Definisi Human Error
Dalam Love and Josephson, 2004, Hagan dan Mays (1981)
mendefinisikan human error sebagai “kegagalan dari manusia untuk melakukan
tugas yang telah didesain dalam batas ketepatan,
rangkaian, atau waktu tertentu”. Definisi ini ambigu karena tidak mungkin untuk
menentukan apa yang dimaksud dengan ketepatan, dan rangkaian, dan waktu dari
aktivitas yang mungkin saja dapat bervariasi tanpa menyebabkan kesalahan.
Sedangkan Bea (1994) mendefinisikan human error sebagai “keberangkatan dari
praktek yang dapat diterima atau diharapkan dari suatu bagian pada setiap individu yang menghasilkan sesuatu yang tidak dapat diterima
atau tidak diharapkan.” Meskipun definisi ini singkat namun sulit untuk
menentukan standart yang dapat diterima dari suatu praktek kecuali jika dibuat
referensi khusus sebagai dasar yang tersedia oleh suatu lembaga yang
professional.
Reason (1990, p 9) dalam Love and Josephson (2004) menggambarkan human error dalam suatu yang psikologis sebagai “semua kesempatan
di mana rangkaian aktivitas mental atau fisik yang direncanakan tidak berjalan
seperti yang diharapkan sebagaimana seharusnya, sehingga gagal untuk mencapai
hasil yang diharapkan.” Namun sulit untuk menginterpretasikan secara obyektif
aktivitas mental atau fisik dari manusia untuk dapat menentukan bahwa salah
satu hal itu telah menyebabkan terjadinya kesalahan. Faktanya apakah individu
dapat dipersalahkan untuk semua kesalahan sampai saat ini merupakan masalah
perdebatan, di mana membuat kesalahan dipandang sebagai pembawaan dari sifat
alami manusia (Reason, 1990).
Berdasarkan Kaminetzky (1991) dalam Love and Josephson (2004)pembedaan yang
jelas harus dibuat antara kesalahan manusia dan kesalahan teknologi,
sebagaimana teknologi dapat gagal dalam suatu lingkungan keadaan tertentu atau
gagal karena proses kemunduran yang normal. Berdasarkan pemikiran ini kesalahan
didefinisikan sebagai penyimpangan dari apa yang diharapkan dan disebabkan oleh
tindakan manusia. “Dapat dipastikan bahwa semua kesalahan berasal dari manusia,
tetapi perbedaan yang dibuat dalam laporan Bragg antara teknologis dan faktor
manusia menyatakan secara tidak
langsung definisi dari human error yang dikecualikan sehingga disebut kegagalan
state of art”(Kaminetzky, 1991 dalam Atkinson, 1998),
dimana tidak dapat diketahui bahwa suatu teknologi akan gagal dalam sebuah
rangkaian keadaan tertentu dari lingkungan atau keadaan sekitar.
Kesalahan merupakan hal yang abstrak sedangkan melakukan
tindakan maupun tidak melakukan tindakan, merupakan suatu ide yang nyata (Hurst
et al.1991: Stewart 1993: Busby, 2001). Wantanakorn et al (1999) dikutip dari
Love and Josephson (2004) mengemukakan bahwa merupakan hal yang sulit untuk
menyediakan definisi umum dari kesalahan, meskipun mudah sekali untuk mengenali
suatu tindakan (misalnya kelalaian, kesalahan perhitungan atau perbedaan
interpretasi) sebagai kesalahan. Suatu kesalahan mencakup elemen kesalahan
individu, di mana mencakup suatu rangkaian peristiwa khusus (misalnya pemilihan
alternatif yang salah, kelalaian) atau suatu besaran yang berhubungan dengan
dampaknya (misalnya biaya) (Melchers 1989) dikutip dari Love and Josephson
(2004). Sedangkan definisi kesalahan menurut Andi dan
Minato (2003); Senders and Moray (1991) adalah sesuatu
yang telah dilakukan, yang tidak diharapkan oleh pelaku, tidak diinginkan oleh
suatu aturan yang ditetapkan atau oleh pengamat luar, atau yang membuat sistem
melampaui batasnya.
Knocke (1992) dalam Love and Josephson (2004)
mendefinisikan kesalahan dan kelalaian sebagai “penyimpangan dari konstruksi
yang tepat (meliputi pengecekan dan pengawasan) inspeksi teknis, dan instruksi
yang memadai untuk pemeliharaan dan operasional bangunan.”. Kesalahan yang
terjadi dalam bangunan dapat berupa kesalahan manajemen, kesalahan teknis,
maupun kesalahan karena lingkungan (Eldukair and Ayyub, 1991). Kesalahan
manajemen meliputi kesalahan dalam tanggungjawab kerja, komunikasi kerja, dan
kerjasama kerja. Sedangkan kesalahan lingkungan meliputi tekanan politik,
tekanan keuangan, dan kondisi cuaca Penyebab kesalahan yang berkaitan dengan
human
error adalah tingkah laku manusia. Tingkah laku manusia
dapat dipengaruhi oleh:
(Eldukair and Ayyub, 1991)
1. pengetahuan yang tidak memadai
2. kurangnya pendidikan dan pelatihan
3. kurangnya imajinasi/tinjauan ke masa depan
4. kurangnya wibawa dalam mengambil keputusan
5. kepercayaan/ketergantungan pada pihak lain
6. estimasi yang terlalu rendah dalam desain dan
konstruksi
7. ketidaktahuan, kelalaian dan kecerobohan
8. situasi yang benar-benar tidak diketahui
9. kurangnya kemampuan untuk berkomunikasi
Karena itu dapat dipastikan bahwa sebuah kesalahan
meliputi elemen dari suatu yang patut dicela dari individu, sebagai contoh,
didefinisikan oleh Stewart (1993 dalam Atkinson, 1998) sebagai “tindakan manusia
yang melampaui batas tertentu dari yang dapat diterima”.
Pendekatan human error
Menurut Reason (1990), jumlah keterlibatan human error
yang tinggi merupakan hal yang mengejutkan karena hampir semua sistem teknologi
tidak hanya dijalankan oleh manusia, tetapi juga didesain, dikonstruksi,
diorganisasi, dimanage, dipelihara dan diatur oleh manusia.
Rangkaian kecelakaan dimulai dengan dampak keputusan dalam
organisasi (keputusan yang berhubungan dengan perencanaan, penjadwalan,
ramalan, desain, spesifikasi, komunikasi, prosedur, pemeliharaan, dan
sebagainya). Keputusan ini merupakan produk yang dipengaruhi oleh batasan
keuangan dan politik di mana perusahaan berjalan, dan ditentukan oleh
faktor-faktor yang dapat dikontrol oleh manajer (Reason, 1995). Individu tidak
dapat dipersalahkan untuk semua kesalahan, sebagaimana kita ketahui bahwa
membuat kesalahan pada waktu waktu tertentu dilihat oleh banyak pihak sebagai
sesuatu yang tidak dapat dihindarkan (Kletz, 1985 ; Reason, 1990 dalam
Atkinson, 1998).
Reason (1995) menggambarkan system approach to organizational error. Tidak diragukan
lagi bahwa kegagalan manusia tidak terbatas pada ‘sharp end’, yaitu pada
pengemudi, pilot, petugas kapal, operator ruang kontrol dan lain-lain dalam kontrol langsung dari suatu sistem.
Telah ditemukan indikasi bahwa faktor manusia terdistribusi secara luas,
meliputi semua yang ada dalam sistem sebagai keseluruhan dan biasanya baru
bertahun-tahun kemudian menyebabkan peristiwa yang sebenarnya (Reason, 1995).
Model ini menampilkan orang pada sharp end sebagai penanggung akibat dan bukan
sebagai penyebab dari rangkaian cacat konstruksi. Sharp end tidak lagi
dipersalahkan, melainkan telah dialihkan ke sistem manajerial dalam organisasi.
Pemikiran modern juga sekarang mengenali bahwa sebab sebab
kegagalan adalah lebih kompleks daripada pengkaitan yang sederhana ke pekerja
maupun ke manager
(Atkinson, 1998).
Tindakan human error merupakan sesuatu yang tidak
disengaja dari keputusan berdasarkan faktor fisik atau psikologis. Faktor
kognitif dan psikologis harus diperhitungkan pada saat menilai ‘power of control’. Tingkah laku operator
dibentuk oleh kesadaran yang sadar dibuat oleh perencana kerja/manajer. Mereka
lebih ‘in power of control’ daripada operator. Analisis untuk peningkatan sistem menyatakan bahwa orang dalam sistem
dapat membuat/mendesain keputusan yang berbeda di masa yang akan datang, tetapi seseorang tidak
dapat mengasumsikan jalur khusus yang dapat diprediksi dari tingkah laku
manusia (Rasmussen, 1990).
Kontrol yang pada level lebih tinggi pada sistem
diperlukan lebih daripada level aktivitas pekerja. Tingkah laku individu,
berorientasi kepada persyaratan yang telah dibentuk, yang harus dilakukan pada
lingkungan kerja, sebagaimana diterima oleh individu. Kinerja individu yang dapat
diterima dibentuk oleh batasan yang ada. Kriteria subyektif dari individu
dipengaruhi oleh norma sosial dan budaya dari organisasi (Rasmussen, 1990).
Kegagalan sistem merupakan refleksi kurangnya kontrol dari lingkungan
pekerjaan. Kontrol dalam sistem berdasar pada analisis resiko belum mempunyai
pengaruh pada organisasi (Rasmussen, 1990). Seharusnya merupakan hal yang
paling penting untuk manajemen operasional yang mempertimbangkan pengembangan
metode untuk membuat kondisi awal secara eksplisit dan mengkomunikasikannya
secara efektif
pada manajemen operasional (Rasmussen, 1990).
Sebab-sebab Human Error
Menurut Atkinson (1998) sebab-sebab human error dapat
dibagi menjadi:
1. Sebab-sebab primer
Sebab-sebab primer merupakan sebab-sebab human error pada
level individu. Untuk menghindari kesalahan pada level ini, ahli teknologi
cenderung menganjurkan pengukuran yang berhubungan ke individu, misalnya
meningkatkan pelatihan, pendidikan, dan pemilihan personil
(Sriskandan,1986)dalam Atkinson (1998). Bagaimanapun, saran tersebut tidak
dapat mengatasi kesalahan yang disebabkan oleh penipuan dan kelalaian.
2. Sebab sebab manajerial
Penekanan peran dari pelaku individual dalam kesalahan
merupakan suatu hal yang tidak tepat. Kesalahan merupakan sesuatu yang tidak dapat
dihindarkan, pelatihan dan pendidikan mempunyai efek yang terbatas dan penipuan
atau kelalaian akan selalu terjadi, tidak ada satupun penekanan penggunaan
teknologi yang benar akan mencegah terjadinya kesalahan. Fakta ini telah diakui
telah diakui secara luas pada literatur kesalahan dalam industri yang beresiko
tinggi (Kletz,1985; ACSNI,1993) dikutip dari Atkinson (1998). Karena itu
merupakan peranan manajemen untuk memastikan bahwa pekerja melakukan pekerjaan
dengan semestinya, untuk memastikan bahwa sumber daya tersedia pada saat
dibutuhkan dan untuk mengalokasikan tanggungjawab secara akurat diantara
pekerja yang terlibat.
3. Sebab-sebab global
Kesalahan yang berada di luar kontrol manajemen, meliputi
tekanan keuangan, tekanan waktu, tekanan sosial dan budaya organisasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar