BAB
I
LATAR
BELAKANG DAN TUJUAN
1.1 Latar
Belakang
Sampah
merupakan masalah yang selalu muncul di lingsungan kita. Karena setiap hari
manusia selalu menghasilkan sampah. Permasalahan sampah ini bukan hanya terjadi
di Indonesia
tetapi terjadi pada setiap negara. Oleh karena itu setiap negara mempunyai cara
masing-masing untuk meminimalisir sampah yang ada, bahkan memanfaatkan sampah
tersebut.
Pemanfaatan
sampah tersebut sangatlah beragam. Contohnya dari sampah organik dapat dibuat
pupuk yang bermanfaat untuk tumbuhan. Sampah organik ini apabila dibiarkan
begitu saja akan membusuk dan akan mengganggu masyarakat.
Sampah
anorganik adalah sampah yang tidak dapat di urai. Dan sampah anorganik ini
dapat dimanfaatkan menjadi karya seni atau di daur ulang.
1.2 Tujuan
Dalam
makalah ini penulis memiliki tujuan untuk mengetahui definisi dari sampah dan
memaparkan penelusuran yang berkaitan dengan sampah. Selain itu penulis
memiliki hasrat untuk memberi informasi dan mengajak pembaca untuk menyadari
dampak sampah di bumi ini.
Rumusan Masalah
Dalam
makalah ini penulis merumuskan :
1.
Apa yang disebut dengan sampah
2.
Apa dampak dari sampah
3.
Bagaimana cara pengolahan sampah
BAB II
DAMPAK DAN PENGELOLAAN SAMPAH
2.1 Pengertian Sampah
Sebagai makhluk hidup, kita pasti
menghasilkan sisa yang kita kenal sebagai sampah . Menurut Kamus Istilah
Lingkungan Sampah adalah bahan yang tidak mempunyai nilai atau tidak berharga
untuk maksud biasa atau utama dalam pembuatnan atau pemakaian barang rusak atau
bercacat dalam pembikinan manufaktur atau materi berkelebihan atau ditolak atau
buangan. Sedangkan menurut Dr. Tandjung, M.Sc. , “Sampah adalah
sesuatu yang tidak berguna lagi, dibuang oleh pemiliknya atau pemakai
semula”.
Jenis Sampah Berdasarkan asalnya,
sampah padat dapat digolongkan sebagai:
1.
Sampah Organik
Sampah Organik terdiri dari bahan-bahan penyusun
tumbuhan dan hewan yang diambil dari alam atau dihasilkan dari kegiatan
pertanian, perikanan atau yang lain. Sampah ini dengan mudah diuraikan dalam
proses alami. Sampah rumah tangga sebagian besar merupakan bahan organik.
Termasuk sampah organik, misalnya sampah dari dapur, sisa tepung, sayuran,
kulit buah, dan daun.
2.
Sampah Anorganik
Sampah Anorganik berasal dari sumber daya alam tak
terbarui seperti mineral dan minyak bumi, atau dari proses industri. Beberapa
dari bahan ini tidak terdapat di alam seperti plastik dan aluminium. Sebagian
zat anorganik secara keseluruhan tidak dapat diuraikan oleh alam, sedang
sebagian lainnya hanya dapat diuraikan dalam waktu yang sangat lama. Sampah
jenis ini pada tingkat rumah tangga, misalnya berupa botol, botol plastik, tas
plastik, dan kaleng.
2.2 Dampak dari Sampah
Berikut ini merupakan dampak yang
ditimbulkan akibat masalah sampah :
1. Perkembangan
vektor penyakit
Wadah sampah merupakan tempat yang
sangat ideal bagi pertumbuhan vektor penyakit terutama lalat dan tikus. Hal ini
disebabkan dalam wadah sampah tersedia sisa makanan dalam jumlah yang besar.
Tempat Penampungan Sementara / Container juga merupakan tempat berkembangnya
vektor tersebut karena alasan yang sama. Sudah barang tentu akan menurunkan
kualitas kesehatan lingkungan sekitarnya.
Vektor penyakit terutama lalat
sangat potensial berkembangbiak di lokasi TPA. Hal ini terutama disebabkan oleh
frekwensi penutupan sampah yang tidak dilakukan sesuai ketentuan sehingga
siklus hidup lalat dari telur menjadi larva telah berlangsung sebelum penutupan
dilaksanakan. Gangguan akibat lalat umumnya dapat ditemui sampai radius 1-2 km
dari lokasi TPA
2. Pencemaran
Udara
Sampah yang menumpuk dan tidak
segera terangkut merupakan sumber bau tidak sedap yang memberikan efek buruk
bagi daerah sensitif sekitarnya seperti permukiman, perbelanjaan, rekreasi, dan
lain-lain. Pembakaran sampah seringkali terjadi pada sumber dan lokasi
pengumpulan terutama bila terjadi penundaan proses pengangkutan sehingga
menyebabkan kapasitas tempat terlampaui. Asap yang timbul sangat potensial
menimbulkan gangguan bagi lingkungan sekitarnya.
Sarana pengangkutan yang tidak
tertutup dengan baik juga sangat berpotensi menimbulkan masalah bau di
sepanjang jalur yang dilalui, terutama akibat bercecerannya air lindi dari bak
kendaraan.
Pada instalasi pengolahan terjadi
berupa pelepasan zat pencemar ke udara dari hasil pembuangan sampah yang tidak
sempurna; diantaranya berupa : partikulat, SO x, NO x, hidrokarbon, HCl,
dioksin, dan lain-lain. Proses dekomposisi sampah di TPA secara kontinu akan
berlangsung dan dalam hal ini akan dihasilkan berbagai gas seperti CO, CO2, CH4,H2S, dan lain-lain yang secara langsung akan mengganggu komposisi gas alamiah
di udara, mendorong terjadinya pemanasan global, disamping efek yang merugikan
terhadap kesehatan manusia di sekitarnya.
Pembongkaran sampah dengan volume
yang besar dalam lokasi pengolahan berpotensi menimbulkan gangguan bau.
Disamping itu juga sangat mungkin terjadi pencemaran berupa asap bila sampah
dibakar pada instalasi yang tidak memenuhi syarat teknis.
Seperti halnya perkembangan populasi
lalat, bau tak sedap di TPA juga timbul akibat penutupan sampah yang tidak
dilaksanakan dengan baik. Asap juga seringkali timbul di TPA akibat terbakarnya
tumpukan sampah baik secara sengaja maupun tidak. Produksi gas metan yang cukup
besar dalam tumpukan sampah menyebabkan api sulit dipadamkan sehingga asap yang
dihasilkan akan sangat mengganggu daerah sekitarnya.
3. Pencemaran
Air
Prasarana dan sarana pengumpulan yang terbuka sangat potensial menghasilkan
lindi terutama pada saat turun hujan. Aliran lindi ke saluran atau tanah
sekitarnya akan menyebabkan terjadinya pencemaran.
Instalasi pengolahan berskala besar
menampung sampah dalam jumlah yang cukup besar pula sehingga potensi lindi yang
dihasilkan di instalasi juga cukup potensial untuk menimbulkan pencemaran air
dan tanah di sekitarnya.Lindi yang timbul di TPA sangat mungkin mencemari
lingkungan sekitarnya baik berupa rembesan dari dasar TPA yang mencemari air
tanah di bawahnya. Pada lahan yang terletak di kemiringan, kecepatan aliran air
tanah akan cukup tinggi sehingga dimungkinkan terjadi cemaran terhadap sumur
penduduk yang trerletak pada elevasi yang lebih rendah.
Pencemaran lindi juga dapat terjadi
akibat efluen pengolahan yang belum memenuhi syarat untuk dibuang ke badan air
penerima. Karakteristik pencemar lindi yang sangat besar akan sangat
mempengaruhi kondisi badan air penerima terutama air permukaan yang dengan
mudah mengalami kekurangan oksigen terlarut sehingga mematikan biota yang ada.
4. Pencemaran
Tanah
Pembuangan sampah yang tidak
dilakukan dengan baik misalnya di lahan kosong atau TPA yang dioperasikan
secara sembarangan akan menyebabkan lahan setempat mengalami pencemaran akibat
tertumpuknya sampah organik dan mungkin juga mengandung Bahan Buangan Berbahaya
(B3). Bila hal ini terjadi maka akan diperlukan waktu yang sangat lama sampai
sampah terdegradasi atau larut dari lokasi tersebut. Selama waktu itu lahan
setempat berpotensi menimbulkan pengaruh buruk terhadap manusia dan lingkungan
sekitarnya.
5. Gangguan
Estetika
Lahan yang terisi sampah secara
terbuka akan menimbulkan kesan pandangan yang sangat buruk sehingga
mempengaruhi estetika lingkungan sekitarnya. Hal ini dapat terjadi baik
di lingkungan permukiman atau juga lahan pembuangan sampah lainnya.
Proses pembongkaran dan pemuatan
sampah di sekitar lokasi pengumpulan sangat mungkin menimbulkan tumpahan sampah
yang bila tidak segera diatasi akan menyebabkan gangguan lingkungan. Demikian
pula dengan ceceran sampah dari kendaraan pengangkut sering terjadi bila
kendaraan tidak dilengkapi dengan penutup yang memadai.
Di TPA ceceran sampah terutama
berasal dari kegiatan pembongkaran yang tertiup angin atau ceceran dari
kendaraan pengangkut. Pembongkaran sampah di dalam area pengolahan maupun
ceceran sampah dari truk pengangkut akan mengurangi estetika lingkungan
sekitarnya. Sarana pengumpulan dan pengangkutan yang tidak terawat dengan baik
merupakan sumber pandangan yang tidak baik bagi daerah yang dilalui.
Lokasi TPA umumnya didominasi oleh
ceceran sampah baik akibat pengangkutan yang kurang baik, aktivitas pemulung
maupun tiupan angin pada lokasi yang sedang dioperasikan. Hal ini menimbulkan
pandangan yang tidak menyenangkan bagi masyarakat yang melintasi / tinggal
berdekatan dengan lokasi tersebut.
6. Kemacetan
Lalu lintas
Lokasi penempatan sarana / prasarana
pengumpulan sampah yang biasanya berdekatan dengan sumber potensial seperti
pasar, pertokoan, dan lain-lain serta kegiatan bongkar muat sampah berpotensi
menimbulkan gangguan terhadap arus lalu lintas.
Arus lalu lintas angkutan sampah
terutama pada lokasi tertentu seperti transfer station atau TPA berpotensi
menjadi gerakan kendaraan berat yang dapat mengganggu lalu lintas lain;
terutama bila tidak dilakukan upaya-upaya khusus untuk mengantisipasinya.
Arus kendaraan pengangkut sampah
masuk dan keluar dari lokasi pengolahan akan berpotensi menimbulkan gangguan
terhadap lalu lintas di sekitarnya terutama berupa kemacetan pada jam-jam
kedatangan. Pada TPA besar dengan frekwensi kedatangan truck yang tinggi sering
menimbulkan kemacetan pada jam puncak terutama bila TPA terletak berdekatan
dengan jalan umum.
7. Gangguan
Kebisingan
Kebisingan akibat lalu lintas
kendaraan berat / truck timbul dari mesin-mesin, bunyi rem, gerakan bongkar
muat hidrolik, dan lain-lain yang dapat mengganggu daerah-daerah sensitif di
sekitarnya.
Di instalasi pengolahan kebisingan
timbul akibat lalu lintas kendaraan truk sampah disamping akibat bunyi mesin
pengolahan (tertutama bila digunakan mesin pencacah sampah atau shredder).
Kebisingan di sekitar lokasi TPA timbul akibat lalu lintas kendaraan pengangkut
sampah menuju dan meninggalkan TPA; disamping operasi alat berat yang ada.
8. Dampak
Sosial
Hampir tidak ada orang yang akan
merasa senang dengan adanya pembangunan tempat pembuangan sampah di dekat
permukimannya. Karenanya tidak jarang menimbulkan sikap menentang / oposisi
dari masyarakat dan munculnya keresahan. Sikap oposisi ini secara rasional akan
terus meningkat seiring dengan peningkatan pendidikan dan taraf hidup mereka,
sehingga sangat penting untuk mempertimbangkan dampak ini dan mengambil
langkah-langkah aktif untuk menghindarinya.
Setelah kita mengetahui pengertian dan dampak yang ditimbulkan dari
sampah tersebut, tentunya ini meripakan masalah yang harus kita tanggulangi
bersama.
2.3 Pengelolaan Sampah
Pengelolaan
sampah adalah pengumpulan , pengangkutan , pemrosesan ,
pendaur-ulangan , atau pembuangan dari material sampah. Kalimat ini biasanya
mengacu pada material sampah yang dihasilkan dari kegiatan manusia, dan biasanya dikelola untuk
mengurangi dampaknya terhadap kesehatan, lingkungan atau keindahan. Pengelolaan
sampah juga dilakukan untuk memulihkan sumber daya alam . Pengelolaan sampah
bisa melibatkan zat padat , cair , gas , atau radioaktif dengan metoda dan
keahlian khusus untuk masing masing jenis zat.
Praktek pengelolaan sampah berbeda
beda antara Negara maju dan negara berkembang, berbeda juga antara daerah
perkotaan dengan daerah pedesaan , berbeda juga antara daerah perumahan dengan
daerah industri. Pengelolaan sampah yg tidak berbahaya dari pemukiman dan
institusi di area metropolitan biasanya menjadi tanggung jawab pemerintah
daerah, sedangkan untuk sampah dari area komersial dan industri biasanya
ditangani oleh perusahaan pengolah sampah.
Pengolahan sampah ini bertujuan untuk menjadikan sampah menjadi suatu
barang yang memiliki nilai lebih, dan juga ttidak berbahaya lagi bagi
lingkungan.
Adapun konsep dari pengolahan sampah,
yaitu : Terdapat beberapa konsep tentang pengelolaan sampah yang berbeda dalam
penggunaannya, antara negara-negara atau daerah. Beberapa yang paling umum,
banyak-konsep yang digunakan adalah :
- Hirarki Sampah - hirarki limbah merujuk kepada " 3 M " mengurangi sampah, menggunakan
kembali sampah dan daur
ulang, yang mengklasifikasikan strategi pengelolaan
sampah sesuai dengan keinginan dari segi minimalisasi
sampah. Hirarki limbah yang tetap menjadi dasar dari
sebagian besar strategi minimalisasi sampah. Tujuan limbah hirarki adalah
untuk mengambil keuntungan maksimum dari produk-produk praktis dan untuk
menghasilkan jumlah minimum limbah.
- Perpanjangan tanggungjawab penghasil sampah /
Extended Producer Responsibility (EPR).(EPR) adalah suatu strategi yang
dirancang untuk mempromosikan integrasi semua biaya yang berkaitan dengan
produk-produk mereka di seluruh siklus hidup (termasuk akhir-of-pembuangan
biaya hidup) ke dalam pasar harga produk. Tanggung jawab produser
diperpanjang dimaksudkan untuk menentukan akuntabilitas atas seluruh
Lifecycle produk dan kemasan diperkenalkan ke pasar. Ini berarti
perusahaan yang manufaktur, impor dan / atau menjual produk diminta untuk
bertanggung jawab atas produk mereka berguna setelah kehidupan serta
selama manufaktur.
- prinsip pengotor membayar - prinsip pengotor
membayar adalah prinsip di mana pihak pencemar membayar dampak akibatnya
ke lingkungan. Sehubungan dengan pengelolaan limbah, ini umumnya merujuk
kepada penghasil sampah untuk membayar sesuai dari pembuangan
Cara atau teknis pengolahan
sampah dibagi menjadi 2 macam, yaitu cara tradisional atau umum dan cara
modern atau pengolahan dengan menggunakan teknologi khusus (daur ulang)
2.3.1
Cara tradisional
1.
Penguburan sampah : Pembuangan
sampah pada penimbunan darat termasuk menguburnya untuk membuang sampah, metode
ini adalah metode paling populer di dunia. Penimbunan ini biasanya dilakukan di
tanah yg ditinggalkan , lubang bekas pertambangan , atau lubang lubang dalam.
Sebuah situs penimbunan darat yg di desain dan di kelola dengan baik akan
menjadi tempat penimbunan sampah yang hiegenis dan murah. Sedankan penimbunan
darat yg tidak dirancang dan tidak dikelola dengan baik akan menyebabkan
berbagai masalah lingkungan , diantaranya angin berbau sampah , menarik
berkumpulnya Hama
, dan adanya genangan air sampah. Efek samping lain dari sampah adalah gas
methan dan karbon dioksida yang juga sangat berbahaya. (di bandung kandungan
gas methan ini meledak dan melongsorkan gunung sampah). Karakter desain dari
penimbunan darat yang modern diantaranya adalah metode pengumpulan air sampah
menggunakan bahan tanah liat atau pelapis plastik.Sampah biasanya dipadatkan
untuk menambah kepadatan dan kestabilannya , dan ditutup untuk tidak menarik
hama (biasanya tikus). Banyak penimbunan samapah mempunyai sistem pengekstrasi
gas yang terpasang untuk mengambil gas yang terjadi. Gas yang terkumpul akan
dialirkan keluar dari tempat penimbunan dan dibakar di menara pemabakar atau
dibakar di mesin berbahan bakar gas untuk membangkitkan listrik.
2.
Pembakaran sampah : Pembakaran
adalah metode yang melibatkan pembakaran zat sampah. Pengkremasian dan
pengelolaan sampah lain yg melibatkan temperatur tinggi biasa disebut
"Perlakuan panas". kremasi merubah sampah menjadi panas, gas, uap dan
abu.
Pengkremasian dilakukan oleh
perorangan atau oleh industri dalam skala besar. Hal ini bisa dilakukan untuk
sampah padat , cari maupun gas. Pengkremasian dikenal sebagai cara yang praktis
untuk membuang beberapa jenis sampah berbahaya, contohnya sampah medis (sampah
biologis). Pengkremasian adalah metode yang kontroversial karena menghasilkan
polusi udara.
Pengkremasian biasa dilakukan dinegara
seperti jepang dimana tanah begitu terbatas ,karena fasilitas ini tidak
membutuhkan lahan seluas penimbunan darat.[[Sampah menjadi energi
(waste-to-energy)|Sampah menjadi energi atau energi dari sampah adalah
terminologi untuk menjelaskan samapah yang dibakar dalam tungku dan boiler guna
menghasilkan panas/uap/listrik.Pembakaran pada alat kremasi tidaklah selalu
sempurna , ada keluhan adanya polusi mikro dari emisi gas yang keluar
cerobongnya. Perhatian lebih diarahkan pada zat dioxin yang kemungkinan dihasilkan
di dalam pembakaran dan mencemari lingkungan sekitar pembakaran. Dilain pihak ,
pengkremasian seperti ini dianggap positif karena menghasilkan listrik , contoh
di Indonesia adalah rencana PLTSa Gede
Bage di sekitar kota Bandung.
2.3.2
Cara Modern ( daur ulang sampah )
1.
Pengolahan kembali secara fisik : Metode
ini adalah aktivitas paling populer dari daur ulang , yaitu mengumpulkan dan
menggunakan kembali sampah yang dibuang , contohnya botol bekas pakai yang
dikumpulkan kembali untuk digunakan kembali. Pengumpulan bisa dilakukan dari
sampah yang sudah dipisahkan dari awal (kotak sampah/kendaraan sampah khusus),
atau dari sampah yang sudah tercampur.
Sampah yang biasa dikumpulkan adalah
kaleng minum aluminum
, kaleng baja makanan/minuman, Botol HDPE dan PET , botol kaca , kertas karton, koran, majalah, dan
kardus. Jenis plastik lain seperti (PVC, LDPE, PP,
dan PS)
juga bisa di daur ulang.Daur ulang dari produk yang komplek seperti komputer
atau mobil lebih susah, karena harus bagian bagiannya harus diurai dan
dikelompokan menurut jenis bahannya.
2.
Pengolahan kembali secara biologis
: Material sampah organik , seperti zat tanaman , sisa makanan atau kertas ,
bisa diolah dengan menggunakan proses biologis untuk kompos, atau dikenal
dengan istilah pengkomposan.Hasilnya adalah kompos yang bisa digunakan sebagi
pupuk dan gas methana yang bisa digunakan untuk membangkitkan listrik.
Contoh dari pengelolaan sampah
menggunakan teknik pengkomposan adalah Green Bin Program (program tong
hijau) di Toronto, Kanada, dimana sampah organik rumah tangga , seperti
sampah dapur dan potongan tanaman dikumpulkan di kantong khusus untuk di
komposkan.
3.
Pemulihan energi : Kandungan
energi yang terkandung dalam sampah bisa diambil langsung dengan cara
menjadikannya bahan bakar, atau secara tidak langsung dengan cara mengolahnya
menajdi bahan bakar tipe lain. Daur-ulang melalui cara "perlakuan
panas" bervariasi mulai dari menggunakannya sebakai bahan bakar memasak
atau memanaskan sampai menggunakannya untuk memanaskan boiler untuk
menghasilkan uap dan listrik dari turbin-generator. Pirolisa dan gasifikasi
adalah dua bentuk perlakukan panas yang berhubungan , dimana sampah dipanaskan
pada suhu tinggi dengan keadaan miskin oksigen. Proses ini biasanya dilakukan
di wadah tertutup pada Tekanan tinggi. Pirolisa dari sampah padat mengubah sampah
menjadi produk berzat padat , gas, dan cair. Produk cair dan gas bisa dibakar
untuk menghasilkan energi atau dimurnikan menjadi produk lain. Padatan sisa
selanjutnya bisa dimurnikan menjadi produk seperti karbon aktif. Gasifikasi dan
Gasifikasi
busur plasma yang canggih digunakan untuk mengkonversi material
organik langsung menjadi Gas sintetis (campuran
antara karbon monoksida dan hidrogen). Gas ini kemudian dibakar untuk
menghasilkan listrik dan uap.
4.
Metode penghindaran dan
pengurangan : Sebuah metode yang penting dari pengelolaan sampah adalah
pencegahan zat sampah terbentuk , atau dikenal juga dengan "pengurangan
sampah". Metode pencegahan termasuk penggunaan kembali barang bekas pakai
, memperbaiki barang yang rusak , mendesain produk supaya bisa diisi ulang atau
bisa digunakan kembali (seperti tas belanja katun menggantikan tas plastik ),
mengajak konsumen untuk menghindari penggunaan barang sekali pakai (contohnya
kertas tissue) ,dan mendesain produk yang menggunakan bahan yang lebih sedikit
untuk fungsi yang sama (contoh, pengurangan
bobot kaleng minuman).
Beberapa pendekatan dan teknologi pengelolaan
dan pengolahan sampah yang telah dilaksanakan akhir-akhir ini antara lain
adalah:
1. Teknologi
Komposting
Pengomposan adalah salah satu cara pengolahan sampah, merupakan proses
dekomposisi dan stabilisasi bahan secara biologis dengan produk akhir yang
cukup stabil untuk digunakan di lahan pertanian tanpa pengaruh yang merugikan
(Haug, 1980). Penelitian yang
dilakukan oleh Wahyu (2008) menemukan bahwa pengomposan dengan menggunakan
metode yang lebih modern (aerasi) mampu menghasilkan kompos yang memiliki
butiran lebih halus, kandungan C, N, P, K
lebih tinggi dan pH, C/N rasio, dan kandungan Colform yang lebih rendah dibandingkan dengan pengomposan secara
konvensional.
2. PLTS
Pengolahan sampah
menjadi listrik. Kota Denpasar, Kabupaten Badung, Gianyar dan Tabanan telah
melakukan kerjasama dalam usaha pengelolaan sampah secara terpadu yang
berorientasi pada teknologi dalam suatu Badan Bersama yaitu SARBAGITA. Teknologi yang direncanakan yaitu teknologi
GALFAD (gasifikasi landfill dan anaerobic digestion). Pengelolaan sampah
dengan pendekatan teknologi diharapkan penanganan sampah lebih cepat, efektif
dan efisien serta dapat memberikan manfaat lain.
3.
Pengelolaan sampah mandiri
Pengolahan sampah mandiri adalah
pengolahan sampah yang dilakukan oleh masyarakat di lokasi sumber sampah
seperti di rumah-rumah tangga. Masyarakat perdesaan yang umumnya memiliki ruang
pekarangan lebih luas memiliki peluang yang cukup besar untuk melakukan
pengolahan sampah secara mandiri. Model pengelolaan sampah mandiri akan
memberikan manfaat lebih baik terhadap lingkungan serta dapat mengurangi beban
TPA. Pemilahan sampah secara mandiri oleh masyarakat di Kota Denpasar masih tergolong rendah yakni baru mencapai
20% (Nitikesari, 2005).
4 .
Pengelolaan sampah berbasis masyarakat
1)
Berbagai
masalah yang dihadapi masyarakat dalam pengelolaan sampah pemukiman kota yang
ada di Desa Seminyak, Sanur Kauh dan Sanur
Kaja, dan Desa Temesi Gianyar, yaituyang memadai, produksi kompos yang
masih rendah, sulit dan terbatasnya pemasaran kompos sehingga secara ekonomi
pengelola cendrung mengalami defisit.
2)
Model
pengelolaan sampah pemukiman kota yang berbasis sosial kemasyarakatan dapat
dilakukan secara adaptif dengan memperhatikan aspek karakteristik sosial dan
budaya masyarakat, aspek ruang (lingkungan), volume, dan jenis sampah yang
dihasilkan.
Pola pengelolaan
sampah berbasis masyarakat sebaiknya
dilakukan secara sinergis (terpadu) dari berbagai elemen (Desa,
pemerintah, LSM, pengusaha/swasta, sekolah, dan komponen lain yang
terkait) dengan menjadikan komunitas
lokal sebagai objek dan subjek
pembangunan, khususnya dalam pengelolaan sampah untuk menciptakan lingkungan
bersih, aman, sehat, asri, dan lestari
Tidak ada komentar:
Posting Komentar