakan bahan-bahan kebutuhan dasar masyarakat
seperti pangan, papan, obat-obatan dan pendapatan keluarga. Sebaliknya
masyarakat mengupayakan pengelolaan hutan agar dapat menjamin kesinambungan
pemanfaatannya, bagi masyarakat hutan dan segala isinya bukan sekedar komoditi
melainkan sebagai bagian dari sistim kehidupan mereka. Oleh karena itu
pemanfaatannya tidak didasari pada kegiatan eksploitatif tetapi lebih dilandasi
pada usaha-usaha untuk memelihara keseimbangan dan keberlanjutan sumberdaya
hutan dengan melibatkan peran serta masyarakat umum dalam pemanfaatannya, maka
proses partisipasi masyarakat dalam menjaga kelestarian hutan juga akan tumbuh
dengan sendirinya.
3.
Pencegahan dan Peringanan
Pencegahan
di sini dimaksud kegiatan penyuluhan / penerangan kepada masyarakat lokal akan
penting menjaga fungsi dan manfaat hutan agar dapat membantu dalam menjaga
kelestarian hutan dan penegakan hukum yang tegas oleh aparat penegak hukum, POLRI yang dibantu oleh POL HUT dalam
melaksanakan penyelidikan terhadap para oknum pemerintahan daerah atau desa
yang menyalahgunakan wewenang untuk memperdagangkan kayu pada hutan lindung
serta menangkap dan melakukan penyidikan secara tuntas terhadap para cukong -
cukong kayu yang merugikan negara trilyunan rupiah setiap tahunnya. Peringanan
yang dimaksud di sini adalah pemerintah harus melaksanakan analisa terhadap
pelaksanaan peraturan tersebut di dalam masyarakat. Bila ditemukan hal - hal
yang tidak cocok bagi masyarakat sebaiknya pemerintah mengadakan revisi
terhadap undang - undang tersebut sepanjang tujuan awal pembuatan undang -
undang itu tidak dilanggar.
Di mulai Dari Sekarang
Kesempatan tidak pernah datang dua
kali, proses penyelamatan dan pencegahan kerusakan hutan nasional harus dimulai
dari sekarang. Sebuah usaha besar yang akan menghabiskan banyak tenaga dan
materi, untuk menerapkan sebuah metode pencegahan diperlukan kepedulian dan
kesadaran dari semua pihak pada kondisi hutan kita saat ini.
Alih fungsi lahan, illegal
logging, pembakaran hutan untuk membuka lahan, dan sederet sikap
pengrusakan hutan yang sudah dilakukan merupakan sebuah kesalahan besar. Butuh
waktu dan proses untuk menyadarkan semua pihak akan pentingnya penyelenggaraan
pengelolaan hutan yang berkelanjutan. Sudah saatnya kebijakan yang diambil
pemerintah tidak hanya berlandaskan profit atau laba, tapi juga ekologi,
pemberdayaan masyarakat dan perencanaan yang berkelanjutan.
Metode dan strategi Moratorium
Logging tidak akan pernah bisa dijalankan apabila paradigma di negara
ini masih berorientasi pada permintaan pasar, dimulai dari ketegasan pemerintah
dalam melindungi aset negara, partisipasi sektor privat dalam menjaga lahan
produksinya agar tetap dapat melakukan aktivitas produksi, serta kepedulian
masyarakat dalam memonitoring kelangsungan proses penghijauan kembali hutan
nasional, dan menjaga hutan dari kerusakan pihak-pihak yang tidak bertanggung
jawab. Oleh karena itu, semua pihak mari kita mulai dari sekarang mengevaluasi
diri kita sudahkah kita melestarikan dan menjaga hutan kita agar tetap utuh
demi masa depan bangsa dan negara.
Upaya
untuk mencegah potensi-potensi kerusakan hutan
a)
Melakukan
pembinaan dan penyuluhan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat pinggiran
atau dalam kawasan hutan, sekaligus berupaya untuk meningkatkan kesadaran
masyarakat tentang pentingnya fungsi hutan.
b)
Melengkapi perangkat lunak berupa pedoman dan
petunjuk teknis pencegahan dan penanggulangan kebakaran hutan;
c)
Melengkapi perangkat keras berupa
peralatan pencegah dan pemadam kebakaran hutan.
d)
Melakukan pelatihan pengendalian kebakaran
hutan bagi aparat pemerintah, tenaga BUMN dan perusahaan kehutanan serta
masyarakat sekitar hutan.
e)
Kampanye dan penyuluhan melalui berbagai Apel
Siaga pengendalian kebakaran hutan.
f) Pemberian pembekalan kepada pengusaha (HPH,
HTI, perkebunan dan Transmigrasi), Kanwil Dephut, dan jajaran Pemda oleh
Menteri Kehutanan dan Menteri Negara Lingkungan Hidup.
g)
Dalam setiap persetujuan pelepasan kawasan
hutan bagi pembangunan non kehutanan, selalu disyaratkan pembukaan hutan tanpa
bakar.
h)
Penebangan kayu di
hutan dilaksanakan dengan terencana dengan sistem tebang pilih. Artinya, pohon
yang ditebang adalah pohon yang sudah tua dengan ukuran tertentu yang telah
ditentukan, dengan cara penebangan sedemikian rupa sehingga tidak merusak
pohon-pohon muda di sekitarnya.
i)
Diberikan sanksi
barang siapa yang mengambil hasil hutan dengan sengaja.
j)
Hutan kita yang belum
ada penjaga hutan harus diadakannya penjagaan agar tidak terjadi pencurian.
3.2.
Penanggulangan
Kerusakan Hutan
1)
Mobilitas semua sumberdaya (manusia, peralatan & dana)
di semua tingkatan, baik di jajaran Departemen Kehutanan maupun instansi
lainnya, maupun perusahaan-perusahaan.
2)
Meningkatkan koordinasi dengan instansi terkait di tingkat
pusat melalui PUSDALKARHUTNAS dan di tingkat daerah melalui PUSDALKARHUTDA Tk I
dan SATLAK kebakaran hutan dan lahan.
3)
Melakukan reboisasi
atau penanaman kembali hutan yang telah rusak.
4)
Memberikan sanksi atau
hukuman yang berat bagi mereka yang melakukan penebangan liar.
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Sebagai penutup tulisan ini dapat dikemukakan beberapa
hal sebagai berikut:
1.
Hutan
merupakan sumberdaya alam yang tidak ternilai harganya karena didalamnya
terkandung keanekaragaman hayati sebagai sumber plasma nutfah, sumber hasil
hutan kayu dan non-kayu, pengatur tata air, pencegah banjir dan erosi serta
kesuburan tanah, dan sebagainya. Karena itu pemanfaatan dan
perlindungannya diatur oleh Undang-undang dan peraturan pemerintah.
2.
Kebakaran dan penebangan liar merupakan salah
satu bentuk gangguan terhadap sumberdaya hutan dan akhir-akhir ini makin sering
terjadi. Kebakaran dan penebangan hutan menimbulkan kerugian yang sangat
besar dan dampaknya sangat luas, bahkan melintasi batas negara. Di sisi lain upaya pencegahan dan pengendalian
yang dilakukan selama ini masih belum memberikan hasil yang optimal. Oleh
karena itu perlu perbaikan secara menyeluruh, terutama yang terkait dengan
kesejahteraan masyarakat pinggiran atau dalam kawasan hutan.
3.
Berbagai
upaya perbaikan yang perlu dilakukan antara lain dibidang penyuluhan kepada
masyarakat khususnya yang berkaitan dengan faktor-faktor penyebab kebakaran
hutan, peningkatan kemampuan aparatur pemerintah terutama dari Departemen
Kehutanan, peningkatan fasilitas untuk mencegah dan menanggulagi kebakaran
hutan, dan penebangan liar ,pembenahan bidang hukum dan penerapan sangsi secara
tegas
4.
Akibat
penebangan hutan, 2100 mata air mengering dan akibat dari
penebangan juga mengakibatkan kerusakan sumber air (mata air) akan
semakin cepat.
4.2. Saran
Bagi para pembaca
makalah ini dan juga semua orang bahwa hutan merupakan sumber kehidupan bagi
manusia apabila hutan sudah tidak ada lagi maka kehidupan manusia akan berubah
dan kemiskinan akan terjadi. Maka dari itu menjaga kelestarian hutan jangan lah
dianggap mudah.
Dan bagi para
pecinta alam ,teruskanlah usaha penjagaan itu dengan sebaik-baiknya dan juga
tingkatkan kewaspadaan terhadap orang-orang yang mau merusaknya, cegah agar
tidak terjadi kerusakan dihutan kita ini.
DAFTAR
PUSTAKA
http://id.wikipedia.org/wiki/Hutan
[30/11/2010:19.00]
http://syadiashare.com/jenis-dan-fungsi-hutan.html
[30/11/2010:19.10]
http://alamendah.wordpress.com/2010/03/09/kerusakan-hutan-deforestasi-di-indonesia
[30/11/2010:19.35]
http://id.wikipedia.org/wiki/Deforestasi
[01/12/2010:20.00]
http://forumteologi.com/blog/2007/05/27/kerusakan-hutan-di-indonesia
[01/12/2010:20:15]
http://cahayahari.multiply.com/reviews/item/3
[01/12/2010:20.30]
http://sixooninele.blogspot.com/2010/05/indonesia-alami-kerusakan-hutan-18-juta.html
[02/12/2010:15.30]
http://rivafauziah.wordpress.com/2010/03/14/dampak-penggundulan-hutan
[10/12/2010:19.20]
http://www.anneahira.com/penyebab-kerusakan-hutan.htm
[10/12/2010:19.20]
Sumber Gambar :
Hutan Hujan Tropis di Bukit Barisan Sumatera :
http://www.wargahijau.org/index.php?option=com_content&view=article&id=51:tipe-hutan-di-indonesia&catid=10:green-economics&Itemid=15 [10/12/2010:20.00]
Hutan Gambut di Kalimantan Tengah:
http://www.kabarindonesia.com/foto.php?jd=LOMBA+FOTO+YPHL&pil=20081030065049 [10/12/2010:20.05]
Hutan Pantai Nglinyep di Malang:
http://www.malangkab.go.id/potensi.php?kode=25&idmenu=01 [10/12/2010:20.06]
Hutan Mangrove di Cirebon:
http://sinauseni.wordpress.com/2010/02/25/hutan-bakau-di-pesisir-cirebon-2/ [10/12/2010:20.10]
Hutan Rawa di Taman Nasional Berbak Sumatra:
http://www.dephut.go.id/INFORMASI/TN%20INDO-ENGLISH/tn_berbak.htm [10/12/2010:20.10]
Hutan Lindung di Sulawesi:
http://www.kabarindonesia.com/foto.php?jd=Lomba+Foto+YPHL:+Hutan+Lestari+Alam+tetap+Asri.&pil=20081030041056 [10/12/2010:20.12]
Hutan Wisata di Palembang:
http://www.travel2leisure.com/wisata-2/wisata-indonesia/taman-hutan-wisata-punti-kayu-palembang-indonesia.html [10/12/2010:20.15]
Illegal logging di Riau:
http://empimuslion.wordpress.com/2008/04/28/illegal-logging-riau/ [10/12/2010:20.15]
Hasil Illegal logging
http://iseng91.blogspot.com/2009_08_01_archive.html [10/12/2010:20.16]
Illegal Logging
Kebakaran Hutan di Kalimantan Tengah:
http://betang.com/artikel/berita/kalteng-jadi-neraka-baru.html [10/12/2010:20.20]
Longsor di Pasir Jambu Ciwidey Bandung:
http://arulalmy.wordpress.com/2010/02/27/bencana-longsor-dan-banjir-di-indonesia/ [10/12/2010:20.25]
Banjir di lampung hutan gundul
http://sosbud.kompasiana.com/2009/11/26/menyusuri-hulu-banjir-dan-longsor/ [10/12/2010:20.25]
Konversi hutan menjadi lahan pertanian
kecamatan agrabinta cianjur:
http://slhd.cianjurkab.go.id/index.php?nav=i_foto
[10/12/2010:20.30]
Makalah yg bagus.
BalasHapushttp://indro-pct.blogspot.com/2013/02/mari-lakukan-penghijauan-untuk-bumi-kita.html