Selasa, 12 Februari 2013

fermentasi etanol

lign=center style='text-align:center;line-height:150%'>
                                                           BAB I

DASAR TEORI
Fermentasi adalah proses produksi energi dalam sel dalam keadaan anaerobik (tanpa oksigen). Secara umum, fermentasi adalah salah satu bentuk respirasi anaerobik, akan tetapi, terdapat definisi yang lebih jelas yang mendefinisikan fermentasi sebagai respirasi dalam lingkungan anaerobik dengan tanpa akseptor elektron eksternal.

Ragi Sacharomyces cereviceae
 
Proses fermentasi berlangsung karena adanya ragi yang dalam praktikum kali ini menggunakan Sacharomyces cereviceae, sehingga melalui proses anaerob C6H12O6 (glukosa) terurai menjadi Etanol. Untuk lebih jelasnya reaksi yang terjadi yaitu sebagai berikut :
C6H12O6                                                              2C2H5OH + 2CO2 + energi


Fermentasi dilakukan dengan sistem batch, yaitusebuah metode dengan menggunakan suatu tempat yang sama untuk bahan baku yang bereaksi dan produknya. Sehingga hasil yang didapat pun tidak akan merubah seluruh reaktan menjadi produk seutuhnya. Karena ragi yang digunakan yaitu Sacharomyces cereviceae akan mati dan berkurang jumlahnya seiring produk.
Proses fermentasi dilakukan secara anaerob. Menurut Pasteur, keberadaan oksigen akan menghambat  jalur fermentasi di dalam sel khamir sehingga sumber  karbon yang ada akan digunakan melalui jalur  respirasi. Fenomena ini sering disebut sebagai  Pasteur effect (Walker 1998). Pada sel-sel prokariota  dan eukariota, Pasteur effect banyak dijumpai,  salah satu contoh adalah fermentasi asam laktat oleh sel  otot manusia ketika kekurangan oksigen.  Berdasarkan  fenomena ini, seharusnya produksi ethanol oleh khamir  terjadi pada kondisi anaerob. Namun ternyata, Pasteur effect  pada sel khamir diamati pada sel yang telah memasuki  fase stasioner (resting), sedangkan produksi alkohol terjadi  ketika sel berada pada fase pertumbuhan (fase log)  (Alexander & Jeffries 1990). Hal inilah yang membuat Pasteur effect diduga bukan fenomena yang terjadi saat produksi ethanol oleh Saccharomyces cerevisiae.
Herbert Crabtree pada tahun 1929 menemukan suatu  fenomena lain yang terjadi pada sel tumor dimana pada  sel tersebut jalur fermentasi dominan terjadi  walaupun dalam kondisi aerob (Alexander & Jeffries  1990). Pada tahun 1948, Swanson dan Clifton pertama  kali menunjukkan bahwa fenomena tersebut terjadi pada  sel Saccharomyces cerevisiae yang sedang tumbuh dan  menghasilkan ethanol sebagai produk fermentasi selama  terdapat glukosa dalam jumlah tertentu di dalam  medium pertumbuhannya (Alexander & Jeffries 1990).  Fenomena tersebut awalnya disebut contre-effect Pasteur sebelum istilah Crabtree effect digunakan (de Dekken 1966). Crabtree effect pada khamir dapat diamati ketika medium pertumbuhan mengandung glukosa dalam konsentrasi yang tinggai (diatas 5 mM) (Walker 1998). Berdasarkan de Dekken (1966), Crabtree effect tidak terjadi pada semua khamir, namun hanya pada beberapa species saja, antara lain Saccahromyces cerevisiae, S. chevalieri, S. italicus, S. oviformis, S. pasteurianus, S. turbidans, S. calsbergensis, Schizosaccharomyces pombe, Debaryomyces globosus, Bretanomyces lambicus, Torulopsis dattila, T. glabrata, dan T. colliculosa. Terdapat tiga mekanisme yang menjelaskan Crabtree effect: 1. represi katabolit; 2. inaktivasi katabolit; dan 3. kapasitas respirasi yang terbatas.
Represi katabolit terjadi ketika glukosa, atau produk awal metabolisme glukosa, menekan sintesis berbagai enzim respirasi (Fietcher et al. 1981). Namun mekanisme detil, seperti senyawa yang memberikan sinyal untuk menekan sintesis tersebut, masih belum jelas (Walker 1998). Ide awal represi katabolit dicetuskan oleh von Meyenberg pada tahun 1969 (Alexander & Jeffries 1990) yang menumbuhkan S. cerevisiae dalam medium yang mengandung glukosa dengan metode continues culture. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa saat konsentrasi sel rendah, jalur metabolisme yang digunakan adalah respirasi, sedangkan ketika konsentrasi sel telah mencapai suatu angka kritis, fermentasi ethanol terjadi. Dari hasil tersebut diduga pada konsentrasi sel yang rendah, enzim-enzim respirasi masih mencukupi untuk melakukan jalur respirasi, namun saat konsentrasi sel bertambah, konsentrasi enzim tidak bertambah sebab ditekan sintesisnya oleh glukosa, sehingga jalur respirasi terhenti dan digantikan oleh fermentasi. Selain represi terhadap sintesis enzim, konsentrasi gula yang tinggi juga akan mengganggu struktur mitokondria khamir, sebagai contoh hilangnya membran dalam dan kristae. Namun struktur tersebut akan kembali normal saat jalur respirasi menggantikan fermentasi ethanol (Walker 1998). Perubahan struktur tersebut akan menghambat siklus Krebs dan fosforilasi oksidatif yang berlangsung di mitokondria.
Inaktivasi katabolit terjadi ketika glukosa menonaktifkan enzim kunci dalam jalur respirasi, contohnya fruktosa 1,6-bifosfatase (FBPase). Inaktivasi terjadi pertama-tama melalui proses fosforilasi enzim, kemudian diikuti dengan pencernaan protein enzim di dalam vakuola (Walker 1998). Mekanisme inaktivasi FBPase pada S. cerevisiae dimulai dengan peningkatan konsentrasi cAMP dan FBPase di dalam sel oleh glukosa. Kenaikan kedua molekul tersebut akan memicu cAMP-dependent protein kinase untuk melakukan fosforilasi terhadap FBPase (Francois et al. 1984).
Mekanisme terakhir yang menjelaskan Crabtree effect pada khamir adalah keterbatasan kapasitas respirasi khamir yang diusulkan oleh Bardford & Hall (1979). Kedua peneliti tersebut melakukan penelitian yang mirip dengan von Meyenberg, namun tidak menemukan bukti adanya represi katabolit oleh glukosa. Oleh sebab itu mereka berpendapat bahwa khamir-khamir yang mampu melakukan fermentasi aerob memiliki keterbatasan kapasitas respirasi. Ketika glukosa terdapat dalam konsentrasi tinggi, glikolisis akan berjalan dengan cepat sehingga menghasilkan pyruvat dalam jumlah yang tinggi. Namun keterbatasan khamir tersebut untuk menggunakan pyruvat dalam jalur respirasi selanjutnya (Siklus Krebs dan fosforilasi oksidatif) menyebabkan pyruvat yang tersisa dirubah secara fermentatif menjadi ethanol. Kebalikannya, khamir yang tidak melakukan fermentasi aerob dianggap memiliki kapasitas respirasi yang tidak terbatas sehingga mampu menggunakan seluruh pyruvat yang dihasilkan dari glikolisis walaupun jumlah glukosa di medium tinggi (Alexander & Jeffries 1990).
BAB II
ALAT DAN BAHAN

II.1      ALAT
·         Erlenmeyer 1 L1 buah
·         Erlenmeter 250 mL 1 buah
·         Pipet ukur 10 mL steril 6 buah
·         Alumunium foil
·         Hot Plate
·         Inkubator
·         pH meter
·         Refraktometer
·         Autoklaf
·         Tabung reaksi

II.2      BAHAN
·         Biakan Sacharomyces cereviceae
·         Alkohol
·         Media Aktivasi dalam 100mL
·         Gula (glukosa)
·         Aquadest
·         Media aktivasi dalam 100 mL :
o   Glukosa 30 gr
o   (NH4)2SO4 : 0,2 gr
o   KH2PO4 : 0,5 gr
o   Diinkubasi anaerob selama 1 hari T 30oC
·         Media Fermentasi 1 L :
o   Glukosa 170 gram
o   MgSO4.7H2O 0,4 gram
o   KH2PO4 5 gram
o   Tripton 5 gram
o   Diinkubasi pada T 37oC selama 10 hari





BAB III
LANGKAH KERJA

1.      Pembuatan Kurva Standar Glukosa

2.      Pembuatan Kurva Standar Etanol
3.      Pembuatan Media Pertumbuhan
4.      Pembuatan Media Aktivasi


BAB IV
DATA PENGAMATAN dan PERTHITUNGAN
A.    DATA PENGAMATAN
·        Pembuatan Kurva Kalibrasi Larutan Gula
Konsentrasi
(%)
Indeks Bias Brix(%)
0
1.33401
2,5
1.33803
5
1.34005
7,5
1.34206
10
1.34508
15
1.35213
Kurva Kalibrasi Larutan Gula
















·         Pembuatan Kurva Kalibrasi Etanol

Konsentrasi (%)
Indeks Bias  Brix(%)
0
1,33300
0,5
1,33300
1
1,33400
2
1,33200
3
1,33401
4
1,33401
5
1,33602
10
1,33904
                                   
Kurva Kalibrasi Larutan Etanol









·         Tabel Pengamatan Larutan Fermentasi

Tabel Hasil Praktikum
No.
t (waktu sampel)
Indeks Bias Brix(%)
pH
Hari/pukul
1
12 jam
1,35200
8,5
1/10.05
2
49,41 jam
1,35313
8,5
2/11.46
3
53,41 jam
1,35213
6,4
2/15.06
4
72,27 jam
1,34900
5,7
3/09.46
5
94,61 jam
1,35112
5,9
4/07.40
6
102,13 jam
1,35342
5,7
4/15.38

Kurva pH vs Waktu Fermentasi









Kurva Indeks bias vs Waktu fermentasi






























B.     PERHITUNGAN

·         Perhitungan Kadar Etanol dan Gula dalam Erlenmeyer
Persamaan linear dalam kurva standar glukosa     : y = 0.0012x + 1.3342
Persamaan linear dalam kurva standar etanol       : y = 0.0006x + 1.3324
1.      Sampling pertama yaitu pada t = 12 jam memiliki indeks bias 1,35200 sehingga konsentrasi etanol dan larutan gula sebesar.
a.       Glukosa
1,35200 = 0,0012X + 1,3342
X = 14,83 %
b.      Etanol
1,35200 = 0,0006X + 1,3324
X = 32,66 %
2.      Sampling kedua yaitu pada t = 49,41 jam memiliki indeks bias 1,35313 sehingga konsentrasi etanol dan larutan gula sebesar.
a.       Glukosa
1,35313 = 0,0012X + 1,3342
X = 15,775 %
b.      Etanol
1,35313 = 0,0006X + 1,3324
X = 34,55 %
3.      Sampling ketiga yaitu pada 53,41 jam memiliki indeks bias 1,35123 sehingga konsentrasi etanol dan larutan gula sebesar.
a.       Glukosa
1,35123 = 0,0012X + 1,3342
X = 14,192 %
b.      Etanol
1,35123 = 0,0006X + 1,3324
X = 31,383 %
4.      Sampling keempat yaitu pada 72,27 jam memiliki indeks bias 1,34900 sehingga konsentrasi etanol dan larutan gula sebesar.
a.       Glukosa
1,34900 = 0,0012X + 1,3342
X = 12,33 %
b.      Etanol
1,34900 = 0,0006X + 1,3324
X = 27,66 %
5.      Sampling kelima yaitu pada 94,61 jam memiliki indeks bias 1,35112 sehingga konsentrasi etanol dan larutan gula sebesar.
a.       Glukosa
1,35112 = 0,0012X + 1,3342
X = 14,1 %
b.      Etanol
1,35112 = 0,0006X + 1,3324
X =31,2 %
6.      Sampling kelima yaitu pada 102,13 jam memiliki indeks bias 1,35342 sehingga konsentrasi etanol dan larutan gula sebesar.
a.       Glukosa
1,35342 = 0,0012X + 1,3342
X = 16,01 %
b.      Etanol
1,35342 = 0,0006X + 1,3324
X = 35,03 %


Tabel Hasil Percobaan

No.
Waktu Sampel (jam)
Konsentrasi Larutan Gula
(%)
Konsentrasi Etanol (%)
1
12
14,83
32,66
2
49,41
15,775
34,55
3
53,41
14,191
31,383
4
72,27
12,33
27,66
5
94,61
14,1
31,2
6
102,13
16,01
35,03












BAB IV
PEMBAHASAN
            Praktikum yang dilakukan oleh praktikan kali ini adalah fermentasi etanol secara batch dan dengan memanfaatkan agen mikroba yaitu ragi Sacharomyces cereviceae yang berkemampuan mengurai C6H12O6 menjadi produknya yaitu etanol. Hal pertama yang dilakukan oleh praktikan ialah mengukur indeks bias dari bahan baku yaitu larutan gula (sukrosa) dan juga larutan etanol dengan bermacan variasi konsentrasi untuk dijadikan kurva standar. Pengukuran indeks bias dilakukan dengan menggunakan refraktometer.
            Selanjutnya praktikan membuat media aktivasi dan media pertumbuhan dengan menimbang komposisi sukrosa dan juga mineral – mineralnya.
·         Media aktivasi dalam 150 mL :
o   Glukosa 30 gr
o   (NH4)2SO4 : 0,2 gr
o   KH2PO4 : 0,5 gr
o   Diinkubasi anaerob selama 1 hari T 300C
·         Media Fermentasi 1 L :
o   Glukosa 170 gram
o   MgSO4.7H2O 0,4 gram
o   KH2PO4 5 gram
o   Tripton 5 gram
o   Diinkubasi pada T 370C selama 15 hari
Kemudian sampling dapat dilakukan oleh praktikan, sampling yang dilakukan adalah pengukuran indeks bias dan juga pengukuran pH. Berikut adalah data samplingnya.
No.
t (waktu sampel)
Indeks Bias Brix(%)
pH
Hari/pukul
1
12 jam
1,35200
8,5
1/10.05
2
49,41 jam
1,35313
8,5
2/11.46
3
53,41 jam
1,35213
6,4
2/15.06
4
72,27 jam
1,34900
5,7
3/09.46
5
94,61 jam
1,35112
5,9
4/07.40
6
102,13 jam
1,35342
5,7
4/15.38
           
Kemudian setelah mendapatkan data hasil praktikum, praktikan dapat menentukan kadar etanol dan gula didalamnya melalui kurva standar, berikut ini adalah hasil perhitungannya.

No.
Waktu Sampel (jam)
Konsentrasi Larutan Gula
(%)
Konsentrasi Etanol (%)
1
12
14,83
32,66
2
49,41
15,775
34,55
3
53,41
14,191
31,383
4
72,27
12,33
27,66
5
94,61
14,1
31,2
6
102,13
16,01
35,03
Tabel Pengamatan

          Kekurangan dari sistem batch adalah bahan baku tidak akan berubah menjadi produk 100%, bahkan produk senilai 20% pun sudah merupakan hasil yang baik. Karena saat proses reaksi terjadi dan menghasilkan produk berupa etanol maka agen mikroorganisme Sacharomyces cereviceae akan mati seiring bertambahnya produk yang dihasilkan. Hal ini terjadi karena mikroorganisme akan mati bila diberikan etanol. Jadi, laju produk akan melambat seiring matinya agen mikroba yaitu Sacharomyces cereviceae oleh produk itu sendiri yaitu etanol.
            Pada sampling yang ke-empat didapati kadar etanol yang berkurang, hal ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya yaitu ketika melakukan sampling tutup alumunium foil dibuka dan etanol menguap. Sehingga kadar etanol  dalam larutan tersebut berkurang.
            Dan hasil akhir dari praktikum fermentasi ini didapati kadar etanol yang didapat berdasarkan proses fermentasi yang dilakukan oleh praktikan ialah 35,03 %. Hasil kadar etanol ini sendiri masih dinilai kurang akurat, karena dapat dilihat kurva standar etanol yang tidak sempurna linear. Sehingga masih terdapat kekurang akuratan dalam penentuan kadar etanol melalui perhitungan dengan menggunakan persamaan linear dari kurva tersebut.
            Sedangkan pH larutan sampel terus menurun sering bertambahnya jumlah etanol dalam produk, padahal seharusnya pH untuk etanol yaitu ± 6. Akan tetapi yang terjadi pada saat praktikum ialah pH dari sampel beranjak turun hingga mencapai angka 5,7. Hal ini dikarenakan oleh beberapa kemungkinan yaitu terjadi suasana asam dari reaksi antara Sacharomyces cereviceae dan gula sehingga pH yang didapat belum pH etanol murni melainkan ada pengaruh larutan gula.
         

                                                            
BAB V
KESIMPULAN
·        

Ragi Sacharomyces cereviceae
 
Reaksi yang terjadi pada fermentasi etanol dengan menggunakan jasa ragi Sacharomyces cereviceae ialah sebagai berikut :
C6H12O6                                                              2C2H5OH + 2CO2 + energy
·         Data hasil praktikum yaitu sebagai berikut :
No.
t (waktu sampel)
Indeks Bias Brix(%)
pH
Hari/pukul
1
12 jam
1,35200
8,5
1/10.05
2
49,41 jam
1,35313
8,5
2/11.46
3
53,41 jam
1,35213
6,4
2/15.06
4
72,27 jam
1,34900
5,7
3/09.46
5
94,61 jam
1,35112
5,9
4/07.40
6
102,13 jam
1,35342
5,7
4/15.38
Berdasarkan data diatas pH semakin menurun karena sifat etanol yang merupakan asam, hanya terdapat penyimpangan yaitu seharusnya pH hanya mencapai ±6. Dan indeks bias bertambah besar seiring bertambahnya jumlah etanol sebagai produk, dan indeks bias etanol pada T = 20oC ialah ± 1,36 dan berdsarkan data praktikum diatas indeks bias bertambah menuju indeks bias etanol. Hal ini menunjukan dalam reaksi terdapat etanol yang telah terbentuk.

·         Data hasil perhitungan adalah sebagai berikut :
No.
Waktu Sampel (jam)
Konsentrasi Larutan Gula
(%)
Konsentrasi Etanol (%)
1
12
14,83
32,66
2
49,41
15,775
34,55
3
53,41
14,191
31,383
4
72,27
12,33
27,66
5
94,61
14,1
31,2
6
102,13
16,01
35,03
            









Berdasarkan data perhitungan dapat kita lihat bahwa konsentrasi akhir dari etanol yang diproduksi dalam reaksi fermentasi ialah 35,03 %. Dan konsentrasi etanol yang didapat masih tidak akurat karena kurva standar dari larutan etanol tidak sempurna.
·         Kekurangan dari sistem batch ini adalah bahan baku yang hendak diubah menjadi produk tidak dapat diubah 100%  atau secara menyeluruh, karena reaktan, bahan baku dan produk serta mikroorganisme ditempatkan pada satu tempat. Sehingga memperlambat laju reaksi pembentukan produk akibat matinya mikroorganisme oleh produk itu sendiri.

















DAFTAR PUSTAKA
Alexander, M.A. & T.W. Jeffries. 1990. Respiratory efficiency and metabolize partitioning as regulatory phenomena in yeasts. Enzyme Micobe. Technol. 12: 2-29.
Bardford, J.P. & R.J. Hall. 1979. An examination of the crabtree effect in Saccharomyces cerevisiae: The role of respiration adaptation. Journal of General Microbiology, 114: 267 - 275.
de Dekken, R.H. 1966. The Crabtree effect: A regulatory system in yeast. J. gen. Microbiol. 44: 149 - 156.
Walker, G.M. 1998. Yeast: Physiology and biotechnology. John Wiley & Sons, Chichester: xi + 350 hlm.


  


����ݚ 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar